[34]

2.3K 169 21
                                    

"Jadi, apa sekarang aku yang harus jadi malaikat penghibur kamu malam ini? Kayaknya emang harus gitu kali ya," ujar Dara, menatap Daren yang kini masih duduk terdiam di sampingnya.

Mereka berada di taman bermain itu. Seperti biasa, mereka berdua duduk di depan komedi putar. Namun kali ini mereka datang dengan suasana hati yang berbeda. Daren tampaknya masih diam saja. Sedikit jengkel memang bagi Dara, karena dia tidak suka dengan keheningan seperti ini. Namun bagaimanapun, dia tak ingin bertanya apapun soal hal yang diketahuinya itu. Belum waktu yang tepat, pikir Dara.

"Oke, kayaknya natep komedi putar malam gini udah lebih dari cukup. Yang penting, kamu ada di sini," ujar Dara lalu menyandarkan kepalanya di pundak milik Daren.

"Yang bunuh diri itu istrinya Pak Ruslan. Gue denger-denger sih istrinya itu selalu ngasarin teman cewek anaknya sampai-sampai hampir dilaporin ke polisi. Kalau Pak Ruslan bokapnya Daren, berarti yang bunuh diri nyokapnya kan?"

Ucapan Dimas tadi siang itu masih terngiang di pikiran Dara. Beberapa pertanyaan pun memenuhi isi kepala Dara. Apa gadis itu cuma sekedar teman Daren? Apa dia mantan yang disebut lelaki di warung bakso waktu itu? Apa benar Ibunya Daren se-jahat itu? Apa Daren baik-baik saja? Bodoh, tentu saja Daren tidak dalam keadaan baik, pikir Dara yang mulai merutuki dirinya sendiri.

Walaupun begitu, ada pertanyaan yang lebih penting lagi. Kenapa hari ini Daren hanya berada di makam ibunya seharian sampai malam hari? Jika saja Dara tidak menemuinya, mungkin saja anak itu ketiduran di kuburan yang mencekam itu. Semakin Dara berada dengan Daren, rasanya dia mulai masuk jauh ke dalam kehidupannya.

Apa begini yang semua gadis dapatkan jika sudah menjalin hubungan istimewa dengan seorang lelaki? Rasanya dunia yang awalnya hanya tentang dirinya sendiri, kini terbagi menjadi dua dengan dunia orang yang dia cintai. Sungguh berbeda, namun Dara tak ingin lagi hanya tentang dirinya sendiri. Dia bersyukur bisa mengenal dunia Daren lebih dalam lagi.

"Aku malu," ucapan Daren membuat Dara membuyarkan pemikiran-pemikirannya itu. Dara menatap wajah Daren lagi yang hanya merunduk.

"Malu karena apaan, Ren?" tanya Dara.

"Sama diri aku sendiri. Aku gak bisa jadi yang terbaik dalam hal apapun," ujar Daren dengan suara paraunya.

Daren menggenggam tangan Dara kini. Dia kemudian menyelipkan rambut milik Dara itu ke belakang telinga. Dia kemudian tersenyum menatap Dara. Dara kemudian memegang pipi Daren dengan lembut.

"Apa dulu kamu anggap aku orang jahat karena sering jahilin kamu? Bahkan aku tau kamu sering nangis karena ulah aku yang kelewatan," tanpa menunggu beberapa detik, Dara menggelengkan kepalanya, sambil tersenyum manis.

"Kalau gitu, mulai sekarang kamu bisa anggap aku ini orang paling jahat, Ra," senyuman Dara kini sirna. Dia melepas tangannya itu dari wajah Daren.

"Kamu mau kita putus?" tanya Dara tampaknya kini tak bisa menahan tangisannya lagi. Apalagi setelah melihat Daren yang hanya diam saja.

"Wah, parah banget. Sumpah, apa ini mimpi buruk?" Dara mengacak kasar rambutnya.

Dia kemudian menatap Daren lekat-lekat, "Aku udah kehilangan banyak orang penting di hidup aku, dan sekarang kamu juga yang bakal ninggalin aku? Putus? Gak semudah itu, Ren. Kalau kamu ada masalah, kamu bisa cerita sama aku, kita lewatin semuanya sama-sama. Udah cukup semua orang bertindak egois dan ninggalin aku dengan banyak rasa bersalah! Aku gak bisa putus sama kamu! Aku gak bisa ninggalin kamu yang udah terlanjur buat hidup aku jadi yang paling berarti! Aku gak mau dunia aku jadi sepi lagi tanpa kehadiran dunia kamu! Aku gak akan per-"

SAYA [Stay As You Are] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang