Langit mendung menghiasi kota surabaya. Seorang anak laki-laki memasuki pemakaman umum sambil membawa dua buket bunga ditangannya. Pemakaman yang sepi, ia berhenti diantara dua buah batu nisan berwarna hitam.
Fransisca Celia
18 Desember 1980
Binti
Daren Sutedjo
17 November 2007
"Maa, Fabian disini" Ucapnya sambil menyerahkan sebuket lily putih. Lalu beralih ke makam sebelahnya.
Farahannisa Alecia Ardhana
10 April 2003
Binti
Arya Ardhana
17 November 2007
"Hai, adik abang Bian yang cantik, Abang disini" sambil meletakan buket mawar putih, kesukaan Farah.
Fabian menatap dua nisan itu, lalu mulai bercerita.
"Mama tau nggak hari ini Bian diskors lagi, jadi sekalian aja tempat mama sama Farah, Bian kangen mama sama Farah" Ia masih tersenyum sambil berbicara walaupun hatinya perih.Ia masih bercerita tentang banyak hal, membiarkan hembusan angin menemaninya.
Fabian mengerjapkan matanya yang basah lalu melafazkan al-fatihah untuk Ibu dan adiknya. Ia menundukan kepalanya membiarkan bumi menerima air matanya, Fabian menangis dalam do'anya.
Fabian menghapus air matanya dan berusaha bangun dari situ. Berpamitan pada Ibu dan adiknya.
"Maa, dek.. Abang balik dulu yaa.. nanti kapan-kapan kesini lagi" Ujarnya lalu menjauh pergi.
Anak laki-laki itu melajukan motornya sejauh mungkin. Dengan kecepatan tinggi membelah jalanan. Ditemani rintik-rintik hujan, seolah langit pun ikut berduka cita melihat anak laki-laki itu.
Ia hanya ingin pergi sejauh mungkin, tanpa arah yang pasti. Tak tau ingin pergi kemana. Ia hanya mengikuti kemana hatinya ingin pergi. Fabian menepikan motornya ke sebuah pantai, tidak sadar ia sudah sampai ke sebuah pantai.
Suara deburan ombak memecah keheningan yang menenangkan. Hanya laut biru indah yang terlihat sejauh mata memandang. Sinar matahari senja memancar berkilauan di laut. Angin berhembus sejuk, tapi tidak sesejuk hati seorang anak laki-laki yang sedang berdiri disana. Menatap laut nestapa.
Pikirannya melayang kemana-kemana.Kenapa setiap orang yang disayanginya akhirnya selalu pergi dan meninggalkannya sendiri. Sejak kecil ia selalu menyalahkan takdir. Apalagi ayahnya yang tak pernah memperdulikannya, terlalu mencintai pekerjaannya. Bahkan saat Ibu meninggal ayahnya tidak ada disana, ayahnya lebih mencintainya pekerjaannya itu.
Fabian terkekeh pelan. Menatap deburan ombak yang menghantam karang. Ia tertawa tapi tidak dengan hatinya, ia sendiri tidak tahu apa yang ditertawakan, semata hanya untuk menutupi luka yang menganga lebar sejak ia berumur 6 tahun. Dulu ia hanya bisa menangis menatap Ibu dan adiknya yang meninggal karena kecelakaan saat ingin pergi menjemputnya dari sekolah.
"fabian sayang.. jangan nakal ya,baik-baik sama papa, mama sayang kamu"
Itu yang dikatakan Ibunya sebelum pergi, ingatan itu masih segar, kecelakaan itu terjadi saat hujan deras, rasanya masih nyata melihat mobil Ibunya terbalik ditabrak dari arah berlawanan. Tapi keadaan setelah itu berbeda, Fabian yang anak baik berubah, Ia yang dulu patuh dan periang mulai membangkang, apalagi waktu SMP saat ayahnya menikah kembali. Ia masih tidak terima dengan kenyataan yang satu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Rain is You
Teen FictionHujan yang kerap dikaitkan dengan hal sedih. Lalu bagaimana dengan seseorang yamg memandang hujan sebagai anugerah.Karena, kadang mewakili perasaannya. Yang menganggap hujan sebagai air mata dan salah satu hal yang menenangkan. Beberapa orang mungki...