"Wahai saudaraku! Dimana letak bahaya terbesar bagi seluruh masa depan manusia? Tidakkah ia terletak pada mereka yang baik dan adil?" ujar Pak Tua sambil memandangi fajar yang telah bangkit dari lelap harinya.
"Seperti itulah ujar Zarathustra. Seorang yang lembut nan begitu bijak."
Pak Tua itu memejamkan kedua matanya. "Lihatlah anak muda! Segala yang baik telah menjadi buruk di tangan orang-orang baik? Tapi apa itu kebaikan? Apa itu keburukan? Hanyalah candaan kehidupan dari segala yang mengikat diri. Tidakkah begitu?"
"Mungkin seperti itu," aku membalasnya pelan. "Apakah Zarathustra pernah berada di tempat ini wahai Pak Tua?"
Pak Tua itu masih menutup kedua matanya. "Ya. Tubuh dan pikirannya pernah berdetak di gubuk kecil ini. Mengembara bersama lebatnya hutan dan gumaman fajar seperti yang kau lihat pagi ini anak muda. Oh, apakah kau salah satu dari muridnya?"
Aku mengangguk. "Sesosok murid yang tak pernah bertemu."
Seekor burung jalak terbang rendah melewati sungai yang bergemuruh halus. Suara-suara kicauan yang begitu menggetarkan pagi. Malam yang menyelimuti dirinya pada permulaan perbatasan antara terang dan gelap.
"Baik dan buruk. Itulah yang kami berdua perbincangan saat fajar merekah dalam wajahnya yang paling kenyal nan lembut. Zarathustra sangat menyukai fajar. Penanda permulaan waktu dan tanda akan datangnya keceriaan umat manusia. Tapi lebih dari itu, Zarathustra sangat menyukai hutan dan para binatang yang mengitarinya! Apakah seorang yang berbaur dengan para binatang layak menetak kepalanya dengan baik dan buruk? Oh anak muda, berbincang dengannya layaknya meminum madu yang bercampur susu segala jenis kebahagiaan. Bagi orang-orang yang cukup bebas mengangkat ketinggiannya dan tak mati saat berada di bawah segala yang terbawah. Zarathustra adalah hadiah. Hadiah bagi segala yang membusuk dan mundur. Hmm, apakah itu yang juga kau cari wahai anak muda?"
Aku menggeleng. "Tidak Pak Tua. Tidak. Aku mencari Zarathustra yang terakhir. Apa engkau pernah mendengarkan hal semacam ini, "Kalianlah hewan-hewan yang sesuai bagiku. Aku mencintai kalian. Tapi masih juga tak kumiliki orang-orang yang sesuai!"
Pak Tua itu tak menjawab. Matanya berputar pada dunia yang ada di sekelilingnya. Tubuhnya yang kecil namun perkasa, tak mampu menutupi usia dan waktu yang menelan masa depan yang entah kapan akan berakhir bagi matanya.
"Dengarlah hutan ini anak muda! Dengarlah! Inilah segala yang disukai Zarathustra. Tempat yang membuatnya kembali dari perjalanan panjangnya mencari manusia terakhir. Setelah menurun. Kini dia kembali meninggi. Menengok kembali para binatang yang telah menjadi temannya. Oh anak muda! Zarathustra lebih bisa bersuka cita di dalam hutan saat dikelilingi para binatang yang lebih ia kenal dan mengerti dari pada manusia-manusia yang berada di pasar dan kota-kota yang megah. Manusia bukanlah tempatnya berpulang. Karena tak seorang manusia pun yang mampu menyelami kedalaman dirinya."
Pak Tua itu menatap aliran sungai yang memanjang dengan raut yang muka yang sedih. "Dia adalah manusia hari esok. Dan seluruh manusia yang ditemuinya adalah manusia hari ini. Bisakah kau merasa bagaimana ia bertahan dari semua yang dilewatinya?"
Aku menggeleng. "Tak satu pun manusia yang mampu mengerti apa yang dirasakannya. Bahkan diriku dan engkau wahai Pak Tua."
"Ya, ya. Kau benar anak muda. Sudah lama aku tak bertemu manusia selain Zarathustra di hutan ini. Kau adalah tamuku anak muda. Senang rasanya berbincang sebelum orang tua ini berpulang kepada tanah dan udara."
Aku tersenyum dalam kegelapan yang sedikit disinari oleh lambaian api di dalam pondok. Memejamkan kedua mata. Menikmati fajar yang menentukan segala kehidupan yang tampak atau bersembunyi.
Sedikit bergumam,
Betapa indahnya hutan yang mengalir segala yang hidup dan bergerak
Fajar yang bermandikan gelap
Tanda pertama bagi kebaruan dan apa-apa yang memulaiDi sinilah, umat manusia harus kembali
Menuju yang telah lama ditinggalkannya
Seperti seekor burung yang sudah waktunya kembali ke dalam sarangBersuka cita
Menari ke dalam pusaran yang telah lama hilang dan berlalu
KAMU SEDANG MEMBACA
DUNIA YANG MEMBOSANKAN
Non-Fictiontentang segala sesuatu kenapa dunia ini membosankan.