[30]

2.7K 173 17
                                    

Omongan Daren ternyata bukan mengada-ngada. Dia memang membawa Dara ke warung bakso di pinggiran jalan dekat klub malam itu. Ada banyak anak muda seperti mereka yang ada di situ. Mereka menatap heran dengan sepasang kekasih yang sudah basah kuyup karena hujan.

Yang satunya tidak terlalu lucu untuk ditertawakan. Maksudnya Daren. Tapi ternyata para pengunjung warung bakso itu lebih memfokuskan pandangan mereka pada Dara. Bagaimana tidak, Dara tidak memakai alas kaki sama sekali. Seragam yang melekat di tubuhnya juga sudah sangat basah. Banyak yang menertawakan dia.

Dan bukan hanya sedikit juga yang mengenal mereka. Karena sebagian rupanya murid-murid dari Bakti Mulia. Melihat respon para pengunjung tersebut, Dara menyuruh Daren untuk segera menurunkannya. Dia juga malu kalau keadaannya seperti ini.

"Gak mau, Ra. Kamu kan gak pakai sendal. Ya udah, kamu nunggu di sini, aku ke warung sebelah, mau beliin kamu sendal jepit dulu." ujar Daren kemudian menyuruh Dara untuk duduk di meja para pelanggan.

Dara sedikit kurang nyaman dengan tatapan mereka yang ada di situ. Seolah dia pengemis yang mau minta makan saja. Kalau bukan Daren, mana mungkin dia rela duduk di situ dengan tatapan ejekan dari pelanggan yang lain. Jadi, sebisa mungkin Dara bersikap tidak peduli.

"Eh elu Dara Amarael, kan? Anak SMA Bakti Mulia?" suara berat seseorang membuat Dara mengalihkan pandangannya pada sang pemilik suara.

Diliriknya yang bertanya itu. Tampak dia itu anak kampus. Tapi kenapa dia tau namanya Dara? Kalau sekolah sih mungkin karena melihat lambang sekolahnya. Sepikir Dara, dia tidak pernah memakai name tag di seragamnya. Benar-benar patut dicurigakan, pikir Dara. Dia tidak boleh sembarang menjawab. Jadi Dara memilih untuk mengangguk saja.

Laki-laki itu tersenyum, "gue Leon. Mantan sahabatnya si Daren."

Lah, sekarang malah menyebutkan nama Daren. Dibilang mantan sahabatnya juga. Berarti intinya mereka sekarang musuhan. Banyak juga yah musuh Daren, pikir Dara lagi.

"Terus maksud lo ngomong gitu, apaan?" tanya Dara memasang tatapan tajam.

Laki-laki itu malah terkekeh sekarang, "lo kayaknya pacar Daren yang sekarang yah? Untung aja yah emaknya udah gak ada. Entar kayak mantan pacarnya Daren pas SMP dulu lagi. Ninggalin dia cuma karena mulut pedas emaknya si Daren. Mana tahan juga sama orang tua kayak gitu. Belum jadi mantu, eh udah sok sinis."

PRAK!!

Bukan Daren, kok. Itu suara meja yang ambruk karena ditendang Dara. Emosi gadis itu tiba-tiba saja naik karena mendengar ucapan laki-laki itu. Wajahnya memerah karena tampaknya marah. Laki-laki itu dan pengunjung lainnya, serta penjual bakso pun ikut terkejut dengan tingkah Dara.

"Lo bukan anak kecil lagi, kan? Apa ngejek orangtua masih lucu juga buat lo? Jangan karena lo pikir Daren pernah buat lo sakit hati atau sebaliknya, terus lo seenaknya ngomongin dia kayak gitu! Lagian lo juga gak pantes disebut mantan sahabat. Topeng lo aja yang udah kebuka. Munafik, maksud gue!" cibir Dara habis-habisan. Mulut Dara tidak bisa dikontrol lagi.

"Gue anak klub tinju AMRIM. Silahkan kalau lo mau nonjok gue. Asalkan lo juga siap buat babak belur malam ini!" imbuh Dara, sinis. Penjual bakso saja yang mendengarnya malah merinding. Apalagi yang sedang diancam Dara. Dia bahkan hanya tersenyum miring lalu kembali lagi ke mejanya.

Karena masih kesal, akhirnya Dara minggat dari warung bakso itu. Walau sebenarnya dia sudah sangat lapar. Apalagi cuacanya dingin. Badannya yang menggigil dihiraukannya. Dia masih cukup panas mendengar ucapan orang sok tahu itu. Apalagi karena orang itu menjelek-jelekkan Bundanya Daren juga. Dia sangat tidak suka jika ada yang mengejek-ejek orang tua dari siapapun. Sejatinya, orang tua itu adalah anugerah. Bukan topik ejekan.

SAYA [Stay As You Are] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang