di sebuah dunia di mana tak ada jalan yang dilalui cahaya. dan matahari menjauh seolah takut untuk sekedar menampakkan diri. jalan terbaik adalah membuat lentera sendiri agar tak tersesat di tengah gelap yang tak seorang pengelana mau memberikan dirinya sebagai petunjuk jalan. lalu, bagaimana kalau masing-masing dari kita memilih jalannya sendiri dan membuat cahaya hanya untuk dirinya sendiri?
kita pada akhirnya tersesat pada jalan yang kita anggap benar. seluruh jalan bercabang hingga menjadi bengkok. pertemuan sekedar menjadi hal yang aneh dan meragukan. setiap orang menyimpan gagasannya masing-masing dan menolak dunia orang lain sebelum sempat bibir bergerak dan tangan menoleh pada yang terbuka. kota-kota lahir kembali sebagai rumah hantu dan kamar penyimpanan mayat.
kita hidup di tengah kerumunan orang mati.
suara seruling pertama menandakan masa lalu yang bangkit. yang kedua mengisyaratkan masa depan yang terlelap. hidup dibangun atas nada-nada yang tak nyata. membumbung tinggi hingga mencapai tepian umat manusia. cakrawala terhapus ketika kita mencari yang kita anggap sebagai tonggak peredam gempa. padahal kita tak menemukan apa-apa. setiap hari masih guncangan-guncangan yang baru.
seluruh fondasi kita telah runtuh. dan mata terbangun setiap saat hingga kita tak mampu lagi sekedar membaringkan apa yang terlalu lelah dalam diri yang kian terlempar dan terhisap murung. setiap hari adalah siang dan matahari yang terik. malam membunuh dirinya sendiri dan berteriak ragu terhadap manusia. segala yang kita percayai mengambang diambingkan hidup.
tak ada yang selamat dari zaman yang marah dan tersakiti. sang nabi pun sudah terlanjur berakhir. oh wahai manusia abad ini, betapa malangnya dirimu!
beberapa orang berharap menemukan malam dan berbondong-bondong menaiki gunung-gunung. sebagian lagi membelah langit dan keluar dari bumi. dan yang lainnya membangun menara hanya untuk sekedar bisa tertidur. kedamaian lenyap bersama seluruh garis langit yang terakhir. kekosongan yang dalam dan panjang, mengganti seluruh episode ketenangan.
ke mana kaki harus berpijak? di mana hati harus bertambat? pada apa lagi kita harus percaya saat diri kita sendiri kehilangan seluruh masa lalu dan masa depannya? apa yang bisa kita lakukan di masa hancurnya nilai-nilai?
orang-orang saling memandang curiga. menutup telinga dan memampatkan seluruh bagian tubuhnya. mata menjangkau sejauh yang dibutuhkan untuk hidup yang tak terselesaikan. di saat kokok sang ayam berganti arah waktu. segala sesuatunya telah terbalik dan tak mampu dikembalikkan lagi.
manusia buta oleh cahaya yang dibuatnya sendiri. hingga akhirnya, seluruh jalan pun menghilang dan tak lagi nampak. malam telah menjadi siang! tapi mengapa manusia masih terus mencari dan terlihat putus asa?
kemalangan dan hanya kemalangan. wabah manusia-manusia masa kini yang lehernya terbebani kerja dan harta benda. membuat balok-balok yang kedap akan segala hal. berdiam di dalamnya hingga nyaris terisolasi. tak ada waktu hanya untuk sekedar menghela nafas. waktu diburu hingga segala hilang dan tak berarti.
berjalanlah terus ke arah matahari terbit. kau akan menemukan sisa malam yang terakhir. sebelum manusia-manusia lain menemukannya. dan kita tersiksa dalam siang abadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUNIA YANG MEMBOSANKAN
Non-Fictiontentang segala sesuatu kenapa dunia ini membosankan.