34

516 13 6
                                    

'Betapa asingnya jalan menuju ketinggian. Dan oh segala bintang yang kini ternoda!'

Suara angin menyelinap di balik punggung, menggeram, berputar-putar di antara pohon-pohon yang berderak mengitari bukit. Daun-daun mulai bersuara di antara langkah kaki. Batu-batu berbisik-bisik dan tanah menguarkan deritan aneh, seperti lengkingan rasa sakit yang tertahan.

'Di manakah aku sekarang?'

Langit meniup tubuhnya sendiri dan menggulung dalam ketergesaan yang begitu liar. Matahari membesar, membelalak, kemudian surut dalam liang keemasan di ufuk barat. Udara begitu asing, gemeretak kulit melampaui apa yang tak mampu ditanggung oleh selimut bulu dan rasa kantuk yang datang terlalu terburu-buru.

'Wahai hutan yang terakhir, ketinggian yang menurun, dan segala yang tercerabut dari akar tanahnya! Tunjukkan padaku sebuah jalan. Ke mana lagi aku harus menapaki malam yang membutakan ini?'

Geraman angin tertahan di antara pokok-pokok pepohonan. Kesunyian dari setiap makhluk membuat indra pendengaranku menjadi separuh tuli. Suara-suara serangga yang mengundurkan diri. Memilih bisu dan tak ingin melangkahi waktu yang selalu mengancam dan tak lagi ramah. Burung-burung berhenti menghibur diri sendiri. Dan lolongan serigala terakhir terdengar beberapa tahun yang lalu.

Tidak kali ini. Tidak.

Dari tanganku menyalalah api yang memancarkan perasaan tenang sekaligus memburu. Ranting-ranting kecil yang terkulai di permukaan tanah, daun-daun kering yang tak sempat merasakan basah.

Merayaplah wahai api.

Untuk mengikat ruh-ruh yang tertelan oleh perasaan takut, suara api akan memikat mereka yang terlalu lama menimbun dirinya sendiri ke dalam kegelapan yang tak terusik. Aku harus memancing mereka agar keluar menemuiku. Apa mereka telah lupa padaku? Atau ketakutan yang terlampau besar yang menghimpit gunung ini, telah menekan segala rasa cinta dan saling mengerti?

'Keluarlah kalian! Aku datang bukan untuk menyakiti. Untuk apa aku menyakiti kalian di saat kedua tanganku lumpuh oleh perasaan muak?'

Tak ada jawaban. 'Di mana Zarathustra? Di mana dia kini? Apakahkah kalian tahu keberadannya? Oh berbicaralah! Jangan biarkan aku membeku dalam pencarian yang tiada ujung ini. Oh bicaralah padaku makhluk-makhluk yang membenci manusia.'

Aku menatap cahaya yang kian surut. Api-apiku bahkan tak menarik bagi seekor serangga yang paling kecil sekalipun. Seberapa bencikah mereka pada jenisku ini? Seberapa terkutukkah diriku bagi kehidupan malam yang mengitariku?

Aku sandarkan tubuhku pada batang sebuah pohon yang begitu dingin dan tak terlalu menyambutku. Rasa kantuk menghampiri dengan begitu cepat dan langkah-langkah kaki mimpi segera membawaku pergi dari kelelahan dan rasa yang begitu asing.

'Oh waktu yang terus memanjang ... Pantaskah aku?'

DUNIA YANG MEMBOSANKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang