Langkah mereka terhenti, saat mereka tiba di depan mobil Daren. Dara melirik dua orang lelaki yang mengikuti belakangnya dari tadi. Daren dan Devan. Tidak ada sepatah kata apapun yang diucapkan mereka sejak tadi. Mereka hanya diam, sibuk dengan pikiran masing-masing, sambil sesekali melemparkan tatapan yang entah apa itu.
"Ren, kunci mobil lo mana?" tanya Dara sambil menjulurkan tangannya. Daren dengan pasrah memberikan kunci mobil itu. Dara tersenyum ke arah Rara.
"Rara duduk di depan yah. Biar kak Dara yang nyetir." ujar Dara ke arah gadis kecil itu. Rara hanya mengangguk mengerti.
Mereka akhirnya masuk ke dalam mobil. Sesuai yang diucapkan Dara tadi, dia yang akan menyetir, Rara di sampingnya, dan otomatis, Daren dan Devan di belakang mereka. Cukup adil.
10 menit kemudian ➡
Dara menghentikan mobil yang dibawanya. Mereka sudah sampai di depan taman. Dengan semangat 45, Rara keluar dari mobil berwarna merah itu. Diikuti Dara, Devan, dan Daren. Dara langsung memegang tangan Rara. Mereka mulai berjalan-jalan mengitari taman yang mulai ramai itu.
"Kak, Rara mau main ayunan boleh?" tanya Rara pada Devan. Anak itu menyibukkan dirinya dengan ponsel. Devan hanya mengangguk saja.
Dengan gembira, Rara, Dara, dan Daren berjalan ke arah arena bermain di taman itu. Sedangkan Devan hanya duduk di salah satu kursi taman, sambil sesekali melirik ke arah, Dara. Gadis itu tampak bahagia. Tersenyum dengan manis, dan sesekali terkekeh dengan tingkah konyol yang ditunjukkan Daren dan Rara.
'Seharusnya gue yang ada disitu sekarang. Seharusnya, gue gak punya halangan sama sekali buat habisin waktu sama dia. Entah sampai kapan gue bisa mandangin wajahnya, dan gue tau. Gue hancur liatin dia sama orang lain. Orang yang bahkan bisa buat dia bahagia, lebih dari yang gue lakuin.'
"Van, lo sakit yah?" suara gadis yang sedang merasuki pikirannya, tiba-tiba terdengar lagi. Dilihatnya Dara sudah berada di hadapannya sekarang, dengan ekspresi khawatir. Devan memilih diam, dan mulai fokus kembali pada ponselnya itu.
Tiba-tiba setetes darah jatuh di layar ponsel milik Devan. Diikuti tetesan kedua, ketiga, mulai banyak yang menetes. Kondisi itu disaksikan Dara. Kali ini dia tidak bisa diam. Dia langsung mendongkak wajah Devan. Dan benar saja, anak itu mimisan ternyata.
"Van, lo sakit. Biar gue anterin lo ke rumah sakit yah," Dara menarik tangan Devan namun tanpa disangka oleh Dara, Devan melepaskan genggaman Dara dengan kasar. Memasang wajah tak suka pada Dara. Dara terkejut melihat perilaku Devan yang seperti ini.
"Van! Lo sakit! Kenapa lo jadi keras kepala gini, sih?" tanpa memperdulikan tatapan banyak orang, Dara menaikkan nada bicaranya. Bahkan membuat pandangan Daren dan Rara, beralih pada mereka berdua.
"Gak usah peduliin gue, Dar. Gak usah nyadarin gue, kalau gue lagi sakit! Dan, biarin gue mulai sekarang." ucapan Devan berhasil membuat air mata Dara lolos jatuh. Bagaimana bisa Dara tidak peduli pada orang yang selama ini selalu peduli padanya. Selalu ada, disaat Dara butuhin. Selalu lindungin Dara. Dan sekarang, buat Dara nangis di taman.
"Van, kita itu udah sahabatan dari ke-" omongan Dara terpotong.
"Kita bukan sahabat mulai sekarang. Dan bahkan gak lebih dari itu. Mulai sekarang, jangan saling pandang, jangan saling sapa, jangan pernah lo anggap gue itu orang yang baik di hidup lo. Gue pergi."
KAMU SEDANG MEMBACA
SAYA [Stay As You Are]
Teen Fiction[ Silahkan dilihat-lihat dulu. Kali aja jadi jatuh dalam kisah Dara dan lainnya. ] Kedekatan Dara dengan Daren bermula saat Devan, sahabatnya sejak kecil tiba-tiba menjauhi dia secara tidak jelas. Awalnya Dara pikir, dia akan kesepian lagi. Tapi ter...