Bab 38 - Takdirkah?

2.3K 139 132
                                    

Takdir memang unik, kadang mendekatkan kita pada sesuatu lalu memisahkannya, kadang menjauhkan kita pada sesuatu lalu mengikatnya.

Satu tahun. Ya, satu tahun telah berlalu begitu saja setelah hari di mana Renan mengatakan bahwa dia mencintai Evel. Dan kini, semuanya telah berubah. Tempat, suasana, dan waktu telah berbeda. Namun, ada satu hal yang masih sama, yaitu rasa sayang Evel pada Kean, atau mungkin Renan?

Renan berdiri di depan meja kerjanya yang lekat pada dinding di depannya. Dinding yang penuh tulisan serta tempelan beberapa helai kertas dan sticky notes berisi proyek-proyek iklan yang sedang dikerjakannya. Dan di antara beberapa tulisan itu, ada satu yang menonjol. Sebuah tulisan yang ada di sticky note oranye, betuliskan Semangat Renan! Tulisan simpel yang kenangannya tak se-simpel itu.

Renan tersenyum singkat saat matanya yang tadi sibuk meneliti ke lembar kerjanya tak sengaja melihat sticky note itu. Dia terdiam sejenak dengan wajah manisnya. Dia tentu tak lupa dengan gadis bernama Elvelin yang menemaninya saat kuliah, dan sticky note ini adalah saksi awal mula perasaannya pada gadis itu. Gadis yang jika diingat lagi, memberinya banyak jalan untuk kembali tersenyum. Gadis yang awalnya dia abaikan, tapi akhirnya dia sukai karena sifatnya yang selalu riang padanya --- walau kadang jutek jika sebal. Gadis yang memberinya sebotol ice coffee dan menempelkan sticky note penyemangat ini. Gadis yang sifat perhatiannya mencuri 'rasa' yang ada di dalam hati Renan. Namun, menghancurkannya di saat terakhir.

Suara pintu terbuka membuat Renan mengarahkan tatapannya ke arah sumber suara. Seorang gadis sedang membuka pintu sambil tersenyum lembut. Dia adalah gadis jangkung dengan wajah ayu.

"Makan dulu," ajak Dena. "Kak Ana udah nungguin," jelasnya.

Renan mengangguk singkat lalu melangkahkan kakinya menyusul Dena yang sudah beranjak lebih dahulu.

Sementara itu, di sebuah tempat yang berbeda.

Sebuah ruangan minimalis bercorak hitam, abu dan putih terlihat cukup sepi. Namun, pikiran seorang gadis yang duduk di depan meja kerja berwarna cokelat tua nampak ramai. Evel sedang berkonsentrasi pada pekerjaannya. Dia bekerja sebagai copywriter di sebuah perusahaan periklanan.

Evel sedang berpikir, memutar otak untuk membuat konsep atau cerita yang akan digunakan dalam setiap iklan yang akan dikerjakan. Dia kini sibuk mengetik lalu mencoret-coret kertas yang sudah penuh dengan beberapa coretan pensil di tangannya. Pensil itu sudah sedikit lebih pendek dibanding sebelumnya. Pensil milik Kean, yang bagi Evel sangat berharga.

Evel menutup kalimat yang dia ketik dengan tanda titik lalu mengistirahatkan kepenatannya. Dia lalu melihat ponsel di sebelah kanannya bergetar. Evel meraihnya dan membaca pesan dari adiknya yang menyuruhnya untuk pulang weekend ini.

Evel tampak berpikir sambil menatap ke arah pot bunga bonsai mini di sebelah kirinya. Dia lalu mengalihkan sorot matanya kembali ke layar ponselnya dan mengetik beberapa kata.

Sementara itu, di tempat yang lain. Ruang keluarga terdengar sedikit ramai dengan berbagai suara. Renan sedang bertukar kata dan canda dengan dua orang perempuan yang menurutnya paling berarti dalam hidupnya.

Seorang gadis berwajah lembut duduk sambil tersenyum memperhatikan adiknya yang sedang berbicara dengan santai. Sementara satu lagi, seorang gadis mendengarkan ucapan Renan dengan sedikit serius, namun penuh senyuman, tangan kirinya menyentuh lengan Renan. Lalu gadis itu tersenyum dan menyandarkan sejenak kepalanya di pundak Renan. Gadis itu adalah Dena.

***

Suara bel berbunyi dan sebuah pintu terbuka. Evel melangkah masuk disambut adiknya, Rafa, yang kini sudah jauh lebih tinggi darinya. Pemuda itu kini bukan bocah lagi.

Too Late To Regret [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang