Bab 21 - Antitesis

1.2K 105 7
                                    

"Aku minggu lalu ketemu si juara sekolah," ucap Jojo pada teman-temannya. Mereka sedang berkumpul bersama di sebuah kafe.

Nata memasang wajah heran, mengkerutkan alis tipisnya.

"Itu loh, yang ditaksir temen kita," jelas Jojo.

"Oh, dia," balas Nata.

Dena tampak merubah ekspresi wajahnya. Wajahnya yang terlihat lembut dan bersahabat kini sedikit menyimpan rasa dongkol.

"Kamu, baru dua tahun lebih lulus udah lupa?!" ledek Jojo ke Nata dengan suara nyaringnya yang khas.

"Bukan lupa. Cuma gak inget," balas Nata santai.

"Sama aja bego," sahut Jojo.

"Maksudku, aku cuma gak mau inget-inget soal cewek itu, lagian ngapain juga nginget dia," jelas Nata sambil menyeruput orange juice-nya.

"Iya, bener. Kayak penting aja," sahut Dena dengan nada sedikit jutek.

Jojo lalu melihat Dena yang duduk di sebelah Nata, wajah gadis ayu itu tampak pahit. Nata tersenyum kecut pada Jojo sambil kemudian menyumpahi Jojo dengan tatapan mata, menyalahkannya kenapa sampai membahas masalah sensitif yang berhubungan dengan Kean.

"Maaf, Na," ucap Jojo.

"Buat apa?" tanya Dena dengan wajah kalemnya saat memandang Jojo. Dia lalu tersenyum pelan dengan sedikit rasa masam.

"Bahas masa lalu," balas Jojo. "Tapi waktu ketemu dia, sumpah deh mendadak aku jadi asal bicara karena terbawa perasaan. Aku bilang ke dia kalau dia seenggaknya harus nyesel!" ucap Jojo yang malah kebablasan bicara. "Kataku dia harusnya hargain Kean, dan jangan anggap Kean sebagai orang yang menyebalkan," jelas Jojo.

"Gak apa lah dia anggap Kean menyebalkan. Gak penting juga anggepan dia ke Kean. Kean banyak punya temen yang sayang ke dia, gak perlu cemas hanya karena gak disukai gadis itu," balas Dena dengan sedikit berapi-api.

Nata dan Jojo mendadak bungkam dan bingung harus menanggapi ucapan Dena dengan cara yang seperti apa. Nata kembali menatap Jojo dengan tatapan menyalahkan karena telah membawa topik sensitif ke dalam pertemuan mereka yang harusnya menyenangkan ini.

"Aku sebel sama cewek itu, Jo, Ta," jelas Dena. "Sebel rasanya kalau ingat betapa Kean suka sama dia, tapi dia sama sekali gak hargain Kean. Kalian tahu, gak? Temenku, Kak Alda, dia perawat yang ada di dalam ambulans waktu Kean kecelakaan. Waktu dia sampai di sana, gak ada satu pun orang yang peduli buat sekedar kasih pertolongan pertama atau apa padahal Kean masih hidup, masih napas. Dan kalian tahu kan Evel saksi dari kecelakaan itu? Berarti dia ada di sana, dan berarti dia juga gak lakuin apa-apa? Si gadis pintar yang harusnya bisa mikir juga kan kalau ada kejadian kayak gitu," jelas Dena dengan penuh emosi.

Nata dan Jojo diam mematung. Tadinya ingin menghentikan ucapan Dena, namun kini malah mendengarkannnya dengan serius.

"Jahat, kan? Sebegitu gak sukanya kah dia sama Kean? Ngebiarin dia di situ, gak mau nyentuh Kean kah dia?" Dena ingin melanjutkan ucapannya, namun terhenti sejenak karena menahan rasa panas yang menguap di dadanya.

"Udah, Na," kata Nata pelan sambil mengelus punggung Dena sejenak.

"Kalau aku di situ, aku bakal hampiri Kean, aku bakal nolong dia seperti apapun itu. Walau dia gak akan selamat pun aku tetap coba tolong dia. Tapi, cewek itu gak ngapa-ngapain. Oke lah orang-orang jaman sekarang memang lebih seneng nontonin dibanding nolongin, tapi Evel? Dia kenal sama Kean, teman satu sekolah, tetangganya. Gak punya hati kah dia ngebiarin Kean?" ucap Dena dengan mata memerah karena emosi.

"Udah, udah, Na," kata Nata menenangkan Dena sambil mengelus punggungnya sejenak.

"Yah, orang sekarang kalau ada musibah lebih seneng nonton daripada nolong," kata Jojo dengan wajah kecewa. Dia sebenarnya kesal juga pada Evel, namun dia memilih tak mengungkapkannya dengan kalimat seperti yang Dena lakukan. Jika dia mengucapkannya otomatis perasaan Dena akan semakin menyala dan Dena juga yang kasihan karena luapan emosinya sendiri.

Too Late To Regret [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang