Bab 19 - Mungkin Yang Baru

1K 114 20
                                    


Senyapnya malam tak mampu menenggelamkan Evel ke alam tidur. Matanya masih terbuka lebar dan pikirannya masih sibuk.

Evel masih tak bisa keluar dari perasaan aneh yang menganggunya. Perasaan yang dia dapat setelah melihat seorang lelaki bernama Renan.

"Evel."

"Vel."

"Hei, manis."

"Ehehehe."

"Hahahaha."

"Kamu kenapa sih cuek banget?"

"Aku juga baru daftar. Ruangannya ada di sana, lurus saja dari sini, nanti ada gedung yang bertuliskan 'pendaftaran'."

"Nomormu?"

"Namamu Elvelin, ya?"

"Renan."

Evel menarik selimutnya. Sedari tadi dia mengingat suara Kean dan Renan. Dia berpikir bahwa suara Renan mirip dengan Kean. Apakah ini hanya perasaannya saja? Perasaan yang berlomba untuk membuatnya merasa semakin jatuh ke dalam masa lalu.

"Dia masuk jurusan apa?" batin Evel sambil mengingat sosok Renan. "Kalau aku dan dia lolos, itu artinya aku mungkin bisa melihat wajahnya lagi," pikirnya.

Dua minggu kemudian, hari yang ditunggu Evel dengan tak sabar akhirnya datang.

Hari ini adalah hari tes dan Evel sedang duduk sendiri di bangku taman menunggu waktu yang lambat berlalu. Setengah jam lagi tes baru dimulai dan Evel sudah menunggu dengan manis di sini, di depan kampus, sendiri, ya hanya sendiri.

"Dia jurusan apa, ya?" batin Evel lagi. Mungkinkah hari ini dia bisa melihat wajahnya lagi pikirnya.

Sejak dua minggu yang lalu Renan tak luput dari ingatan Evel. Pertemuan singkat itu meninggalkan terlampau banyak kesan baginya. Dia bahkan antusias sekali ingin pergi tes hari ini, bukan karena bersemangat ingin ikut tes-nya namun karena ingin melihat sosok orang itu lagi.

Evel memegangi ponselnya. Dia membuka kontak dan menggeser nama-nama di kontaknya, melewati kontak bertuliskan 'Jangan diangkat nomor Kean'. Dia melewatinya dan berhenti menggeser saat melihat nama 'Renan' di jejeran kontak itu. Dia memang mencari nama itu. Evel ingin mengirim pesan, namun tak tahu pesan apa. Jangankan pesan apa, dia pun tak tahu mengapa dia ingin mengirim pesan ke orang itu.

Ponsel Evel bergetar dan satu pesan masuk.

Risa : Vel, kamu pasti lulus deh jadi gak usahlah aku doain! Oh tidak, usaha tanpa doa sama aja bohong ya. Kudoakan kamu lulus!

Evel tersenyum tipis membaca pesan temannya, dia pun membalasnya dengan ucapan terima kasih. Sesaat setelah itu sebuah telepon masuk dan itu adalah telepon dari Meri.

Evel mengangkat telepon dari Meri dan berbincang dengannya. Evel ingin menceritakan tentang Renan, namun dia berpikir kembali dan tak jadi menceritakannya. Menurutnya tak tepat jika dia menceritakan pertemuannya pada orang yang serupa dengan Kean itu sekarang, sementara kurang dari 15 menit lagi tes akan dimulai.

"Rea bilang Evel pasti lulus jadi gak usah cemas," ucap Meri di sambungan telepon sambil sedikit tertawa.

Evel tertawa kecil. "Oya?" jawabnya.

Tak lama kemudian Evel yang sudah menutup sambungan teleponnya mulai berjalan masuk ke dalam ruang tes karena lima menit lagi tes akan dimulai.

Begitu banyak orang di dalam ruangan. Banyak di antara mereka saling bicara dengan teman-teman mereka. Suasana agak ribut karena banyak yang berceloteh, walaupun ada juga yang terlihat serius menunggu dimulainya tes.

Too Late To Regret [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang