Pantas saja. Degi anak IPS sedangkan aku anak IPA. Lokasi kelas yang berjauhan membuat ku jarang atau sama sekali tak tau keberadaan Degi sebelumnya. Ditambah lagi, aku memang sosok yang cuek, juga malas berinteraksi dengan orang tak terlalu penting. Contohnya, Putri.
Kakak kelas itu sedikit menggangguku akhir-akhir ini. Tapi, ada baiknya juga, sih. Aku bisa tanya-tanya tentang hal yang aku belum tau. Sedikit memanfaatkan keadaan boleh 'kan?
Setengah hari ini aku belum melihat Degi yang biasanya hampir setiap hari datang di hadapanku. Mungkin dia sibuk. Apa yang disibukkan seorang anak IPS? Bukankah anak IPA yang selalu disibukkan dengan ini itu? Mungkin, sesantai-santainya mereka pasti juga ada fase sibuknya.
Aku mengambil botol mineral di lemari pendingin salah satu warung di kantin. Bulir-bulir air yang menetes membuat tak sabar untuk meneguknya.
"Eh, sorry," ucapku berbarengan dengannya yang juga mengambil botol mineral yang sama.
"Eh, Degi. Gue kira siapa," ucapku yang menyodorkan minuman itu padanya. "Lagi sibuk apa? Kok baru keliatan hari ini?"
"Enggak, emang baru keluar kelas aja," ujar Degi yang tampaknya sangat pucat.
"Lo sakit?" tanyaku yang hanya mendapat gelengengan kepala.
"E-e-ehh, Gi!" Tubuh Degi yang kecil menjatuhkan dirinya lemas. Aku yang tepat di sampingya langsung menolongnya, menggotong perempuan ini ke UKS.
Banyak pasang mata yang kaget melihatku membopong Degi saat melewati lorong. Petugas UKS yang melihat kejadian ini, lagsung membukakan pintu UKS lebar-lebar.
Aku menunggunya hingga ia tersadar. Membiarkan botol minyak angin terbuka di sekitar hidung agar aromanya menyeruak menyadarkan Degi dari pingsan.
Kelopak matanya bergetar pelan sebelum akhirnya terbuka. Telapak tangannya langsung menutup mata sekaligus dahi. Mungkin ia dilanda pusing saat ini. Ia mengubah posisi tidurnya pelan.
"Udah baikan?" tanyaku lembut. Namun, ia hanya mengangguk pelan.
Ia melihat jamnya yang melingkar di tangan kiri. "Lo dari tadi disini?" Aku yang mendengar pertanyaannya hanya menganggkuk. "Kan masih jam pelajaran. Kenapa gak masuk kelas aja?" tanyanya lanjut.
"Jam kosong. Daripada gue di kelas gak ngapa-ngapain, mending disini, jagain lo," jedaku mengambil minum untuknya. "Lo kenapa? Gak enak badan?"
Bel sekolah berdering tiga kali di sela perbincanganku dengan Degi. Waktunya pulang telah tiba. Aku langsung beranjak dari kursi.
"Lo tunggu disini. Nanti gue balik lagi," ucapku meninggalkan Degi sendiri di UKS.
Aku berlari menuju kelas, mengambil tas. Kemudian ke kelas Degi mengambil semua peralatan sekolahnya. XI IPS 3. Kelas itu terletak di ujung gedung C. Lumayan jauh dari kelasku.
Sesampai disana, kelas Degi belum sepi. Aku bertanya pada salah satu perempuan yang entah siapa namanya, "meja Degi dimana?"
"Oh, itu." Dia menunjuk ke arah barisan meja nomer tiga.
Aku langsung menuju meja yang ditunjuk, merapikan buku-bukunya yang masih tergeletak di atas meja.
"Degi udah sadar?" tanya salah satu perempuan lagi yang sepertinya teman akrab Degi.
"Udah. Tapi masih lemes."
"Lo mau kan nganter dia pulang?"
Tanpa dia suruh juga aku sudah berniatan seperti itu. Aku khawatir dengan kondisinya yang masih lemah. Kalau terjadi apa-apa dijalan, bahaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gonna Be Yours✔
General Fiction"Aku bodoh, terlalu menyukaimu sampai aku lupa, bahwa aku bukan siapa-siapamu." -Degi Calista. "Dan aku lebih bodoh lagi, membiarkanmu terabai karna sifat pengecutku." -Deri Vardana. Apa kalian tau, rasanya cinta sendirian? Jika tidak, biar Degi yan...