Bab 33 - Senyuman Yang Pernah Hilang

1.2K 110 54
                                    

Setiap orang punya titik terendah dalam hidupnya. Di saat semuanya terasa menjadi tak tertahankan.

Beberapa dokter dan perawat keluar dari sebuah ruangan, menyisakan seorang perawat saja yang tertinggal. Kean merasa sangat tersiksa karena sama sekali tak bisa menggerakkan badannya, dan sama sekali tak bisa berucap bahwa dia merasakan sakit yang amat hebat di beberapa bagian tubuhnya. Sorot matanya lalu mengarah pada seorang perempuan muda yang menghampirinya dengan wajah yang hampir menangis. Perempuan itu langsung memeluknya dan tampak berucap beberapa kali, namun Kean tak dapat mendengar dengan jelas apa yang diucapkannya. Kean hanya memandangnya dengan sorot mata yang sayu dan sedikit kosong karena pikirannya terasa buram.

"Kean," ucap Ana sambil menatap adiknya dengan haru lalu tersenyum dengan lelehan air mata di pipinya.

Kean memperhatikan ucapan yang keluar dari bibir perempuan muda di depannya.

Ana merasa lega saat sorot mata adiknya mengarah padanya dan tak kosong lagi.

"Ini Kakak," ucap Ana.

Kean menangkap apa yang terucap dari bibir Ana walau tak mendengarnya dengan jelas.

"Kakak?" Kean ingin berucap, namun ucapannya tak dapat diproses oleh bibirnya. "Kak Ana?" Dia lagi-lagi berusaha berucap, namun ucapannya tak tersampaikan lewat suara dan tenggelam dalam batinnya.

"Terima kasih," ucap Ana lirih sambil memegang lengan adiknya dengan erat ditemani air mata bahagia yang mengalir di pipinya.

Kean merasa tiba-tiba seluruh tubuhnya kembali dialiri aliran menyakitkan. Kepalanya rasanya sangat sakit seperti ditindih sesuatu yang amat berat. Sekuat tenaga dia merasakan sakitnya dan rasanya sungguh menyiksa.

"Kenapa?" tanya Ana panik saat melihat adiknya tampak menahan sakit.

Perawat lalu menangani Kean dengan hati-hati.

Tak lama kemudian beberapa kerabat mulai masuk. Kean memandang dengan tatapan sayu ke arah beberapa orang yang masuk, perempuan tengah baya dan pria yang juga tengah baya.

"Ibu?" batin Kean bingung. Dia tak mengenali mereka. Rasanya baru pertama kali melihat wajah itu, sama seperti saat dia melihat perempuan muda yang ternyata adalah kakaknya tadi. "Bukan?" pikirnya bingung.

Kean tak mengerti apa ini, dia tak mengenali wajah-wajah di depan matanya. Dia ingat dengan semua anggota keluarganya, dari Ayah dan Ibunya, Kak Ana, sampai semua paman serta bibinya. Namun, dia lupa seperti apa rupa mereka, dan melihat beberapa orang yang datang ini rasanya seperti baru pertama kali bertemu.

Kean lalu mengingat ke belakang, mengingat teman-temannya, ada Dena, Jojo, Nada, Nata, dan dia mengingat Evel, tapi dia lupa bagaimana rupa mereka, dia lupa wajah atau sosok mereka.

Kean merasa pikirannya teracak-acak. Dia sangat bingung dan kebingungannya terasa menyakitkan. Dia tak bisa berucap, tak bisa menggerakkan tubuhnya, tak bisa mendengar dengan jelas, dan hantaman demi hantaman rasa sakit rasanya seperti memukul dan merusak isi kepalanya. Bukan hanya itu, tubuhnya pun terasa sangat sakit dan sakitnya menyayat-nyayat, dan kini dia juga tak bisa mengingat rupa orang yang pernah dia kenal sebelumnya.

"Syukurlah," kata Bi Rara dengan nada lega.

"Kean. Dengar Kakak, kan?" tanya Ana.

Kean menatap kakaknya sambil menahan sakit yang amat sangat. Rasanya hampir saja mati saking sakitnya.

"Kean? Kenapa?" tanya Ana cemas.

Lalu perawat dan dokter yang dipanggil pun kembali menangani Kean.

Too Late To Regret [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang