Ana : Nan. Kasih tau kakak ya wisudanya kapan. Ini udah semester akhir kan? Gimana tugas akhirmu? Kakak doakan moga dapat hasil yang memuaskan.
Ana lalu menekan tombol kirim dan tersenyum hambar. Dia tahu, SMS-nya tak kan dibalas Renan.
Renan membaca pesan dari kakaknya dengan sorot sesal, namun kecewa.
"El!" panggil Renan.
"Apa?" balas Evel yang sedang duduk di atas tempat tidur sambil bersandar dan membaca.
"Kampus, yuk," ajak Renan.
"Ngapain?"
"Lihatin Josen joget-joget di balkon gedung teater," jawab Renan.
"Bercanda kamu," balas Evel sambil tersenyum miring.
"Ayo. Lihatin latihan Josen atau jalan ke mana, kek. Pulangnya beli martabak, mau?"
"Mau," balas Evel segera.
"Gampang banget sih, El, disogok sama martabak," ledek Renan disambut tawa Evel.
Langit agak mendung dan udara terasa dingin, namun bagi Evel ini adalah suasana yang paling disenanginya. Kini, dia dan Renan sedang melangkah di halaman kampus yang luas dengan santai. Tak jauh disisi mereka, di lapangan basket, beberapa mahasiswa sedang asik bermain basket. Evel tersenyum masam, teringat Kean.
Renan ikut menoleh memperhatikan apa yang diperhatikan Evel. Sekelompok anak muda sedang bermain basket bersama dan salah satunya adalah temannya, Rofa. Lalu, salah satu bola basket melayang ke arah mereka dan jatuh menggelinding di depan Evel. Evel tampak mengejar bola yang menggelinding pelan itu lalu mengambilnya.
"Kamu bisa main basket, Nan?" tanya Evel sambil membawa bola basket.
"Makasih, ya!" seru salah satu orang yang ada di lapangan basket tak jauh dari mereka.
"Enggak," balas Renan pada pertanyaan Evel.
Evel mencoba men-dribble bola di tangannya, tapi dia malah terlihat seperti memukulinya.
"Bukan gitu caranya, El," kata Renan mengambil alih bola di tangan Evel. Dia lalu men-dribble bola itu.
"Katanya gak bisa main basket," ucap Evel dengan sedikit nada sebal.
"Gak bisa main kan bukan berarti gak bisa dribble," ledek Renan pada wajah sebal Evel. Dia lalu melemparkan bola itu ke lapangan. "Gitu aja ngambek," ledek Renan pada wajah 'sedikit' cemberut Evel.
"Kamu sih, dulu kamu bilang gak bisa naik sepeda ternyata bisa. Kamu bilang gak terlalu suka seni karena bukan bidangmu ternyata tugas fotografi bagus, terus hebat ngedesain. Sekarang bilang gak bisa basket, tapi bisa nge-dribble."
Renan menertawakan ucapan sebal Evel. "Cuma dribble bola basket, El. Itu sih gampang. Memang kamu gak pernah diajarin main basket waktu SMA?" tanyanya tak habis pikir sambil masih sesekali tertawa.
"Iya, iya," balas Evel menyudahi perselisihan kecilnya dengan Renan.
Gedung teater
Renan dan Evel melihat aksi Josen yang sedang berakting.
"Peran Josen jadi apa?" tanya Evel sambil memperhatikan Josen yang sedang beradu akting dengan teman-temannya. Kedua pipi lelaki ceking itu ada coretan hitam, dan dia memakai baju sedikit compang-camping sambil menyerukan kata-kata lantang.
"Gak tahu lah. Kukira dia kebagian peran jadi pohon atau rumput liar gitu ternyata lumayan juga perannya," kata Renan.
Evel menyambut ucapan Renan dengan tawa singkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Too Late To Regret [Completed]
RomansaRasa sesal adalah rasa yang paling sia-sia. Masih bisakah mendapatkan rasa 'bahagia' yang pernah dibuang demi sebuah penyesalan? Ketika seorang gadis yang tak pernah mau peduli dengan sekitarnya tiba-tiba mendapat ungkapan suka dari seorang lelaki y...