45 | She's Come Back (1)

69 8 4
                                    

Matanya berkedut beberapa kali, hingga saatnya ia membulat sempurna. Masih di tempat yang sama sejak lima jam lalu. Ia masih duduk bersebelahan dengan asisten pribadinya —Iren dan berhadapan dengan kedua asisten lain dari timnya.

Ketiganya masih lelap tertidur setelah semalam suntuk bergurau dan bermain UNO. Calista menatap sisi kanan atas layar ponselnya. Pukul 00.47. Sudah melewati tengah malam.

Ia menatap kaca di sampingnya. Gelap. Hanya ada beberapa lampu yang sedikit menyinari. Bahkan, bintang di langit pun enggan muncul. Kali ini langit sangat mendung.

Calista membuka aplikasi chat-nya dengan Anna.

Calista : Malem ini aku pulang.

Send 17.43

Hingga tengah malam ini, pesannya pada Anna tak mendapatkan balasan. Bahkan, dibaca saja belum.

Calista mendengus kasar. Sepertinya tak ada yang mengharapkannya pulang kali ini. Mulai sekarang, ia fokuskan kedatangannya ke Bandung hanya untuk  acara talkshow saja.

Iren yang tadinya tertidur lelap bergumam, "Mba Cal?"

Mendengar suara Iren, Calista menoleh. "Iya, Ren?"

"Mba Cal belum tidur?" tanya Iren sambil mengusap matanya.

Calista tersenyum kecil dan membalas Iren, "enggak, aku kebangun, Ren."

"Aku kira Mba Calis belum tidur." Iren membuka air mineralnya. Ia meneguknya pelan. "Tidur, Mba. Besok pagi kita udah harus sampe di lokasi jam delapan," ujar Iren setelah menutup botol mineral dan kembali pada posisi nyamannya.

"Iya, Ren." Calista melirik teman sejawatnya itu. Ia kembali menutup pelupuk dan kembali pada mimpinya.

Malam ini Calista menderita sleepless. Matanya tak bisa ia pejamkan. Mungkin jam tidurnya sudah cukup hingga ia tak usah tidur lagi sampai ia tiba.

Matanya beralih dari Iren ke ponselnya. Ia membuka chat-nya dengan Kania, Gianza dan Rara.

Calista : Besok pagi gue sampe di Bandung. Siangnya kita ketemuan, yha?

Calista selesai dengan kalimatnya. Dengan satu tap lagi, pesan itu akan sampai pada ketiga sahabatnya. Namun, dengan cepat ia menghapusnya.

"Biar surprise, deh," serunya dalam batin.

Setidaknya, Lala; Kania; dan Gianza mengharapkan kedatangannya.

. . .

"Mba, masih ada waktu dua jam. Kalo mau istirahat, istirahat aja," seru Iren sampai di kamar.

"Iya, Ren. Aku udah kenyang tidur kayanya," cetus Calista sambil merapikan barang bawaannya di koper.

"Bukannya abis kebangun itu Mba Calis gak tidur lagi, ya? Aku tau kok Mba Calis malah baca novel," tanya Iren sembari masuk ke kamar mandi.

Suara air dari keran wastafel terdengar dari tempat Calis berada. Sepertinya Iren sedang membersihkan wajahnya. Dengan cepat Calista mencari sabun mukanya dan membuntuti Iren.

"Kamu kok tau, Ren? Kamu gak tidur juga?" tanya Calista dari belakang Iren.

"Tidur. Tapi gak nyenyak. Kebangun terus, Mba," cetus Iren. "Mba Calis ada masalah?" tanya Iren membuat dahi Calis berkerut.

Sabun muka yang dioleskan di ujung jarinya mulai berpindah ke dahi, pipi, hidung dan dagu setelah wajahnya dibasuh oleh air. Lalu Calista mengusapnya dengan halus.

Busa putih mulai memenuhi wajah Calista. Cepat-cepat ia membasuhnya agar busa itu tak masuk ke mata.

"Enggak. Aku gak ada masalah," jawab Calista. Iren hanya mengangguk menatap bayangannya di cermin. Calista melihat tanggapan Iren dari sudut maniknya. "Oh, iya, Ren. Nanti bantuin aku pilih baju, ya?"

Iren menghentikan aktivitasnya. Handuk putih bekas mengusap wajahnya yang basah, ia lilitkan di leher. Ia mengangguk menyetujui pinta Calista. "Oke, Mba."

. . .

Next!

Authore Note

Hahaha, ini lebih nggak jelas😂 semakin ke sini, semakin gimana gt. Banyak scene yg harusnya nggak usah ditulis😂 padahal hukumnya haram tuh kl gt😂

14 Agustus 2017
Xoxo, Fians.

Gonna Be Yours✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang