Sirup Leci

761 73 6
                                    

Pagi telah datang, namun Kei masih bergelung di bawah selimut tebal favoritnya. Pasalnya hawa dingin dan suasana kabut di luar sana memaksanya untuk tetap bertahan di peraduan. Tak ada jogging rutin untuk hari ini. Mungkin lain kali, batinnya.

Tok! Tok!

Samar-samar telinga Kei menangkap suara ketukan di pintu kamarnya. Terdengar begitu jelas dan nyata, namun tak serta merta membuat gadis itu bergegas membuka kedua matanya yang terpejam erat. Ia hendak mengabaikan ketukan pintu itu. Tapi, suara itu malah terdengar kembali dan membuat Kei harus segera mengakhiri kegiatan tidurnya.

Kei menggeliat malas lalu  menyingkapkan selimut yang menutupi tubuhnya. Gadis itu bangun dan beranjak dari atas tempat tidur.

"Kei."

Seulas senyum manis terurai dari bibir Abimanyu manakala ia melihat Kei membuka pintu pintu kamarnya. Gadis itu tampak berantakan. Sepasang matanya setengah terpejam, rambutnya acak-acakan, dan kedua kakinya telanjang menapak di atas lantai keramik yang dingin.

"Kamu udah bangun?" tegur Kei sambil mengucek kedua matanya agar bisa melihat sosok Abimanyu dengan jelas.

"Aku lapar, Kei," ucap Abimanyu dengan nada suara serendah-rendahnya, berusaha sesopan mungkin. "Apa kamu bisa membuatkan makanan untukku?"

Astaga! Kei menepuk jidatnya. Jadi, cowok tampan itu bisa lapar sepagi ini? batinnya heran.

"Tunggu sebentar," ucap Kei malas. "Aku cuci muka dulu, baru bikin sarapan buat kamu."

"Aku juga mau minuman seperti kemarin," sela Abimanyu cepat sebelum Kei berhasil menutup kembali pintu kamarnya.

"Sirup leci maksud kamu??"

"Iya, mungkin itu namanya," kekeh Abimanyu malu-malu.

"Oke."

Kei mencuci muka, menggosok gigi, serta mengganti pakaian tidurnya beberapa saat kemudian. Barulah sesudahnya ia memasak menu sarapan pagi untuk Abimanyu.

Usai sarapan, Kei membuka laptopnya untuk memeriksa email serta file-file yang dikirimkan Sandra, sekretaris pribadinya. Sandra sedikit mengomel karena Kei tak pernah muncul di kantor, tak bisa dihubungi, dan semua pekerjaan menumpuk di tangannya. Meski ada papa Kei, tetap saja ia merasa kerepotan tanpa kehadiran Kei. Dan Kei sendiri hanya menahan tawa mengetahui hal itu.

"Benda apa itu?"

Alamak!

Kei terperanjat setengah mati karena Abimanyu tiba-tiba telah berada di belakang punggungnya. Nyaris saja jantungnya copot karena ulah jail cowok itu.

"Kamu ini bikin kaget orang aja," hardik Kei kesal bukan main.

"Maaf, aku tidak bermaksud membuatmu kaget," ucap Abimanyu diliputi rasa bersalah. Ia menyesal sudah membuat gadis itu kaget. "Apa aku boleh minta minum lagi?" Cowok itu mengangkat sebuah gelas kosong ke udara.

"Nggak boleh," jawab Kei ketus. Ia masih kesal dengan kejadian beberapa detik lalu. "Nanti kalau kamu diabetes gimana?"

"Apa? Apa itu?" Abimanyu menautkan kedua alis tebalnya. Kei mengucapkan kata asing itu terlalu cepat dan Abimanyu tak bisa mendengarnya dengan baik.

"Itu nama sebuah penyakit. Kalau kamu minum minuman manis terus menerus, nanti kamu bisa sakit. Kaki kamu bisa bengkak dan kamu tahu apa akibatnya? Kamu nggak akan bisa jalan lagi. Paham?" terang Kei sengaja ingin menakut-nakuti Abimanyu.

"Oh ya? Tapi, kalau minum minuman manis menyebabkan sakit, kenapa kamu minum minuman itu?" tanya Abimanyu penasaran. Dahinya berkerut.

"Itu kalau kamu minumnya kebanyakan, tapi kalau minum sedikit ya, nggak pa pa."

"Aku mau, tolong buatkan Kei,"pinta Abimanyu dengan gaya sopan. Tangannya masih mengulurkan gelas kosong ke hadapan Kei. "Setelah aku kembali ke duniaku nanti, aku juga akan mati. Jadi, minum banyak atau sedikit, bagiku sama saja," tandas Abimanyu terlihat santai dan tenang.

Kei melebarkan matanya saat mendengar ucapan miring Abimanyu. Apa ia sudah tidak waras?

"Apa? Kenapa kamu bilang seperti itu? Dari mana kamu tahu akan mati dalam perang itu?"

"Aku sudah bersumpah Kei," ujar Abimanyu. "Bahwa dalam pertempuran Baratayudha, aku akan mati. Jadi, saat aku kembali ke duniaku nanti, aku akan mati. Mati dihujani ratusan anak panah."

Kei melongo mendengar penuturan mengerikan dari bibir Abimanyu. Bagaimana ia bisa mengatakan hal seperti itu?

"Beneran? Tapi, kenapa kamu mesti bersumpah akan mati dalam perang Baratayudha?"

"Aku tidak bisa mengatakan hal itu padamu, Kei. Itu adalah takdir. Dan semua itu harus terjadi."

"Kalau gitu, kamu di sini aja. Nggak usah kembali ke duniamu. Dengan begitu kamu akan tetap hidup," ucap Kei memberi saran. Ngawur.

Abimanyu tertawa renyah. Sungguh, ketampanannya bertambah tiga kali lipat saat dia melepaskan tawanya. Dalam beberapa detik lamanya Kei tak bisa mengendalikan perasaannya.

"Hidup kami sudah dituliskan takdir Kei,"tandas Abimanyu setelah tawanya mereda. "Dewata yang menentukan segalanya."

"Apa kamu punya kekasih?"tanya Kei tiba-tiba. Dan sedetik kemudian ia menyesali pertanyaannya. Tapi ia ingin tahu status sang cowok.

"Menurutmu?"

27 Jan 2017

ABIMANYU # TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang