"Ren..." panggilan yang berasal dari mulut Dara itu, menandakan bahwa gadis itu sudah sadar. Namun ada sedikit kekecewaan yang muncul di benak Devan. Mengapa Dara memanggil Daren saja? Apa dia tidak memikirkan Devan lagi? Kira-kira seperti itu isi hati Devan saat ini.
Namun lebih baik dia menepiskan sejenak ego yang ada pada dirinya. Dia memilih menghampiri Dara yang saat ini sudah membuka kedua matanya.
"Dar," ucap Devan sebenarnya bingung harus berkata apa. Ditambah jika Dara akan membenci dirinya jika melihat Devan.
"Lo siapa?"
DEG.
'Lo siapa?'
Pertanyaan macam apa itu? Kenapa Dara malah melemparkan tatapan tajamnya untuk Devan kini? Ya mungkin tidak apa dengan tatapan itu. Karena bisa diakui ini semua karena Devan sehingga Dara masuk rumah sakit seperti ini. Tapi soal pertanyaan itu? Apa masih masuk akal?
"Lo siapa? Daren mana? Lo orang jahat yah? Ingat cowok belagu, biar gue udah kayak sekarat gini keliatannya, gue bisa nendang lo keluar dari ruangan ini," ujar Dara yang terdengar mengancam itu. Antara lucu namun juga masih bingung dengan perilaku Dara.
"Yang bener aja gue orang jahat? Ya mungkin sih," mata Dara melotot menatap Devan yang seolah baru dikenalnya. Devan tersenyum sejenak.
"Gue bukan orang jahat kok. Gue belum cukup baik aja buat lo," ujar Devan kemudian cepat-cepat keluar dari ruangan itu. Dara mengurut-urut pelipisnya. Kepalanya masih terasa sakit.
Dia kemudian beralih mencari ponselnya. Untung saja ponselnya masih ada. "Dia kemana yah? Dia beneran orang jahat atau gue yang parno-an? Udahlah, mending gue telepon Daren. Lebih baik gitu," sejenak Dara mencari keberadaan Devan. Namun setelah itu dia memilih untuk beralih menelpon Daren.
Sedangkan kini Devan baru saja duduk berhadapan dengan seorang dokter di rumah sakit itu.
"Dia udah sadar, Dok. Tapi kenapa dia seolah lupa dengan saya? Apa dia amnesia? Tapi kok malah saya saja yang tidak diingatnya?" Devan berusaha tenang untuk bertanya. Walaupun dia kini bisa dikatakan cemas dengan kondisi Dara.
"Dia memang bisa dikatakan dalam kondisi amnesia. Kehilangan beberapa ingatan kecil di hidupnya. Biasanya hanya berlangsung beberapa bulan saja. Jangan khawatir," dokter itu berusaha menenangkan Devan. Tangannya mengepal kini. Menahan emosi yang seolah akan meledak. Bagaimana bisa hanya ingatan kecil?
"Ada yang mungkin harus dilupakan sejenak. Mungkin setelah itu seseorang bisa menerima hal buruk yang terjadi padanya di masa lalu," ucapan dokter itu masih saja tidak dapat dicerna Devan.
Hal buruk yang mana? Apa Dara sudah sangat ingin melupakannya sekarang? Apa sekarang tanpa dijauhipun Dara sendiri yang akan menghilang dari hidupnya? Apa kini semua bisa berjalan baik diantara mereka?
***
Daren berlari dengan cepat sambil menyusuri rumah sakit itu. Terkesan berlebihan memang. Namun mendengar orang jahat yang diucapkan Dara di telpon tadi membuat Daren khawatir. Ditambah dia sangat bahagia karena nyatanya Dara sudah sadar.
Daren rasanya hampir mati saja karena napasnya yang tak beraturan akibat aksi lari-larinya itu. Dia kemudian membuka pintu ruang rawat Dara. Gadis itu tengah sibuk mengotak-atik ponselnya. Dia melihat ke setiap sudut ruangan. Tidak ada yang mencurigakan. Apalagi orang jahat.
"Daren!!!" Dara langsung saja berteriak memanggil Daren. Dengan napas yang terengah-engah Daren berjalan ke arah Dara. Dara menatap kedua mata Daren yang menatapnya tajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAYA [Stay As You Are]
Genç Kurgu[ Silahkan dilihat-lihat dulu. Kali aja jadi jatuh dalam kisah Dara dan lainnya. ] Kedekatan Dara dengan Daren bermula saat Devan, sahabatnya sejak kecil tiba-tiba menjauhi dia secara tidak jelas. Awalnya Dara pikir, dia akan kesepian lagi. Tapi ter...