"Justru, gue makin semangat,"
"maksudnya?"
"Iya, gue makin semangat. Makin diabaikan gue makin semangat. Gue percaya kalo itu nanti bakal... Ah! Liat aja entar,"
"Lo lagi ngomongin apa sih sebenarnya?"
"Hem, gak. Untung gue yang sekarang bukan gue yang dulu. So, thanks God. For this bodok amat feeling. I'm 21th years old. And i know, what is wrong and what is right,"
"Hemmm... Sabar atuh,"
"Gue gak marah kok. Gue cuma, apa ya?"
Rai, gadis introvert yang ekstrovert. Lebih suka menyendiri. Tapi bisa bercerita apa saja tentang hal dalam hidupnya jika memang sedang mood untuk bercerita. Dan, tidak gugup jika diminta berbicara di depan umum. Bahkan, punya kemampuan public speaking yang keren.
"Gue tau kok, di dunia ini gak semua orang yang terlihat baik juga begitu kenyataannya. Sebaliknya," Rai melanjutkan ucapannya
"Dan, orang-orang yang punya hati tulus itu memang bisa dihitung pakai jari. Ketika kita berjaya, adalah hal yang biasa jika ribuan orang mendekat. Tapi saat kita jatuh, tertatih, berapa orang yang sanggup ada dibelakang untuk membantu kita sampai digaris finish,"
Wulan hanya mendengarkan. Mencoba mencerna apa yang sedang sahabatnya katakan.
"Dan itu, gue suka sama diri gue yang sekarang. Gue lebih apatis. Maksudnya, lebih gak peduli apa omongan orang. Selagi yang gue lakuin itu menurut gue bener. Why not? Yg penting kan gue masih berpegang sama Agama, norma-norma. Masak cuma karena gue suka baca novel romance, puisi cinta, dan yah lagi belajar nulis cinta-cinta juga, digunjing. Hahaha. Peduli badak deh. Gue bukan gue yang dulu, berenti cuma karena pandangan orang lain. Atau, gue gak berenti tapi sedih kepikiran sama omongan-omongan orang. Baper. Gak! Gue udah gak kaya gitu,"
"Oh, jadi masalahnya itu?" Wulan tersenyum
"Iya. Kalau gue nulis sesuatu, gue selalu berusaha ada makna positif yang gue sampein. Lah, gue gak zina kok. Pacaran aja gue kagak pernah. Deket sama cowok ya sewajarnya aja. Sebatas teman. Lah, apakabarnya mereka yang suka nonton drama korea? Podo wae to? Intinya mah, gue mau menyampaikan isi kepala gue lewat tulisan. Karena gue tau, gue ngomong jarang banget didengerin. Dan, karena sekarang gue memang belum punya karya nyata alias buku. Tapi gue percaya, suatu hari nanti gue pasti punya buku sendiri. Terpampang di Gramed, best seller. Aamiin. Gue tau Allah baik, jadi Allah pasti bantu,"
"Semangat Rai aku sayang. Aku percaya kamu bisa. Seenggaknya, meski gak banyak orang dukung kamu, kamu masih punya segelintir orang yang percaya sama mimpi kamu. Suatu hari nanti, akan lebih banyak orang yang mengerti. Mungkin, bisa jadi, saat kamu memang karyanya udah nyata. Hidup ini cuma perlu fokus sama lampu hijau kadang. Gak usah pikirin lampu merah, lampu kuning ya, masih ada kemungkinan berubah jadi pro. Hehe, i stand with you. You don't need everyone besides you. You just need some people who really-really love you. And, that's your family, your secret admirer, and me,"
Rai mendekap erat tubuh Wulan. Bulir bening mulai menetes dari kelopak mata sipitnya. Setidaknya, masih ada orang yang mendukung. Membuatnya menjadi lebih lega.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Rasa
General FictionSelamat tinggal kamu. Setelah pergi, aku lupa cara kembali. Tidak sama seperti terbang, aku tidak mau belajar pulang~ Aku tidak marah karena kamu tidak peduli. Aku hanya sedikit menyesal pernah lebih mencintaimu daripada diriku sendiri~ Terbanglah d...