Retta terbangun, jam dinding menunjukan pukul 10 pagi beberapa menit lagi bel istirahat akan berbunyi Berarti dia sudah tidur kurang lebih 3 jam disini. Retta menghela napas ia banyak melewatkan pelajaran. Retta melihat sekeliling, tidak ada kak Vivian disitu.
Gadis itu duduk dan menurunkan kaki nya dari ranjang, jujur kepalanya agak sakit dengan benturan. Bekas tamparan itu masih menyisakan warna merah sedikit.
Retta ragu apa harus kembali ke kelas atau tetap disini. Jika ia kembali ke kelas nanti ia akan ditanyai macam-macam oleh teman nya atau paling bahaya ditanya oleh guru. Dengan keadaan wajahnya yang seperti siap bertengkar itu.
Pintu UKS terbuka. Vivian membawa kantong kresek hitam, dia menyerahkan satu minuman dingin yang ia ambil dari kantong kresek itu. Retta menerimanya sambil mengucapkan terimakasih.
"Kamu mau balik ke kelas" Tanya Vivian mengambil kursi dan duduk di dekat Retta.
"Oh ya, luka kamu itu udah di obatin kan? Nggak langsung di plester?"
Retta mengangguk. Gadis itu meneguk minuman dingin yang diberi Vivian.
"Aduh.. kamu itu mirip banget waktu kakak masih SMA, tapi.. kok nggak pernah kelihatan ya disini?"
"Baru masuk sini kak, kurang lebih sebulan lah kak"
"Ooh gitu.." Vivian mangut-mangut mengerti.
"Kamu mau cerita nggak kok wajah kamu luka-luka gitu?"
Retta menelan ludah. Jika ia menceritakan nya bisa-bisa kakak kelas yang menyerang nya tadi juga dapat masalah dan masalahya semakin runyam.
"Kalau gitu kakak janji deh.. nggak bakal cerita sama siapa-siapa" Vivian memberi kelingking nya dan mengaitkan nya ke kelingking gadis itu.
Retta menghela napas "Saya heran deh, sekarang ini saya sering banget disuruh cerita sama orang atau nggak keceplosan, apa semua orang itu cuma pengen tahu dan memuaskan rasa penasaran nya?"
Vivian diam saja. Gadis itu berbicara sambil menerawang, berbicara lebih pada dirinya sendiri. Dia menatap gadis di depan nya itu. Wajah sedih seakan ingin menangis. Mengingatkan nya dengan dirinya yang dulu juga pendiam seperti ini.
"Kenapa ya orang sering disalahkan atas kesalahan yang nggak dia lakukan?" Tanya Retta, terlebih untuk dirinya sendiri.
"Saya emang nggak bisa cerita semuanya, tapi yang jelas semua cuma kesalahpahaman, kakak kelas itu cuma salah paham sama kalau saya ngerebut orang yang dia suka, padahal dia cuma teman, saya nggak suka sama dia dan dia pun nggak suka sama saya.. itu aja"
"Kamu yakin dia nggak ada perasaan ke kamu?" Ucap Vivian tersenyum simpul dan membuat Retta bingung.
"Saya ngerti permasalahan kamu Kalaupun kamu suka kan nggak ada salahnya kan? Cinta nggak pernah salah, Yang salah itu cuma pandangan orang terhadap cinta itu"
"Obsesi itu hanya merugikan diri sendiri, mungkin kakak kelas yang kamu bilang itu berpikiran sempit dan menganggap orang yang dia suka itu milik nya, karena dia terlalu larut dalam perasaanya, tak tau lagi mana yang baik dan benar" Vivian menatap Retta serius.
Retta menundukan kepalanya menatap ujung sepatunya, mungkin karena itu kakak kelas itu marah padanya. Sekarang ia mengerti, ya.. cinta memang tak pernah bisa dijelaskan dengan akal sehat. Karena cinta itu juga beda tipis dengan kebodohan
"Padahal sendirinya saya juga masih jones, teorinya aja yang tinggi" Ujar Vivian tertawa. Retta ikutan tertawa kecil walau tak tau apa yang ditertawakan.
"Kalau seandainya orang lain itu berbuat jahat, jangan dibalas juga dengan kejahatan, itu tidak elegan, intinya biarkan saja, kamu nggak perlu sama seperti dia" Lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Rain is You
Teen FictionHujan yang kerap dikaitkan dengan hal sedih. Lalu bagaimana dengan seseorang yamg memandang hujan sebagai anugerah.Karena, kadang mewakili perasaannya. Yang menganggap hujan sebagai air mata dan salah satu hal yang menenangkan. Beberapa orang mungki...