Bab 28 - Kembali

1.2K 108 32
                                    

.

.

"Ah, jangan ngeles deh. Ngaku aja kalau kamu pacaran sama Renan," ledek Maya.

"Beneran enggak," balas Evel.

"Tapi sering jalan bareng," ledek Maya lagi sambil memoles lipstick oranye-nya.

"Berhasil deh deketin Renan," kata Tera pada Evel. "Bikin iklan bareng lagi, ya nggak?" ledeknya.

"Magang juga bareng!" tambah Maya heboh dengan wajah penuh candaan.

"Aku harus jelasin berapa kali sih supaya kalian mau percaya. Kalau masalah bikin proyek iklan bareng itu, Renan yang millih aku satu kelompok sama dia, bukan aku. Alasannya juga karena kami kost sebelahan, gampang ketemu jadi gampang tuker pikiran," balas Evel disambut tawa pelan Maya yang sedang asik berdandan di depan cermin toilet.

"Tapi seneng kan, El, satu kelompok sama Renan gitu," ledek Maya lagi sambil meratakan alisnya.

Evel diam tak tahu harus membalas apa. Dia hanya tersenyum tipis disambut tawa nyaring Maya.

"Kamu juga sengaja milih jurusan Advertising yang sama kayak Renan, ya kan?" ucap Maya sambil memperhatikan pantulan wajahnya dengan cermat di cermin.

"Gimana rasanya di jurusan Jurnalistik, May?" tanya Evel mengalihkan pembicaraan. "Calon news anchor, ya?" katanya.

"Iya, tapi kan harus liputan ke jalan jalan dulu. Make up-ku jadi cepet luntur, padahal ini udah yang paling mahal merk-nya," balas Maya.

"Isha gak ada kabarnya, ya?" kata Evel sambil bersandar di wastafel.

"Dia sibuk sama tugasnya," balas Tera. "Gak nyangka dia ambil jurusan Public Relation. Awalnya dia bilang mau Ad, tapi tiba-tiba belok ke PR. Aku awalnya mau PR malah masuk Ad," jelasnya sambil menyilangkan kakinya dan sibuk menatap ponselnya.

"Hidup memang gak bisa ditebak, sih," ucap Evel. "Aku dulu mau jadi dokter, sekarang jadi anak jurusan Komunikasi," batinnya mengingat.

Evel tersenyum hambar dan suara getar ponsel terdengar di balik tas sandang kecilnya. Evel meraih ponselnya dan melihat pesan masuk.

Renan : El, pengumuman do-pem ada di mading ruang C.

"Pengumuman dosen pembimbing udah keluar," ucap Evel pada kedua temannya.

"Duh!" Maya buru-buru memasukkan alat make up-nya ke dalam tas. "Dapet siapa, ya? Jangan killer dong," ucapnya.

"Moga aja," kata Tera sambil keluar dari toilet dan masih sibuk dengan ponselnya.

"Aku duluan, ya!" kata Evel. "Oh iya, di mading ruang C," katanya lagi sambil berjalan dengan cepat meninggalkan Maya dan Tera.

Ruang C

Evel menghampiri Renan yang sudah lebih dahulu sampai di depan mading.

"Satu jurusan sama Renan gak, ya?" batin Evel harap-harap cemas. "Gimana, Nan? Siapa dopem-ku?" tanya Evel yang kini sudah ada di depan mading.

"Tuh, namamu," tunjuk Renan santai disambut wajah melongo Evel.

"Pak dosen janggut segiempat itu?" gumam Evel dengan wajah kecewa dan patah arang. "Beliau ... super killer, kan?" kata Evel lagi dengan rona sedikit pucat. Evel lalu melihat jejeran kata lain di sebelah nama dosen pembimbing satu.

"Dosen pembimbing duanya Ibu Rika?" ucap Evel dengan mata yang hampir saja diliputi rembesan airmata kecewa. Evel trauma karena kakak tingkat pernah bilang kalau Ibu Rika itu super nyusahin.

Too Late To Regret [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang