Suara adzan sudah berkumandang. Aku segera bergegas ke Masjid. Tinggal satu belokan lagi aku dapat melihat tembok putih masjid itu. Namun, seorang yang ku hafal suaranya memanggilku keras.
"Degii!"
Aku langsung menengoknya, penasaran ada hal apa yang membuat suaranya keras seperti itu untuk memanggilku.
Astagfirullah!!
Aku tersentak lagi oleh sosok yang selama ini selalu membuat getaran aneh di dalam dadaku. Siapa lagi kalau bukan Deri?
Mukaku memanas, mungkin kini muka ku memerah seperti udang rebus. Aku malu sekali, sungguh. Bahkan bukan hanya malu, tapi kaget, senang, gugup dan hal lainnya bercampur menjadi satu. Wajahku hampir tak berjarak dengan lelaki itu. Aku hanya bisa diam dan menahan napas sekuat tenaga. Padahal, jantungku tak bisa diajak kompromi, dia terus berdegup keras. Semoga Deri tak mendengarnya.
Setelah aku berhasil mengatur napasku, aku melirik ke belakang Deri, tepat aku menemukan perempuan dengan wajah tak berdosa, Rara.
Wajah perempuan itu juga memerah. Namun, bukan karna malu ataupun deg-degan seperti ku. Dia puas tertawa terpingkal-pingkal ketika melihat reaksi ku kini. Aku langsung membalikkan arah dan segera melanjutkan perjalananku.
"Cieee, Degi... cieeeee!" teriak perempuan itu membuatku menjadi pusat perhatian.
Rara! Lihat nanti!
Teruntuk Deri
yang sepertinya dilanda kebingungan.Hari ini, aku sangat kaget melihat wajahmu begitu dekat.
Kamu pasti melihat wajah ku memerah sepeti udang rebus, bukan? Pasti.Aku malu. Sungguh.
Kamu tau siapa dalang di balik kejadian itu? Rara. Rara Andriana namanya. Kamu bisa interogasi langsung ke dia, karna dia, kita jadi pusat perhatian.
Dari Degi
yang gak mau jadi pusat perhatian.. . .
"Raraaaaa!!"
"Apaan, sih, Gi? Berisikkk!!"
"Maksud lo apaan tadi, hah?! Sengajakan lo manggil gue, biar pas gue nengok, pas banget di depan muka Deri?!" seruku berapi-api.
Untung saja teman sekelas ku sudah terbiasa mendengar jeritan mautku yang hampir merusak telinga. Seisi ruangan kini hanya menatap -apaan sih, Gi?- ke arahku.
"Nah, itu lo tau. Gak usah diperjelaskan?"
"Raraaaa!! Gue uleg juga lo!!!"
"Gi! Berisik, sih!" seru Tania yang sepertinya mulai merasa terganggu. "Emang kenapa, sih, Ra, si Degi?" tanyanya penasaran.
Damn! Pergosipan dimulai!!!
"Jadi, tuh ya ...,"
"..."
"Gimana-gimana?"
"..."
"..."
"Seriusan?"
"Ekspresi dia gimana?"
"Bego, si Degi bego!"
"..."
"Wkwkwk, mpus!"
"Pea, ih!"
"Si Derinya gimana?"
"..."
"Emang, si Degi mah gak bisa nahan salting!"
"..."
"..."
"Udah selesai ngegosipnya!!!?" seruku menghentikan penggosip cap ember pecah.
Sontak, aku ditertawakan anak seisi kelas. Gosip mereka cepat menyebar ke penjuru kelas karna gosip mereka tanpa ada kerumunan. Suara mereka menyambar dari kursi satu ke kursi lainnya sambil berteriak dengan toa masing-masing.
YaaAllah, sabarkan hati Degi menghadapi teman-teman tercinta.
"Degi... Degi! Pea lo!" seru Bama.
"Bodooo!!" Aku menutup telinga rapat-rapat agar gunjingan mereka atasku tak terdengar sedikitpun.
Deri sudah terkenal di kelasku sejak mereka -teman sekelas tercinta mengetahui rahasiaku terhadap Deri. Sejak itu, mereka sering mengolok-olok ku ketika Deri berada di kantin, saat bersamaan dengan kami yang hadir di sana. Untung saja, mereka masih mempunyai jiwa berperikemanusiaan yang membuat Deri tak menahu perihal itu.
Dan semenjak kelas sebelas, mereka lebih agresif. Tambah frontal, tambah gak tau malu, tambah gila. Hampir setiap aku pergi ke kantin atau kemanapun bersama mereka dan bertemu Deri, toa-toa mereka sudah bersiap-siap mengeluarkan senjata mematikan untuk diriku.
Contohnya seperti kelakuan Rara siang tadi.
Untung saja, Deri selalu tak peka dan tak pernah melihatku bersama mereka. Bagaimana mau peka, bahkan ia baru tau namaku akhir-akhir ini.
Sungguh malang nasipku.
. . .
Next!
Author Note
Kali ini pov-nya Degi. Yaaa, ini flasback sihhh. Nikmati aja yha perjalanan rumit Degi dengan teman sekelas tercintanyaaa~
Aku butuh saran, kritik dan masukan dari kaliann. Jadi, jangan sungkan buat comment di setiap partnya, yhaa~ see you next time.
Xoxo, Fian.
28 Mei 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Gonna Be Yours✔
Aktuelle Literatur"Aku bodoh, terlalu menyukaimu sampai aku lupa, bahwa aku bukan siapa-siapamu." -Degi Calista. "Dan aku lebih bodoh lagi, membiarkanmu terabai karna sifat pengecutku." -Deri Vardana. Apa kalian tau, rasanya cinta sendirian? Jika tidak, biar Degi yan...