Bab 12 - Semakin Dekat

1.4K 123 5
                                    

Dok dok dok

Suara ketukan terdengar di dinding.

"Eh, Vel. Lagi ngapain?" tanya Kean. "Vel, denger deh. Aku belajar lagu baru, dengerin, ya?" katanya.

"Aku lagi belajar tahu," balas Evel kesal dari balik tembok.

"Justru kalau lagi belajar kamu harus dengerin lagu ini. Dijamin belajarmu lebih menyenangkan."

"Menyenangkan apanya. Apapun itu kalau dari kamu enggak ada menyenangkan-menyenangkannya sama sekali," gumam Evel sambil memandang ke buku yang dia baca lalu menulis dengan pensil yang ada digenggaman tangannya.

Kean lalu memainkan sebuah lagu atau lebih tepatnya musik Ludwig van Beethoven yang terkenal itu, Adagio Cantabile. Musik yang sebenarnya dari piano itu dimainkannya dengan gitarnya.

***

Hari berganti menjadi sore dan begitulah setiap hari. Pagi berlalu, malam datang, dan esok hari pun akan seperti itu. Evel dan Kean pun melalui hari-hari seperti biasanya. Evel masih seperti dulu, dengan cueknya yang khas, dengan gengsinya yang khas jika Kean mencoba membantunya. Kean juga seperti dirinya biasanya, dengan senyumnya yang khas, tawanya yang manis dan sosoknya yang masih mencoba mendekati Evel.

Tak terasa ujian akhir sudah sangat dekat. Sebelumnya Evel cukup frustasi memikirkannya dan dia belajar terlalu giat karenanya. Saat dia sedang belajar Kean sering memainkan gitar untuk menghiburnya.

"Setiap main gitar lagunya itu-itu aja, gak ada lagu lain apa?" tanya Evel sambil sibuk menjawab soal di buku paket UN.

"Eeh, kamu mau aku mainin lagu lain, ya? Entar deh aku belajar lagu-lagu yang lain demi Evel," balas Kean.

"Gak usah. Bukan itu maksud aku. Aku gak minta kamu mainin lagu lain, aku tuh tadi ngeledek tahu."

"Bisa yaa sekarang ngeledekin aku," balas Kean dengan nada usil dan candaan.

"Tsk," balas Evel jengkel. "Kamu bukannya belajar malah main gitar," ucapnya.

"Memangnya aku main gitar berapa jam sehari? Paling, gak sampai tiga puluh menit, kan? Sisanya aku belajar tuh. Daripada kamu, belajar hampir seharian, gak gila kamu? Haha."

"Apaan sih ketawa-ketawa. Lucunya di mana," gumam Evel sambil mencoret pilihan 'a' di soal.

Dan begitulah mereka, tak berubah, yang satu cuek dan yang satu tak pernah berhenti ceria.

Evel sedang sibuk sendiri di depan kelas sambil melihat-lihat dan mengaduk-aduk tas sekolahnya dengan airmuka yang sedikit panik. Kean yang berdiri di dekat pintu kelasnya melihat tingkah Evel yang berjarak satu meter darinya itu.

"Kenapa?"

"Ketinggalan pensil," balas Evel. Dia panik jadi dia langsung membalas ucapan Kean padahal dia biasanya malas membalas ucapannya apalagi kalau di sekolah.

"Coba cari lagi," suruh Kean.

"Udah," balas Evel. "Buang-buang waktu aja cari lagi," balasnya sambil kembali memakai tas sandangnya.

Kean lalu mengeluarkan pensil dari dalam tasnya dan diam-diam memasukkannya ke dalam tas Evel yang sedikit terbuka.

"Siapa tahu keselip. Coba keluarin semua isi tasmu," suruh Kean pada Evel yang ingin masuk ke dalam kelas.

Evel lalu membalik tasnya di bangku panjang di depan kelas dan sebuah pensil pun terjatuh.

"Tuh, kan," kata Kean sambil kemudian tersenyum dan masuk ke kelasnya.

Too Late To Regret [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang