"Ish, putri angsa siapa sih?" umpat Dara kesal karena ucapan mengada-ngada Daren yang membuatnya bingung. Juga posisi mereka tadi yang entah kenapa membuat jantung dua manusia itu berdetak tak karuan kencangnya. Jika saja Dara tidak memasukkan sisa burgernya di mulut Daren sehingga kini laki-laki itu mengembalikan posisinya kembali normal.
"Ren? Putri angsa apaan sih? Hello, Daren? Gue nanya loh. Tanggepin kek." rasa penasaran Dara belum bisa hilang.
"Buku itu lo ambil dari perpus?" tanya Daren terkesan mengalihkan topik pembicaraan. Dara memutar kedua bola matanya, melirik buku yang dipegangnya sejak tadi, kemudian mengangguk dengan malas.
"Siniin. Gak ada yang boleh ambil buku ini kecuali pemiliknya." ujar Daren terdengar serius sekarang. Daren mengambil buku itu dari genggaman Dara. Warna muka Dara langsung berubah menjadi tidak senang alias cemberut.
"Emang pemilik bukunya siapa sih? Gue kan suka buku ini juga. Lagian buku ini kayaknya jodohan ama gue." Daren terkekeh dengan ucapan Dara barusan.
"Gak mungkin lah. Gue tau banget siapa pemiliknya. Tapi gue gak tau aja dia dimana." ujar Daren rupanya mulai mengingat kembali anak perempuan yang menangis karenanya. Saat itu Daren akui dia sungguh tidak berperasaan.
"Gue nyari buku gue yang hilang pas umur gue sembilan tahun. Rencananya sih mau gue tonjok tu anak nakal yang ngerampas buku yang mirip banget kayak buku itu." Dara menunjuk buju yang sekarang digenggam Daren. Dan Daren, rupanya mulai berpikir bertemu dengan kepingan puzzle yang dikiranya benar-benar hilang. Rupanya, kepingan puzzle itu berhasil ditemukan Daren sekarang.
"Yaudah terserah. Yang jelas bukunya ke gue aja." ucapan Daren malah membuat Dara tambah kesal.
"Yaudah gue pergi aja!" Dara memilih untuk berdiri, berpikir dia akan beranjak duluan dari tempat itu. Sayangnya dia hampir saja lupa, kalau dia tidak tau bagaimana caranya untuk keluar. Daren terkekeh melihat ekspresi cemberut Dara.
"Lo mau keluar tapi gak tau pintu keluar juga, kan?" ledek Daren.
"Yaudah tunjukin kek dimana pintunya." pintah Dara, masih tetap cemberut.
"Janji dulu gak bakal diemin gue nanti." Dara melirik ke arah Daren, memicingkan matanya, seolah akan menerawang apa maksud perkataan Daren.
"Emang kenapa?" tanya Dara.
"Janji dulu," Daren menyodorkan kelingking kanannya. Setelah menghembuskan napas dengan kesan yang kasar, Dara mengaitkan kelingking kanannya dengan milik Daren.
"Pinky swear." ujar Dara yang sekarang tersenyum simpul.
Setelah itu mereka menuju pintu keluar yang ternyata sama posisinya dengan pintu masuk. Hanya saja, cuma Daren yang tau cara membuka pintu tersebut. Mereka kemudian menerobos perpustakaan dengan mudah. Kemudian berhenti di depan kelas Dara sekarang. Daren menahan tangan Dara saat Dara baru saja akan masuk kelas.
"Entar sore jalan yuk." entah kenapa kalimat ajakan yang baru saja dilontarkan Daren tadi membuat Dara merasakan panas di tubuhnya. Padahal cuaca hari ini mendung tanpa hujan. Jadi intinya gak ada panas-panasnya sama sekali.
"Ra? Lo blushing yah?" pertanyaan yang berbau ledekan itu membuat Dara menutupi kedua pipinya sekarang dan membuat Daren terkekeh melihat tingkah lucu Dara, juga membuat beberapa pasang mata dari dalam kelas Dara menjadi penuh tanda tanya melihat mereka.
"Ihh jangan ledekin gue." gerutu Dara yang sekarang jadi cemberut karena kekehan Daren.
"Iya iya. Jadi, mau kan?" tanya Daren yang memastikan ajakannya tadi.
"Iya mau." jawab Dara terdengar pasrah.
"Oke, gue balik ke kelas dulu yah." pamit Daren yang hanya di balas anggukan dari Dara.
"Haduh, pipi kenapa lo malu-maluin gue sih?" gumam Dara sambil merutuki kedua pipi usilnya itu. Baru saja Dara akan duduk di bangkunya, dia baru sadar dengan tatapan yang sedari tadi menjadikannya sebagai objek penglihatannya.
Devan.
Ingatan Dara kembali pada ucapan Devan malam itu. Entah kenapa rasanya dia mulai merindukan sahabatnya itu. Namun rasa rindunya seketika berubah menjadi jengkel ketika melihat Abi yang duduk manis di samping Devan. Ekspresi cemberut Dara berubah menjadi datar sekarang. Dara akhrinya duduk di bangkunya, berusaha melupakan masalahbya dengan Devan dan berpura-pura seolah dia baik-baik saja sekarang tanpa Devan.
***
"Gue jauhin dia." ujar Devan setelah sejam menghabiskan sorenya di tempat latihan skateboard-nya. Wajah Devan tidak menunjukkan kesan bahagia sama sekali.
"Lo jauhin Dara?" tanya Ethan yang memastikan perkataan sahabatnya barusan.
Devan mengacak kasar rambutnya. Rasanya jika Devan adalah seorang anak perempuan, mungkin dia sudah menangis sekencang-kencangnya sekarang.
"Gue gak maksud gitu. Tapi, mungkin ini jalan yang terbaik. Dengan gitu, dia gak bakal nyesal saat gue pergi nanti. Dia gak bakal ngerasa kehilangan. Tolong bilang ke gue kalo ucapan gue barusan bener, Tan." Ethan melihat kesan frustasi yang terpampang nyata pada Devan sekarang.
"Gak semudah itu lo bilang dia gak bakal ngerasa kehilangan. Saat lo jauhin dia kayak gini aja, pasti hatinya hancur kalo lihatin lo. Dan sebaliknya. Lo tanya deh sama diri lo sendiri. Lo baik-baik aja tanpa Dara?" pertanyaan itu membuat Devan terbungkam. Bingung harus berkata apa.
***
Kamar Dara sudah bak kapal pecah sekarang. Bagaimana tidak. Semua baju yang ada di dalam lemari pakaiannya dihamburkan keluar begitu saja sakin gemesnya dia karena bingung dengan pakaian apa yang akan dipakainya sekarang.
Masih sibuk memilih pakaian, ponsel Dara main berdering saja. Dengan kesal dia melihat siapa yang menelponnya. Dan ternyata dari Daren. Dara menjawab panggilannya dan memasang mode loud-speaker.
"Kenapa?" tanya Dara langsung dengan nada kesal.
"Udah siap? Gue udah didepan pintu rumah lo." ujar Daren. Dara memutar kedua bola matanya lalu meninggalkan ponselnya dan pergi ke pintu depan. Dara membuka pintunya dan penampakan makhluk ciptaan Tuhan paling indah terpampang nyata di depan mata Dara sekarang. Celana panjang hitam yang melekat pas di kaki jenjangnya, kaos hitam polos yang dilapisi jacket denim milik laki-laki itu ditambah sepatu boot berwarna hitam, membuatnya tampak sempurna.
"Ra? Lo belum ganti baju juga?" nah dibanding makhluk Tuhan yang paling indah itu, Dara malah tampak konyol dengan gulungan handuk di kepalanya, dan piyama merah muda yang masih melekat di tubuhnya. Benar-benar kacau.
"Masuk. Gue baru selesai mandi." ujar Dara sedikit berbohong. Padahal anak itu sudah mandi sejak sejam yang lalu. Daren akhirnya duduk di ruang tengah sambil melihat beberapa pajangan di dalam rumah itu.
Baru saja Dara masuk, Daren terkaget dengan sosok gadis yang muncul tiba-tiba saat dia baru saja mendapat objek seorang gadis kecil pemilik rumah itu.
"Liat apaan?" tanya Dara dengan nada berkesan datar. Daren malah jadi gelagapan.
"Ra, itu foto waktu lo masih kecil?" tanya Daren. "Iya, kenapa?" Daren terdiam sejenak, kemudian seketika tertawa dengan gelinya. Entah apa yang lucu bagi anak itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAYA [Stay As You Are]
Teen Fiction[ Silahkan dilihat-lihat dulu. Kali aja jadi jatuh dalam kisah Dara dan lainnya. ] Kedekatan Dara dengan Daren bermula saat Devan, sahabatnya sejak kecil tiba-tiba menjauhi dia secara tidak jelas. Awalnya Dara pikir, dia akan kesepian lagi. Tapi ter...