Seperti biasa, setengah hari Dara habiskan di sekolah pastinya. Seperti sekarang ini, Dara baru saja duduk di tempat duduk barunya. Iya, Dara memutuskan untuk bertukar tempat di depan dengan Firly, cewek tukang molor di kelas mereka itu. Dengan senang hati Firly menerima tawaran Dara.
Tatapan Dara langsung bertemu dengan sosok seseorang yang baru saja sampai dengan 'teman baru' nya itu. Dara kemudian memalingkan wajahnya duluan ke arah ponselnya, dia tidak ingin berlama-lama menatap wajah Devan. Dikira Dara, Devan akan segera menghampirinya, bertanya alasan mengapa Dara berpindah tempat duduk. Tapi Devan hanya melewati Dara begitu saja, diikuti dengan Abi.
Rasanya Dara akan menangis sekaligus mengamuk melihat sikap Devan yang seperti itu. Sebelum akhirnya Jaden, anggota geng Brandal's itu datang dengan napas terengah-engah sambil membawa secarik kertas.
"Buat apaan?" tanya Dara saat dia sudah memegang kertas yang sudah dilipat menjadi kecil itu.
"Baca aja. Gue cabut dulu ye," setelah itu Jaden langsung beranjak pergi dari kelas Dara. Biasanya sih kalau salah satu anggota Brandal's ketemu Dara, ujung-ujung langsung berantem.
Tapi kali ini tidak. Semua murid yang melihat kejadian itu saja seperti tidak percaya. Seolah-olah ada mujizat yang sekarang jadi nyata. Dara kemudian membuka surat itu.
Perpus, pas istirahat. -Daren
Setelah membaca pesan singkat itu yang ternyata dari Daren, rasa penasaran mulai muncul di benak Dara. Seperti misalkan, 'Dia mau jahilin gue atau ada maksud baik yah?' atau 'Kenapa di perpus? Apa dia mau baca buku sama gue?'
Dari pertanyaan yang masuk akal sampai yang terdengar konyol ada di benak Dara sekarang. Untung saja Pak Parto, guru sejarah mereka akhirnya masuk ke ruang kelas. Setidaknya pikiran Dara harus terfokuskan pada pelajaran sekarang. Walaupun dia masih sedikit risih ketika melihat Devan dan Abi yang begitu dekat sekarang.
***
Waktu istirahat akhirnya tiba. Seluruh siswa yang ada di kelas mereka langsung berlomba-lomba ke kantin sekolah.
"Van, dasi kamu kok jadi acak-acakkan gini? Sini, biar aku rapiin."
Suara Abi itu benar-benar membuat emosi Dara naik mendengarnya. Apalagi dua orang itu berdiri di depan pintu kelas sambil ketawa-ketiwi. Tapi dengan sekuat tenaga Dara menahan emosinya. Diambilnya ponsel, dan surat yang diberikan Jaden tadi, kemudian dia langsung keluar dari kelas itu. Tentu saja melewati Devan dan Abi dengan begitu cueknya.
Dengan langkah yang cepat, Dara melangkah menuju perpustakaan. Sesuai dengan yang dibilang Daren di surat itu. Walaupun dengan susah payah Dara menahan niatnya untuk menangis. Dan akhirnya Dara sampai di perpustakaan.
Saat dia masuk, hanya ada kurang lebih enam siswa disitu yang duduk berjarak dan sibuk dengan buku bacaan mereka masing-masing. Tapi Dara tidak melihat Daren di antara ke-enam murid tersebut. Penjaga perpustakaan juga tidak ada.
Alhasil, Dara memutuskan berkiling melihat buku-buku yang tertata rapi di rak berukuran besar itu. Sebuah buku menarik perhatian Dara saat ini. Buku bersampul biru dengan hiasan bunga-bunga kecil dipinggirannya. Dara memutuskan untuk duduk melantai diantara rak-rak besar itu.
'Swanlake.'
Satu-satunya buku bacaan yang paling Dara sukai semasa kecilnya. Buku yang sama dengan yang sering dibacakan bunda Dara itu, membuat memori Dara terputar kembali saat dia masih berumur empat tahun. Bundanya selalu membacakan isi buku itu sampai Dara tertidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAYA [Stay As You Are]
Teen Fiction[ Silahkan dilihat-lihat dulu. Kali aja jadi jatuh dalam kisah Dara dan lainnya. ] Kedekatan Dara dengan Daren bermula saat Devan, sahabatnya sejak kecil tiba-tiba menjauhi dia secara tidak jelas. Awalnya Dara pikir, dia akan kesepian lagi. Tapi ter...