44

360 6 0
                                    

"Kau, dari mana kau datang?" tanya seorang laki-laki paruh baya menghampiriku dengan kaki dan mata yang tergesa dan awas.

"Aku hanya seorang pengembara. Bolehkan aku meminta sedikit air?"

"Tidak. Pergilah segera sebelum ribuan ujung mata memakan tubuhmu hingga lumat," balas laki-laki itu dengan lebih kasar.

"Aku tak akan menyakiti kalian. Apa yang bisa tubuhku lakukan terhadap kalian yang begitu perkasa? Kulit kering dan kaki yang bagai ranting ini, apa yang kau takutkan, wahai pemuda yang gagah?"

"Aku tak ingin memasukkan mulutmu ke dalam telingaku Pak Tua. Kumohon pergilah segera. Akan ada banyak darah yang berteriak di tempat ini dan segala yang sekarang kau lihat, akan menjadi kebahagiaan terakhir umat manusia," tekan laki-laki itu dengan sedikit memohon.

"Tapi, aku ... " belum sempat bibirku menyelesaikan apa yang aku inginkan, angin menyentuh daun telingaku dan mengabarkan rasa marah yang begitu pekat yang segera akan datang di tempat ini.

"Kita harus pergi tongkat. Akan ada sesuatu yang sangat buruk di tempat ini," ujarku berbisik dan tongkat pun merasa bahwa kami harus segera meninggalkan perkampungan ini.

"Baiklah, kami akan pergi wahai pemuda. Semoga kebaikan menyertaimu."

Saat kedua kakiku menoleh ke arah jalan berdebu, pemuda itu memanggilku, "Tunggu sebentar Pak Tua." Dia berlari dan memberikan sesuatu kepadaku. "Bawalah ini. Aku harap, air ini sedikit menghapus keburukan yang kami miliki."

Aku ikatkan wadah labu berisi air itu di pinggangku yang mulai longgar, di mana tubuhku yang mulai menciut tak mampu lagi mengimbangi apa yang aku kenakan. Dan saat kerumunan gagak terbang melingkari perkampungan ini, aku pun mulai bergegas.

"Lihatlah, betapa bahagianya gagak-gagak itu! Mereka bersuka cita saat manusia tengah memburu nafsu-nafsunya dan segala yang berbau darah, mereka hampiri dengan begitu riang dan penuh rasa syukur."

DUNIA YANG MEMBOSANKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang