[21]

2.6K 212 8
                                    

Setelah kegiatan belajar mengajar di Abdi Mulia itu selesai, Dara kemudian bersiap-siap untuk pergi ke rumah Daren bersama teman-teman yang lainnya. Baru saja Dara akan memikul ranselnya dan keluar, tangan Dara ditahan oleh Gaby. Pandangan Dara beralih pada gadis menyebalkan itu.

"Kenapa?" tanya Dara sembari melepaskan tangannya dari genggaman Gaby.

"Devan di mana?" Dara hampir saja tidak sadar bahwa hari ini Devan tidak masuk sekolah. Namun Dara juga baru sadar bahwa gadis yang tengah memberikan tatapan tajam padanya itu tidak tau sama sekali di mana Devan tinggal.

Dara tersenyum miring, "Ternyata masih gue yang lebih kenal Devan. Lo gak ada apa-apanya juga," ujar Dara membuat Gaby kesal.

Melihat Dara hanya terdiam, dia akhirnya memikul ranselnya dan berjalan keluar kelasnya.

"Heh lo cewek songong," suara Gaby membuat langkah Dara terhenti lagi. Namun kali ini dia tidak memalingkan wajahnya ke arah suara itu. Dia hanya menunggu apa yang akan diucapkan Gaby selanjutnya.

"Ada hal yang lo gak tau tentang Devan. Dan gue tau itu. Itu keuntungan besar buat gue," ucapan Gaby membuat Dara menautkan keningnya.

"Eh, Dar. Ayok cap cus," Jaden dan Dimas tiba-tiba muncul di hadapan Dara yang terdiam sekarang.

Tatapan mereka beralih pada gadis yang berada di belakang Dara, "Eh lo ngapain temen kita? Mau cari mati lo?" tanya Jaden tampak sinis.

"Dar, ngomong apa lagi dia? Mau gue tonjok aja ni cewek?" tanya Jaden lagi pada Dara sekarang.

Dara kini menatap Gaby dengan tatapan tajamnya. Membuat gadis menyebalkan itu jadi kebingungan harus bertindak apa jika dia bisa saja benar-benar menonjoknya.

"Gue gak peduli hal apa yang gue gak tau tentang dia. Gak ada penghargaannya juga, kan?" imbuh Dara kemudian pergi keluar kelas itu, disusul Jaden dan Dimas.

Sepanjang langkah Dara menuju parkiran sekolah, keningnya bertautan terus, tangannya mengepal, diam memikirkan sesuatu yang entah apa itu.

"Dar, udah depen mobil lo kali." ucapan Charlie membuat lamunan Dara pudar.

"Oh iya bener. Kalian mau pergi naik mobil gue atau gimana?" tanya Dara.

"Gini Dar, mumpung motor gue lagi disita bokap gue, jadi gue nebeng lo aja deh." ujar Brian sambil cengengesan.

"Kalau gue ikut Brian aja deh," imbuh Kenneth.

"Ya kalau mau milih supaya rame, bareng gue aja semuanya," ujar Dara.

"Kalian aja. Entar ribet kalau motor gue ditinggalin di sekolah," ucap Jaden.

Mereka akhirnya pergi menuju rumah Daren dengan mobil milik Dara. Kecuali Jaden. Jaden mengikut mereka dari belakang saja. Sepanjang perjalanan tentu saja di dalam mobil itu tidak ada yang bisa tenang. Ada saja hal yang bisa membuat Dara dan lainnya tertawa.

Hampir sejam mereka di perjalanan karena sempat terjebak macet. Sesekali mereka melihat ke arah belakang mobil menertawai ekspresi Jaden yang hanya bengong dan tampak menahan panasnya terik matahari. Tentu saja mereka tertawa seperti orang gila. Termasuk Dara. Gadis itu suka keramaian. Dan gadis itu suka humor. Berkawan dengan mereka sangat menyenangkan bagi Dara.

Akhirnya mereka sampai di depan pagar rumah Daren. Dara keluar dari mobilnya, sebelum itu dia menyuruh Vito untuk membunyikan terus klakson mobilnya.

"Permisi Pak, saya Dara yang nganter Daren semalam. Daren ada di rumahnya gak?" tanya Dara saat Pak Satpam rumah itu membuka pagarnya.

"Kayaknya ada, mbak. Soalnya daritadi mobil atau motor Mas Daren masih ada," jelas Pak Satpam itu.

"Oh ya udah, saya dan teman-temannya Daren masuk dulu yah?" tanya Dara. Pak Satpam dengan senang hati mempersilahkan mereka untuk masuk. Tentu saja mereka masih penasaran apakah Daren benar-benar anaknya Pak Ruslan atau bukan.

SAYA [Stay As You Are] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang