Lapangan dengan lintasan berwarna biru tua dan biru muda itu sudah diramaikan warga Bandung yang ingin membuang keringat mereka.
Tepat di depan Gedung Sate, lapangan Gasibu menjadi tempat favorit untuk melakukan lari pagi. Apalagi hari Minggu seperti sekarang. Bukan hanya pasangan kekasih muda yang hadir ditempat ini, pasangan suami-istri juga anak-anak ikut meramaikan lapangan ini.
Begitu pun dengan Degi dan Deri. Mereka sudah siap membakar kalori berlebih mereka di lintasan biru ini.
Degi dengan kaos ungunya sudah berlari kecil dan sedikit menggerakkan gerakan pemanasan. Tubuh ideal Degi yang terlihat jelas, kini tidak terhalangi jaket yang ia kenakan dari rumah tadi.
Deri yang harusnya tidak pantas melihat terlalu lama tubuh Degi yang terlihat jelas karna kaos ketatnya, memalingkan wajah agar pikirannya tetap jernih dan tak mengkhayal yang aneh-aneh.
"Yuk, mulai!" ajak Degi memulai langkahnya berlari menyolong start.
Deri yang tak mau kalah, mengekori Degi yang berlari semakin cepat. Tak mau kalah dengan Degi, ia pun mempercepat langkahnya sampai menyalip Degi beberapa meter.
Melihat tatapan Degi yang kesal karna ia menyalip, Deri menambahkan tenaganya agar lebih jauh dari perempuan itu. Sesekali Deri menengok ke belakang, memastikan perempuan di belakangnya baik-baik saja. Namun, hal itu menjadi risih untuk Deri. Perempuan itu tampak bukan Degi seperti biasanya. Pakaiannya yang terlalu ketat menurutnya, terus mengusik pandangannya.
Setelah melintasi beberapa putaran, Deri memilih berhenti untuk menstabilkan pernapasannya. Melihat Deri menepi, Degi pun mengikuti langkah Deri dan diam di sampingnya sambil mengatur napas.
"Tunggu disini," perintah Deri yang melesat setiba Degi menghampirinya.
Tak membutuhkan waktu lama, Deri kembali menghampiri Degi dengan cucuran keringat yang tak kalah deras dengan milik Degi.
"Gue tau lo gerah, tapi gue risih sama lo yang kaya gini." Deri menyampirkan jaket Degi yang ditinggal di mobilnya. Bukan apa-apa. Ia tak mau laki-laki lain melihat lekuk tubuh Degi yang ideal itu, dan tak lain untuk menjaga matanya sendiri.
Degi yang kaget dengan perlakuan Deri terhadapnya, hanya bisa menerima sampiran jaket abu-abu dan mengenakannya dengan benar.
"Ma-af," kata Degi yang menyadari pakaiannya hari ini. Alasan mengapa ia memakai kaos ini, karna kaos ini adalah pakaian olahraganya ketika nge-gym bersama Kakaknya —Putri. Dan pakaian ini sangat nyaman menurutnya. Ia baru tau bahwa pakaian seperti ini menggangu penglihatan Deri. Ia sangat malu.
"No, prob. Tapi, jangan ulangi lagi."
Degi mengangguk tegas atas ucapan Deri yang membuatnya bingung harus meletakkan wajahnya dimana.
. . .
Setelah minumannya habis dan napasnya stabil, mereka berdua bersiap-siap meninggalkan lapangan setelah peregangan yang mereka lakukan.
"Lo udah biasa lari pagi 'kan?" tanya Deri melangkahkan kakinya menuju mobil.
Degi yang mengikuti langkah Deri, masih sibuk dengan rambutnya yang lepek akibat produksi keringat berlebih.
"Gi?" tanya Deri lagi membuat Degi menoleh padanya.
"Iya?"
"Lo udah biasa lari pagi 'kan?" tanya Deri lagi tepat di depan mobinya terparkir.
"Kadang-kadang, sih. Emangnya kenapa?"
"Gue takut aja kaki lo mendadak sakit besok pagi. Apalagi, semalem kan kita abis jalan kaki foto-foto."
Damn! Besok, Senin!
Ucapan Deri membuatnya berpikir. Selama ini ia tak memikirkan nasip kakinya. Iya lupa dengan semua itu. Semuanya larut terbawa bahagianya bersama Deri dua hari ini. Dan besok, adalah monster day bagi Degi, setelah special day-nya hari ini.
. . .
Next!
Author Note
Balik lagi sama Degi. Puas2in aja dulu, Gi. Mumpung si Deri agak konslet palanya, jadi dia agak peka2 gt sama lu. Kalo udh bener lagi palanya mah, susah lagi dah lu deket sama Deri.
Oke, lanjutin terus yaa. Papay.
Xoxo, Fian.
24 Juni 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Gonna Be Yours✔
General Fiction"Aku bodoh, terlalu menyukaimu sampai aku lupa, bahwa aku bukan siapa-siapamu." -Degi Calista. "Dan aku lebih bodoh lagi, membiarkanmu terabai karna sifat pengecutku." -Deri Vardana. Apa kalian tau, rasanya cinta sendirian? Jika tidak, biar Degi yan...