57

246 10 4
                                    

Mata manusia begitu rentan saat cahaya alam perlahan menunduk dan jatuh tertidur. Betapa kecil manusia di kedalaman sini. Kesombongan yang begitu angkuh dan tinggi, tercekik oleh kegelapan yang mengitari segala sesuatu.

Suara langkah kaki terdengar begitu tak berarti di tengah keributan yang begitu luar biasa ini. Kehidupan memulai awalnya yang riuh.

Derak ranting yang terinjak oleh hewan malam, lolong serigala di ujung arah yang jauh, derik ular yang menandakan diri, serasa berkeriap dalam lingkaran para serangga yang menjadi raja dari segala malam.

Kegelapan membuat mataku memudar. Betapa sulitnya berjalan di tempat ini. Pepohonan terasa pekat dan menjulang layaknya raksasa yang mengepung pikiranku.

Umat manusia tak lagi pandai hidup di dalam kegelapan malam. Betapa ketakutan tentang apa-apa yang tak terlihat mengusai jantung dan pembuluh darah dengan begitu mudahnya.

Perlahan, sinar rembulan memantul bak sihir kecil di tengah aliran sungai yang berkilauan. Beberapa bintang menegaskan diri di kejauhan. Seekor kelelawar melintas dalam semburat tipis cahaya yang begitu mudahnya berlalu.

"Betapa agungnya malam yang tipis! Segalanya terserap dalam kelembutan yang begitu menyeru. Biarlah mata buta ini mencintai sejenak segala yang tak diketahuinya. Kegelapan! Kegelapan! Terpujilah kau yang menurunkan matahari menjadi selimut bagi tubuh-tubuh yang mengapung dalam samudra ingin. Betapa bijaknya kegelapan ini! Menundukkan bobot bagi ketinggian usia manusia."

Hanya ada cahaya kecil yang berpijar lembut di kejauhan. Cahaya yang kini tengah aku tuju dalam ketertatihan kedua kaki yang meraba-raba bumi yang dipijakinya.

"Hmm, masih jauhkan jarak yang harus kau tempuh?" tanya tongkat, mengalihkan perhatianku dari dua ekor monyet yang berlarian di atas kepalaku.

"Sebentar lagi. Tidurlah jika kau ingin."

"Baiklah. Bangunkan aku di saat yang tepat."

Cahaya itu kian menguat menuju bola mataku. Layaknya api yang kian membesar diterpa angin yang tak terlihat.

Suara gemericik air menandakan aku kembali ke jalan di dekat sungai. Jalan setapak yang membelah pepohonan yang dipeluk oleh kegelapan. Jalan menurun yang kini menuntun pijakan kakiku ini. Suara-suara makhluk malam yang terasa menenangkan dan begitu dekat.

Betapa indahnya dunia selain manusia ini, pikirku. Kegaduhan yang menenangkan. Saat tangan para manusia surut beserta pikiran dan mulutnya yang beracun.

Aku harus bergegas. Udara malam mulai mengigilkan persendianku. Aku butuh kehangatan. Tempat berteduh bagi makhluk yang tak sanggup hidup dalam ketelanjangan di tempat ini.

DUNIA YANG MEMBOSANKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang