Katanya, mengalah itu melegakan. Entahlah! Aku sedang mengalah. Atau sedang mengaku kalah.
Jika kamu bertanya apakah aku sudah melupakannya maka jawaban paling dusta adalah 'sudah'. Sementara, jawaban paling jujur adalah 'belum'. Bagaimana mungkin cinta bisa dengan begitu mudah hilang setelah di pupuk bertahun-tahun. Sama seperti untuk jatuh cinta kepadanya yang membutuhkan proses, begitu juga melupakannya. Tapi, aku ingat lagi penggalan kalimat Allah pada Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 216 bahwa boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah Maha Mengetahui sedang kamu tidak mengetahui. Lalu, atas dasar kalimat cinta dari Sang Maha Pencipta itu aku belajar merelakan. Belajar melepaskan. Karena bisa jadi, pemuda dengan tatapan mata yang tajam itu tidak baik bagiku. Toh, jika dia memang baik bagiku. Memang jodohku. Tak peduli seberapa besar rasa cinta yang dia miliki kini pada gadis lain, pada akhirnya dia akan kembali padaku, kan?
Hati harus terus diajari untuk menerima. Rela. Berlapang dada. Atau jika tidak bisa, perlu berpura-pura. Kepura-puraan terkadang lebih baik daripada dengan sukarela menikmati kepedihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Rasa
Fiction généraleSelamat tinggal kamu. Setelah pergi, aku lupa cara kembali. Tidak sama seperti terbang, aku tidak mau belajar pulang~ Aku tidak marah karena kamu tidak peduli. Aku hanya sedikit menyesal pernah lebih mencintaimu daripada diriku sendiri~ Terbanglah d...