Bab 29 - Suatu Hari Nanti

1.1K 99 14
                                        

Seorang gadis jangkung melangkahkan kaki jenjangnya melintasi tempat tidur sebuah hotel. Dia lalu membuka tirai jendela besar yang ada di depannya. Pemandangan kota Amsterdam tergambar di sorot mata jernihnya. Lampu-lampu malam yang menghiasi gedung-gedung dan bangunan khas kota itu, langit dan lampu-lampu trem yang lalu lalang dengan cahaya bulan tanpa bintang, membuat corak bola matanya menjadi bersinar gemerlapan. Gadis itu adalah Dena. Dia baru saja menyelesaikan penerbangan dan kini beristirahat di sebuah hotel bersama kru kabin lainnya.

Cukup lama Dena memandang ke luar jendela. Setelah itu, dia masuk ke kamar mandi, membasuh tubuhnya. Dena keluar dari kamar mandi dengan rambut basah dibalut handuk putih. Dia lalu duduk di atas tempat tidur dengan wajah segar dan cantik yang tak lusuh walau tak dibalut riasan lagi.

Dena meraih ponsel di meja samping tempat tidur. Terpampanglah dengan manis foto sahabatnya yang setia dia pajang sebagai wallpaper ponselnya sejak enam tahun lalu. Dena ingat, teman-teman kerjanya pernah bertanya siapa lelaki itu, bahkan kekasihnya sendiri juga begitu. Dan setiap kali ditanya siapa lelaki yang jadi wallpaper ponselnya itu, dia selalu bilang kalau orang itu adalah saudaranya. Dena ingat, Kean pernah bilang kalau mereka seperti saudara.

Dena merebahkan tubuhnya, membuka kontak, dan mencari nama ayahnya. Namun, sebelum sempat menekan tombol panggil, sebuah telepon masuk ke ponselnya.

"Jojo?" gumam Dena sambil kemudian mengangkat telepon sambil berpikir ada apa gerangan Jojo meneleponnya. "Halo, Jo. Kenapa?" tanya Dena.

"Kamu kapan ada hari libur?" tanya Jojo langsung.

"Memang kenapa, Jo?" balas Dena dengan suara khasnya yang terdengar kalem dan lembut, tetapi agak besar.

"Mau reuni, Na. Harus hadir semua. Kamu kapan free?"

"Emm, minggu depan, sih, Jo. Tiga hari dari hari Kamis," jawab Dena.

"Pas banget! Sabtu kita reunian. Ini kamu di mana?"

"Amsterdam."

"Widih, jauh amat!" balas Jojo dibalas senyuman tipis Dena.

"Mau oleh-oleh apa, Jo?"

"Haha! Apa ajalah!" balas Jojo.

"Yakin semua bisa hadir hari itu, Jo?"

"Yakin. Semua anak kelas kita sudah fix weekend gak ada acara lain," balas Jojo. "A-ada, sih, yang gak bisa hadir," kata Jojo lagi tak ingin melupakan bahwa Kean juga adalah teman sekelas mereka.

Dena tersenyum, tetapi dengan segumpal rasa kecut.

"Yah, gawat, nih, aku sudah bikin Dena baper!" kata Jojo saat sambungan teleponnya terdengar sepi karena Dena tak membalas selama beberapa detik.

"Enggak, kok," balas Dena. "Aku aja lagi senyum ini," katanya sambil tersenyum, tetapi matanya tampak mulai berkaca-kaca.

"Haha, bagus, deh! Sampai ketemu Sabtu depan!" seru Jojo. "Oh iya, oleh-olehnya, ya!" ucapnya lagi sebelum menutup sambungan telepon.

Dena memejamkan matanya sejenak, menahan rembesan air mata supaya hilang ditelan kedipan.

"Reuni, ya?" batin Dena sambil menarik napas yang terasa perih. Bibirnya membentuk senyuman masam. Dia mengingat kembali masa-masa SMA, masa-masa yang menyenangkan dan indah dengan akhir yang sangat menyakitkan.

Dena merasa waktu sudah cukup banyak berlalu. Dahulu dia masih memakai seragam putih-abu, sekarang dia memakai seragam kerja. Dia kangen masa sekolahnya. Dia kangen teman-teman sekelasnya, teman-teman dekatnya. Ada Jojo, Nata, Nada, Inda, Eza, dan lainnya. Dan yang lebih penting ... ada Kean di masa itu.

Too Late To Regret [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang