Bab 25 - Semangat Renan!

1K 91 5
                                    

"Kenapa, El? Kelihatan melamun aja dari tadi. Mikirin apa?" tanya Isha yang duduk di samping Evel.

"Mikirin Renan, ya?" ledek Maya.

"Enggak lah," balas Evel mengelak.

"Renan itu ganteng banget, ya. Tapi agak gimana gitu," kata Maya.

"Antara sombong dan pendiam," sahut Tera disambut anggukan Isha.

"Tapi dia pinter banget," ucap Maya sambil memukul pelan setir mobilnya. "Susah banget nyaingin dia," katanya.

"Iya," balas Evel. Dia asal jawab karena pikirannya sedang ke arah lain. Dia masih kepikiran Renan dan ini sudah tiga hari sejak kejadian Renan 'mengamuk' di kamarnya itu.

Renan berdiam diri di dalam kamar kost-nya. Dia memang tak pernah pergi kemana pun kalau bukan untuk kuliah dan belanja. Hidupnya seolah berada di dalam tempurung yang dia buat sendiri. Dia memang seperti itu. Dia bisa mau kuliah seperti sekarang pun itu karena Ana yang membujuknya berkali-kali. Kalau tidak, dia mungkin akan mengurung dirinya seperti dahulu.

"Capek juga," keluh Evel sambil membuka pintu. "Oya, Renan gak apa-apa kan, ya?" pikirnya sambil menginjakan kakinya ke dalam kamar kost-nya.

Evel langsung berjalan menuju ke pintu belakang lalu membukanya, dia kemudian menoleh ke samping dan melihat pintu kost Renan tertutup rapat. Evel tampak ragu ingin mengetuk pintu itu, dan di tangannya dia membawa kantung pelastik berisi kotak kue.

"Apa aku berlebihan kalau memberinya? Tapi, dari tadi aku kepikiran dia terus. Aku lagi asik bersenang-senang, dan dia di kost kesepian. Huh, kenapa coba dia gak coba bergaul atau jalan kemana, kek. Gak capek apa di rumah aja. Ngomong-ngomong aku juga lebih seneng di rumah sih, tapi kan adakalanya cari kegiatan di luar," batin Evel sambil berpikir di depan pintu kost Renan. Lalu, tiba-tiba pintu kost itu terbuka.

Renan melihat Evel yang ada tepat di depan matanya. Mata gadis itu menyorot sedikit kekagetan.

"Ini, buat kamu," kata Evel menahan rasa bingung dan paniknya karena tiba-tiba saja Renan ada di depannya padahal dia tadi sedang berpikir keras untuk memberikan atau tidak memberikan apa yang ada di tangannya ini.

Renan menatap Evel dengan tatapan 'apa?'

"Ini martabak manis," kata Evel sambil nyengir ragu-ragu.

"Maaf. Gak usah," balas Renan.

Evel menatap Renan dengan sorot mata yang berubah, tampak kesal dan kecewa.

"Aku gak suka makanan manis. Bukan gak mau nerima," kata Renan menjelaskan.

Evel lalu mengangguk dengan wajah semasam cuka dan berbalik ke kost-nya.

"Apa bedanya gak nerima sama gak suka makanan manis? Intinya kan dia gak nerima juga," batin Evel. "Ini martabak enak banget, rugi kamu gak cicipin," ucapnya dalam hati sambil mengeluarkan makanan kesukannya itu dari kotak dan memindahkannya ke piring dengan aura sebal.

Sementara itu, di sebelah, Renan tampak diam dan kembali menutup pintu belakang. Dia lupa dia tadi membuka pintu itu untuk apa.

***

Ana mengusap wajahnya dengan pelan lalu naik ke atas tempat tidurnya. Rumah masih terasa ramai, namun dia merasa perlu istirahat. Jadi, dia memilih untuk tidur di tengah ributnya suara kerabatnya di ruang keluarga.

"Renan gak membalas," pikir Ana saat melihat layar ponselnya. Tiga hari berlalu sejak pesannya dia kirim dan Renan tak ada membalas. Dia lalu mengetik pesan....

Too Late To Regret [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang