Part 62

2.2K 111 0
                                    

[ Valerie ]

Aku menatap sekeliling ruangan ini, menghirup dalam dalam aroma bunga camelia yang tertata rapih di dalam vas.

Sejak lima bulan terakhir, tepatnya saat hari wisudaku, aku selalu menerima buket bunga camelia yang dikirimkan ke apartemen om Luis. Entah siapa yang mengirimkan buket buket bunga ini. Petugas dari toko bunga hanya mengatakan bahwa seseorang telah memesan bunga camelia untuk dikirimkan kepadaku setiap hari... bayangkan, setiap hari.

Tanpa ada nama pengirimnya atau keterangan lainnya bunga bunga cantik itu terus berdatangan hingga memenuhi seisi apartemen.

Kyle menata bunga bunga camelia berwarna pink itu ke dalam vas dan meletakannya di setiap sudut apartemen. Di ruang tamu, ruang makan, ruang kerja om Luis, dan juga kamar om Luis.

Hanya kamar Nathan yang tidak dihiasi bunga camelia. Aku memang melarang Kyle meletakan bunga itu di kamar Nathan, aku tidak ingin menghapus aroma khas didalam ruangan ini, aroma maskulin milik Nathan itu adalah salah satu pengingatku akan sosok Jonathan Alexander.

Hampir tahun sudah Nathan menghilang dari hidupku dan hingga kini aku masih terus mencari keberadaannya dengan dibantu oleh Lizi, Bastian juga Cristof.

Aku yakin Nathan masih hidup, perasaanku mengatakan demikian. Hanya saja mungkin Tuhan belum mengijinkan ku bertemu dengannya.

"Kyle, aku akan berangkat ke restoran sekarang..." aku meletakan cangkir teh ku ke atas meja dan mengambil tas yang tergeletak di sampingku.

Kyle muncul dari dapur dengan celemek masih melekat di tubuhnya. "Ya nona, berhati hatilah, jangan lupa mantel anda..."  ia mengantarku sampai ke pintu apartemen sambil menyerahkan mantel coklat milikku.

"Terimakasih Kyle..."

Aku berjalan keluar dari gedung apartemen sambil merapatkan mantelku dan membenarkan penutup kepalaku. Melbourne kini sudah memasuki musim dingin, angin bertiup kencang dan salju sudah mulai turun beberapa hari yang lalu. Sarung tangan dan baju hangat yang kupakai seperti tidak mampu menahan hawa dingin yang mulai mencapai 4°c.

Walaupun sudah memasuki musim dingin namun aku tetap memilih berjalan kaki untuk mencapai restoran d'lish milik ayah. Beruntung sekali, sepatu boat yang dikirimkan oleh Cristof kepadaku terasa sangat nyaman dipakai. Sepatu itu mampu membantuku berjalan di atas gundukan salju tanpa kesulitan apalagi sampai terpeleset.

Hawa hangat di dalam restoran menyambutku, heater yang terpasang di sudut ruangan mampu memberikan kenyamanan dan kehangatan pada setiap pengunjung yang datang. Ya, aku memaksa Bobby untuk memasang penghangat ruangan itu walaupun resikonya adalah tagihan listrik restoran akan melonjak naik selama beberapa bulan kedepan.
Tapi tak mengapa, buatku kenyamanan pelanggan adalah yang utama. Terbukti, suasana hangat di dalam restoran membuat pengunjung betah berlama lama di tempat ini untuk mengisi perut mereka.

"Morning Bobby..." kataku sambil meletakan tas di atas meja kerjaku.

"Morning to babe..."

"Bobby, apakah kau sudah melihat ke bawah??"

"Ada apa memangnya Val?" Bobby memalingkan wajahnya dari layar laptop didepannya.

"Wow, rupanya kau terlalu serius dengan kertas kertas itu sampai sampai kau tidak menyadari keadaan di restoran sekarang..."

"What's wrong Val...??"

"Sepertinya menu winter yang dikeluarkan pak tua Thompson sangat mujarab Bobby... lihatlah, sepagi ini restoran sudah dipenuhi pelanggan..."

Bobby mendekatiku berdiri di depan sebuah kaca besar. Kaca ini terhubung langsung dengan ruangan dibawah sana, dari balik kaca hitam ini kami bisa melihat seisi restoran termasuk kitchen dan juga area kassa.

"Wow..." ucap Bobby pelan namun masih bisa ditangkap telinga ku.

Restoran terlihat penuh dengan orang orang yang sedang menikmati sarapan di pagi ini. Hanya tersisa beberapa meja kosong di sana. Memasuki musim dingin mr Thompson menambahkan menu baru yang cocok dinikmati pada cuaca dingin seperti sekarang, seperti yang biasa bunda lakukan dulu.

Berbagai macam sup tersaji di sini, selain cita rasa western mr Thompson juga membuat sup dengan rasa dan rempah khas Indonesia. Selain itu beberapa main course dibuat dengan rasa yang sedikit pedas untuk lebih memacu metabolisme dan memberikan rasa hangat pada tubuh.

"Oh iya Val, apakah kau jadi berangkat ke Indonesia??" Tanya Bobby sambil menyedekapkan kedua tangannya di depan dada.

"Hm, sepertinya begitu, aku merindukan negri itu..."

Dua minggu yang lalu uncle Tom menghubungiku dan memintaku datang mengunjunginya ke Indonesia, katanya ia dan aunty Meg sudah sangat merindukan ku. Dan aku pikir tidak ada salahnya aku mengambil libur beberapa hari untuk pulang ke Indonesia.

"Kapan rencananya...??"

"Mungkin akhir bulan ini..."

"Apakah kau tidak ingin menemaniku brother...??" Tanyaku penuh harap. Sejak menerima telefon dari uncle Tom aku sudah beberapa kali mencoba membujuk Bobby untuk ikut dengan ku ke Indonesia. Tapi Bobby selalu menolaknya, ia mengatakan bahwa ia tidak bisa meninggalkan restoran begitu saja.

Huh, dasar Bobby... padahal aku tau alasan sebenarnya adalah karna ia tidak mau berjauhan dengan Sarah, ia terlalu mencintai gadis itu.

"I'm sorry Val, but i can't... you know that..."

"Yes i know... i really really know..." aku langsung menyela perkataan Bobby. "Ayolah Bobby, restoran ini tidak akan langsung bangkrut jika kau meninggalkannya beberapa hari saja..." ucapku sedikit kesal.

Ya, restoran d'lish ini bisa dibilang sudah berdiri dengan kokoh. Restoran yang dibangun oleh ayah dan bunda tujuh belas tahun yang lalu itu sudah memiliki enam cabang yang tersebar di beberapa negara bagian. 

Pendapatan restoran d'lish semakin harinya semakin meningkat, dan dengan tangan dinginnya Bobby mampu membuat pelanggan semakin banyak berdatangan ke restoran peninggalan ayah ini. Bahkan biaya hidupku termasuk sekolahku sejak kematian ayah dan bunda di tanggung oleh restoran ini. Bobby benar benar mampu memegang amanat yang diberikan ayah padanya.

"Valerie sayang, restoran ini membutuhkan ku..." Bobby menatapku dengan mata birunya. Aku hanya mampu tersenyum menanggapi kata katanya itu. Aku sadar, aku bisa sampai seperti ini karna bantuan Bobby, karna dedikasinya pada restoran ini.

"Nanti akan tiba saatnya aku mengunjungi tanah kelahiran Bunda itu..." ucapnya mencoba meyakinkan ku.


••••••••••••••••••••

Hai hai hai... adakah yang merindukan ku selama beberapa hari belakangan ini??

Tidak ada...???

Hiks, aku sedih 😭

Oke, gak apa apa...

Aku mau minta maaf atas keterlambatan update cerita ini. No no no, bukan karna mau pHp in para reader tapi karna ada gangguan pada hape ku yang bikin aku gak bisa buka wattpad untuk beberapa waktu kemarin.

Tapi tenang saja, sekarang hape udah sembuh... aku bisa selesai in cerita ini sesuai janjiku.

SELAMAT TAHUN BARU 2017...

Semoga tahun ini membawa kebaikan buat kita semua... semoga di tahun ini aku bisa melahirkan banyak cerita untuk kalian... dan semoga para reader ku bertambah terus terus dan terus...

Selamat menikmati libur panjang...

Happy reading ♥♥♥



















Hey Valerie (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang