43 | Meeting

93 9 21
                                    

Sudah hampir sepuluh menit Kania duduk di salah satu meja restoran Bakmi. Meja bundar dan tiga kursi kursi kosong di hadapannya, ia rasa cukup untuk menampung beberapa orang yang ditunggunya.

Tangannya terus mengetuk meja nomer empat. Sesekali ia melirik arlojinya yang melingkar di tangan. Ia merogoh tas selempangnya mengambil benda tipis berbentuk kotak.

Setelah menemukannya, ia langsung mengirim pesan pada sosok yang ia tunggu.

Kania : La, lo udah dimana? Gue tunggu di Bakmi resto.

Ia langsung mengirim pesan itu ke kontak Lala. Lalu, ia mengetik satu pesan lagi.

Kania : Yan, lo dimana? Gue tunggu di Bakmi Resto, ya?

Dengan cepat Kania mengirim pesan itu pada Trian.

Seperti janji Trian kemarin, ia membutuhkan jasa Kania untuk mendekor kafe yang sempat ia kunjungi kemarin siang. Kata Trian, ia akan membawa atasannya juga untuk membicarakan hal itu.

Kania membawa Lala, karna ia ingin Lala menemani dirinya. Setelah bertemu client-nya, Kania berencana untuk berbincang masalah sahabatnya yang tinggal jauh di Jogja.

Langkah Lala memasuki pintu masuk mengalihkan lamunan Kania. Jenuhnya berubah menjadi sumringah. Lambaian tangan Kania membuat Lala menoleh mengetahui keberadaan Kania.

"Lalaaaaa..."

Kania memeluk sahabatnya itu. Walau mereka masih tinggal di satu kota, tapi mereka jarang sekali bertemu. Maklumilah, mereka sudah mempunyai kesibukan masing-masing.

"Kaniaaaa, gue kangen banget," seru Lala membalas pelukan Kania.

"Lo kesini sendiri?" tanya Kania melihat Lala tanpa Nala dan Gianza.

"Enggak. Gue dianter Gian. Tapi dia langsung pulang. Katanya dia mau jalan-jalan sama Nala," jelas Lala sembari menarik kursi di samping Kania.

"Kok pesen bangku empat? Mau ketemu siapa lagi?" tanya Lala setelah sadar masih ada dua kursi lagi yang kosong.

Kania menyeringai, matanya menyipit tertarik oleh otot pipi.

"Trian," seru Kania. "Tapi ini bukan masalah pribadi, kok. Atasannya dia butuh jasa gue," jelas Kania sebelum Lala mengintimidasinya.

"Lo masih suka sama Trian?"

Pertanyaan sarkas dari Lala membuat reaksi aneh di wajah Kania. Ia menggigit bibir bawahnya seperti menimbang-nimbang jawaban.

"Yaaa ... gitu, deh."

Lala mengerlingkan matanya. Satu lagi sahabatnya yang merepotkan. Haruskah ia melakukan hal yang sama pada Kania seperti yang ia lakukan pada Calista?

"Harus gue yang nyomblangin? Lagian minta balikan aja susah banget, sih? Kemakan gengsi, sih, lo."

"Gak segampang itu, La."

"Lo ribet. Sama kaya si Calis," cetus Lala. Ia beralih mengambil ponselnya di dalam tas. Mengabari sang suami.

"Hallo, Hun?"

"..."

"Iya, aku udah sama Kania sekarang. Mau ngomong sama dia?"

Tanpa ba-bi-bu, Kania langsung merebut ponsel dari telinga Lala.

"Istri lo rese! Dateng-dateng ngebetein!" seru Kania mengadu pada Gianza di seberang.

Suara kikikan Gianza mengusik telinga Kania. Cepat-cepat ia kembalikan ponsel itu pada pemiliknya.

Gonna Be Yours✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang