Hujan deras mengguyur kota surabaya. Membuat semua orang meringkuk nyaman dalam selimut. Begitu juga dengan Retta. Gadis itu bangun duduk di tepi ranjang mengumpulkan kesadaranya. Setelah sadar Retta melangkah sempoyongan menuju kamar mandi. Sebelum ibu nya meneriakinya untuk bergegas.
"Retta.. Ayo makan!" teriak Ibu dari dapur.
"Iya bu, Sebentar lagi Retta belum siap!" Jawabnya sambil menyambar kaus kaki dan tas nya. Ibu menyodorkan piring pada Retta yang baru duduk di meja makan.
"Nanti jangan ke cafe ya.. Siang ini Ibu mau pergi mengurus beberapa hal saat kita pindah ke sini.. Ibu juga gak bakalan lama kok. Makanan ibu taruh dikulkas ya.." sahut ibunya sambil meletakan telur di nasi goreng Retta.
Setelah berpamitan dengan ibunya Retta bergegas berangkat sekolah. Walau jam masih menunjukan pukul 6 kurang 20 menit. Retta takut terkena macet dan juga karna memang dia naik bus. Jadi, memang harus berangkat lebih pagi jika takut terlambat.
Retta memindahkan pegangan payung oranye gelap itu ke tangan yang lainya. Hujan sudah berganti jadi gerimis. Retta menghembuskan nafas lega. Beruntung dia bawa payung selalu dalam tas. Bisa saja nanti hujan turun lebat lagi.
Gerbang sekolah terlihat masih sepi. Satu dua orang berjalan ke dalam sekolah yang sepi. Hanya suara angin yang terdengar. Retta menelan ludah dan melangkah perlahan menuju kelasnya.
Retta mulai takut. Membayangkan cerita horor yang sering ia baca di novel. Disatu sisi dia sangat menyukai cerita bergenre horor tapi disisi lain dia sangat paranoid bila dalam situasi seperti ini.
Dedaunan bunga hias di pekarangan sekolah basah karena hujan tadi. Retta menghela napas menenangkan diri. Dia menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Mengusir semua pikiran mengerikan itu dan masuk ke kelasnya. Retta langsung mengeluarkan ponselnya dan memainkan games atau apa saja untuk mengalihkan semua rasa takut berlebihan itu.
Terdengar langkah kaki berderap mendekat. Jantung Retta mencelos. Seseorang semakin dekat. Sontak Retta langsung bersembunyi dibawah meja.Wajahnya memucat. Retta ketakutan.
Retta membuka matanya. Ada yang janggal, langkah kaki. Bukannya hantu itu berjalan mengambang di udara. Lalu juga, bukannya itu suara..
Retta melongok kan kepalanya ke atas meja dengan takut-takut. Gadis itu terdiam melihat pemandangan itu. Fabian berdiri di sana dengan satu alis yang ia naikan
"Ngapain lo disana? Nyari cicak??" Fabian menatap heran melihat gadis yang memucat berjongkok di bawah meja itu.
Retta diam menunduk tak tau apa yang harus ia katakan. Tak mengubris perkataan Fabian yang tak masuk akal.
"Atau jangan-jangan lo ngira gue setan kali ya?" Fabian tersenyum geli.
Sedangkan Retta tidak tahu sudah bagaimana wajahnya. Ia benar-benar malu. Ia berdiri dan setengah berlari keluar kelas. Mengabaikan Fabian yang tertawa kecil.
Retta mencuci wajahnya di kamar mandi. Ia benar-benar malu. Setelah mengelap wajahnya yang basah Retta kembali lagi ke kelasnya. Kelas sudah cukup ramai. Semua orang mulai berdatangan.
Ia menghela napas pelan mengingat kebodohan yang telah ia lakukan. Tapi Retta bersikap biasa saja. Fabian, anak laki-laki menyebalkan itu tak terlihat batang hidungnya. Retta kembali duduk dibangkunya.
Seorang gadis dikelasnya tersenyum padanya. Dia membalas senyuman itu. Anak perempuan itu mendekat dan duduk di bangku di depan nya. Retta tersenyum kaku. Hari pertama sekolah kemarin dia belum berkenalan dengan teman sekelasnya. Dia hanya duduk manis dan saat belajar dipanggil ke ruang guru untuk mengurus beberapa hal tentang kepindahanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Rain is You
Teen FictionHujan yang kerap dikaitkan dengan hal sedih. Lalu bagaimana dengan seseorang yamg memandang hujan sebagai anugerah.Karena, kadang mewakili perasaannya. Yang menganggap hujan sebagai air mata dan salah satu hal yang menenangkan. Beberapa orang mungki...