30. Suami Terindah

40 0 0
                                    

Seandainya suamiku masih ada... ia pasti bangga melihat anak-anak tumbuh besar. Ia pasti bahagia menatapku mengenakan jilbab besar. Ia pasti senang melihatku tak lagi mengenakan celana panjang menyerupai laki-laki. Ia pasti gembira melihatku mengenakan kaos kaki. Bukankah itu yang diimpikan selama hidupnya?

Ia membelikan jilbab besar untukku. Ia membawakan gamis cantik untukku. Ia membelikan kaos kaki dan sepatu untukku. Setiap pulang bekerja, ia kerap membawakan sesuatu untukku.

"Dek, aku ingin jadi ustad," demikian katanya suatu ketika.

"Kamu kuliah lagi, ambil pendidikan agama. Biar bisa jadi ustazah."

Aku pun kuliah lagi, tapi tak mengambil jurusan seperti yang disarankannya.

Suamiku tak pernah menjadi ustad seperti yang dimpikannya. Tapi ia tetap menjadi guru hingga akhir hayatnya. Mimpinya terpenggal, Allah memanggilnya.

Saat suami telah tak ada... tetap kukenakan jilbab besar. Tetap kukenakan gamis besar. Tetap kukenakan kaos kaki... meski saat tergesa-gesa aku acap melupakannya.

***

Aku tak boleh berandai-andai... anda suamiku masih ada. Ada atau tak ada, hidup harus terus berjalan. Terpenting bagiku... mengingat pesan-pesannya selalu, agar selamat dunia akheratku.

Alhamdulillah Allah mengaruniakan suami terindah dalam hidupku, hingga kepergiannya tetap terkenang sepanjang waktu. Warisan terindahnya, anak-anakku, adalah pengobat rindu di kesunyian hatiku...***

Kumpulan CerpenWhere stories live. Discover now