Bab 4 - Si Penguntit Bodoh

2.3K 215 31
                                    


"Menggunakan internet dengan pintar, menggunakan internet dengan pintar," ucap Evel pelan sambil mencari judul yang disebutnya itu dengan mata yang terus meneliti ke arah buku-buku yang berjejer.

"Nih," ucap seseorang sambil menunjukkan buku di hadapan mata Evel, buku berwarna hijau terang dengan sampul bergambar komputer dan bola dunia tanpa peta yang di atasnya bertuliskan persis seperti kata-kata yang digumamkan Evel tadi.

Evel menoleh dan menatap Kean di sampingnya.

Kean tersenyum pada Evel. "Kami sudah selesai tugas tentang pelajaran TIK yang ini. Ini bukunya. Atau kamu mau lihat jawabanku aja?" tanya Kean.

"Menggunakan internet dengan pintar, menggunakan internet dengan pintar," ucap Evel sambil kembali mencari buku itu.

Kean mengeluh kecil menanggapi tingkah Evel. "Kamu kenapa sih cuek banget jadi orang?" ucap Kean. "Sudah baik-baik aku ambilkan buku ini buat kamu," jelasnya.

"Kamu sih aneh," ucap Evel sambil mengambil buku yang diulurkan Kean padanya lalu duduk di kursi sambil meletakkan buku itu ke atas meja.

"Aneh apanya?" balas Kean sambil menarik kursi di samping Evel lalu duduk di situ.

"Kamu tiba-tiba muncul terus bilang suka," jelas Evel. "Santai banget pula," sambungnya sambil membuka lembaran buku. "Kayak gak niat," sambungnya lagi.

"Kamu pengen aku gimana? Kamu pengen aku bilang suka ke kamu di bawah kembang api dan bintang-bintang sambil makan ditemani musik dan latar bunga mawar terbang ke sana kemari?" tanya Kean, menertawakan Evel sambil memukul mukul meja. "Kamu pikir aku sedang syuting drama romantis, lagian aku masih anak SMA, gak ada modal bikin candle light dinner," sambungnya lagi sambil tersenyum geli melihat Evel yang cemberut.

"Siapa bilang kamu harus begitu," balas Evel dengan sedikit bentakan. "Setidaknya yang wajar lah. Masa habis bilang suka terus cengar-cengir dan pergi. Kan lucu," sambungnya.

"Iya juga, sih. Tapi mau gimana lagi, sudah terlanjur bilang," jelas Kean sambil memandangi Evel. "Kalau misalnya aku ulangi, apa kamu mau merubah sikap cuekmu itu terus jadi suka aku?" tanyanya.

"Mau kamu ulangi seribu kali juga aku gak bakal bisa suka kamu."

"Kalau aku bilang seribu satu kali berarti bisa?"

"Enggak, sampai sejuta kali pun gak bakal bisa aku suka kamu."

"Kalau sejuta satu kali berarti bakal suka?"

Evel memasang wajah datar dan menghela napas kesal sembari menatap Kean dengan sorot mata yang tampak sudah lelah menahan rasa sabar.

"Seberapa kali pun kamu bilang, kalau aku gak suka ya tetap gak suka. Kamu gak bisa memaksa orang yang gak suka kamu buat suka kamu," jelas Evel setengah sengit.

"Kamu gak bisa gak suka sama orang yang gak kamu kenal dekat. Makanya aku dekat-dekat kamu supaya kita setidaknya berteman. Mau suka atau enggak ke aku terserah, tapi lebih bagus lagi kalau kamu suka aku juga, hehe."

"Kamu bisa pergi dulu, gak? Aku mau ngerjain tugas nih," balas Evel masih dengan wajah cueknya yang khas.

"Mau kuajarin? Aku dapat seratus loh tugas yang ini," jelas Kean antusias.

"Gak perlu. Aku bukan tipe yang suka nyontek," jelas Evel.

"Siapa bilang aku mau nyontekin. Aku bilang, 'aku mau ngajarin'," balas Kean.

"Sudah deh. Bisa diam, gak? Sumpah deh, aku jadi tiba-tiba kesal nih gara-gara tingkahmu. Aku lagi sibuk dan pusing gara-gara tugas jadi tolong jangan ganggu," balas Evel yang kemudian beranjak dari bangku sambil membawa buku-bukunya melewati jejeran rak-rak buku besar dan jejeran meja kursi yang tersusun rapi. Dia kemudian meminjam buku itu dan berniat untuk mengerjakan tugasnya di kelas saja.

Too Late To Regret [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang