Retta melangkah keluar masjid. Setelah selesai sholat dzuhur. Gadis itu mencari Fabian di halaman masjid. Namun, hanya motornya yang ia temukan.
Gadis itu duduk di teras masjid menunggu Fabian yang mungkin masih berada dalam masjid.
Retta terkejut melihat pemandangan anak laki - laki berumur terjatuh sontak anak itu langsung saja menangis kencang. Retta yang bingung segera menghampiri anak itu namun seseorang lebih dulu menghampiri anak laki - laki itu.
"Anak laki - laki harus kuat, sini.. ayo berdiri."
Retta menatap Fabian yang menggendong anak laki - laki itu dan mendudukannya di teras masjid.
"Jatuh sendiri kan? Nah... Makanya jangan lari - lari."
Anak kecil itu masih sesegukan. Fabian menatap kaki anak itu yang terluka di bagian lututnya. Melihat itu Retta langsung berinisiatif membeli plester dan air.
Saat kembali anak laki - laki itu telah diam. Sambil mengemut sebuah permen. Retta pun melihat Fabian mengobati luka anak itu denga obat merah.
"Lo bawa obat?" Hanya itu pertanyaan yang terlontar oleh Retta melihat Fabian mengobati anak itu.
"Nah, sekarang nggak sakit lagi kan?" Fabian mengangkat tanganya sebelah dan berhigh five dengan anak laki - laki itu.
Retta hanya tersenyum tipis dan menyodorkan minuman pada anak itu.
"Adek mau minum?"
Anak laki - laki itu menatap ragu sebentar. Retta membuka kan tutup botol dan menyerahkan minuman pada anak itu. Sekarang senyum nya semakin lebar melihat wajah kebingungan anak kecil itu. Anak itu meneguk air yang disodorkan Retta dengan malu - malu.
"Erland, disini kamu rupanya. Kemana aja kamu nak.." Ujar seorang wanita usia tiga puluhan tergopoh - gopoh menghampiri anak laki- laki itu.
"Maafin mama ninggalin kamu disini." Wanita itu terlihat menangis terharu sambil terus memeluk anaknya.
Ibu itu menatap dua remaja yang tengah menatapnya. "Erland jatuh ya? Makasih ya dek sudah obati lukanya." Ucap Ibu anak itu dan kemudian pamit pergi.
Fabian dan Retta hanya mengangguk dan tersenyum menatap Ibu itu. Namun, tidak lama senyum Fabian menghilang digantikan helaan nafas berat.
"Lo kenapa?" Tanya Retta
Fabian menatap gadis itu sebentar. Retta bisa melihat jelas sorot mata sedih Fabian meski kini ia hanya menatap Retta datar seperti biasa. Gadis itu menipiskan bibir. Ternyata begitu Fabian menyembunyikan semua. Dengan berpura - pura semua baik - baik saja.
"Ya udah yuk, kita pergi sekarang."
Tanpa banyak bicara Retta berjalan dibelakang Fabian mengikuti anak laki - laki itu. Tak tahu kemana tujuannya ia hanya mengikuti Fabian. Selama perjalanan gadis itu hanya memandangi jalan.
"Fabian... Menurut lo apa sih definisi bahagia?" Tiba- tiba Retta ingin menanyakan pertanyaan itu pada Fabian.
Fabian melirik Retta lewat kaca spion. Sedikit bingung dengan pertanyaan Retta.
"Bahagia ya bahagia, kalau mau tau definis lo cari google aja sono." Balasnya mengusili Retta.
"Gue serius Fabian." Retta mengerutkan kening dan melengos kesal.
Fabian jelas mengalihkan jawaban. Ia hanya tidak ingin menunjukan perasaan sebenarnya.
"Oh ya, lo tadi dapat obat darimana?" Tanya Retta.
"Oh itu... Obat dulu yang lo kasih ke gue masih gue simpan di tas."
"Emang kapan gue kasih obat ke lo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Rain is You
Teen FictionHujan yang kerap dikaitkan dengan hal sedih. Lalu bagaimana dengan seseorang yamg memandang hujan sebagai anugerah.Karena, kadang mewakili perasaannya. Yang menganggap hujan sebagai air mata dan salah satu hal yang menenangkan. Beberapa orang mungki...