Retta menatap kesal anak laki-laki didepan nya yang tengah bermain handphone di depan nya. Secara paksa ia ditarik ke sebuah warteg. Dan kini anak laki-laki itu sibuk sendiri. Mungkin saja dia bermain games.
15 menit yang lalu ia hampir mati karna ulah anak laki-laki itu. Hanya orang gila yang membawa motor seperti itu.
Saat memperhatikan wajah Anak laki-laki itu Retta melihat luka lebam di sudut bibirnya.
Dasar berandal! pasti bertengkar lagi
Fabian yang merasa diperhatikan menoleh pada gadis itu. Seakan mengerti ekspresi gadis itu Fabian tersenyum singkat.
"gue nggak habis berantem kok"
Retta sedikit terkejut. Kenapa anak laki-laki itu bisa membaca pikiran nya. Lalu merubah air muka nya seolah tak peduli.
"Siapa juga yang nanya?"
Fabian mendengus. Lalu sibuk dengan ponselnya kembali.
Saat makan pun mereka tak berbicara sedikitpun. Antara malas memulai percakapan atau tidak peduli dengan anak laki-laki itu.
Setelah selesai makan anak laki-laki itu langsung keluar dan berkata
"Lo traktir gue. Soalnya dompet gue ketinggalan."
"Iya, gue tau.. udah berapa kali lo bilang ha?"
Retta mengambil napas dalam-dalam lalu berdiri dari kursinya.
"Jadi cowok nggak gentle banget deh! Nggak modal. Ngeselin lagi!!" Rutuknya kesal.
Retta membayar semua tagihan nya dengan cepat. Lalu menyusul Fabian yang tengah berdiri di luar. Waktu menunjukan pukul 3 sore. Panas matahari yang terik tadi sudah tak terasa. Digantikan oleh awan yang mulai kelabu.
Retta heran sendiri kenapa cuaca sering berubah seperti ini.
" Lo mau pulang atau mau terbang ke langit? Dari tadi mandangin awan mulu"
"Siapa juga yang mau terbang?" Ujar Retta keki.
"Ya udah buruan!"
Retta mendengus kesal lalu naik ke atas motor anak laki-laki itu.
"Rumah lo dimana?" Tanya Fabian menoleh kebelakang sedikit.
"Jalan melati indah no. 5"
"Ooh di komplek berlian ya? Pantesan gue ngeliat lo waktu disitu."
"Hu-uh" gumam Retta.
Setelah itu tidak ada lagi pembicaraan diantara mereka.
Setetes air jatuh mengenai tangan gadis itu. Disusul oleh rintik lainya. Yang semakin lama semakin deras. Fabian menepikan motornya ke sebuah minimarket. Badan nya yang terbalut jaket tidak terlalu basah. Sedangkan Gadis itu, Retta. Kaos panjang lengan tipis yang dikenakan nya sudah basah separoh.
Mereka duduk disalah satu kursi di depan mini market itu.
Retta menepuk-nepuk pelan lengan kaosnya yang basah. Kalau tahu akan hujan mungkin dia akan bawa jaket saja. Hujan semakin deras. Diiringi oleh suara gemuruh.
Retta memeluk kedua bahunya. Menggosok-gosokan kedua tangan nya untuk mencari kehangatan. Entah kenapa saat ini ia sangat kedinginan. Angin yang berhembus cukup kencang membuat Retta memeluk kedua bahunya lebih erat.
Fabian melepas jaketnya dan melemparkan jaketnya yang mendarat tepat di wajah gadis itu.
"Apaan sih" teriak gadis itu terkejut.
"Pakai tuh jaket. Baju lo basah semua"
Fabian merasa kasihan pada Retta. Gadis itu sudah kedinginan sejak tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Rain is You
Teen FictionHujan yang kerap dikaitkan dengan hal sedih. Lalu bagaimana dengan seseorang yamg memandang hujan sebagai anugerah.Karena, kadang mewakili perasaannya. Yang menganggap hujan sebagai air mata dan salah satu hal yang menenangkan. Beberapa orang mungki...