Abimanyu KW 2

590 47 0
                                    

Kei menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa dengan posisi senyaman mungkin. Sedang tangan kanannya menggenggam sebuah remote kontrol televisi dan sesekali ia menekan tombol-tombol di atasnya. Beralih dari channel satu ke satunya. Bagi gadis itu tak ada satupun acara televisi yang bagus untuk ditonton. Dan tidak biasanya ia merasa bosan seperti ini.

"Nonton apa sih, Kei?" tegur mama mengejutkan Kei. Wanita itu diam-diam memperhatikan Kei sejak tadi. Ada yang aneh dari putrinya itu setelah ia sembuh dari demamnya. Mama meletakkan sebuah piring kecil berisi potongan brownies ke atas meja lalu duduk di sebelah Kei. "Drama itu kan bagus," ucap mama saat Kei berhenti pada satu channel yang menayangkan drama serial India. Sepertinya mama tak pernah absen menonton acara itu.

"Bagus apanya Ma? Membosankan, tahu nggak?" sahut Kei sewot. "Dari dulu mertua itu benci sama menantunya. Dia mau menyingkirkan menantunya, tapi belum kesampaian. Udah berapa episode tuh nggak tamat-tamat juga," papar gadis itu sebal.

Mama malah nyengir mendengar ucapan Kei. Putrinya memang benar. Tapi, selama ini ia tidak pernah melewatkan satu episode pun dari serial itu. Gara-gara ada Kei ia terancam akan melewatkan episode kali ini.

"Tapi mama pingin nonton, Kei." Mama masih ingin berjuang agar bisa menonton episode hari ini. Dan akhirnya Kei harus mengalah. Ia memberikan remote itu ke tangan mama dan selanjutnya Kei hanya menikmati betapa nyamannya sandaran sofa. Ia masih libur hari ini karena baru saja sembuh dari demam dan papa melarangnya untuk bekerja meski ia sudah merasa baikan sekarang.

"Duh, si mertua ini jahat banget deh, Kei. Masa dia naruh racun di makanan menantunya, sih," gumam mama terhanyut dalam alur cerita serial yang ditontonnya.

Kei melengos. "Ma, itu kan hanya drama. Mama ini, segitunya sih menghayati ceritanya. Jangan baper deh. Ntar kalau udah mau tamat paling-paling juga si mertua itu mengalami kecelakaan terus meninggal. Mama jangan jadi korban serial begituan," sungut Kei sampai jengkel melihat reaksi mama yang berlebihan.

Tapi, sepertinya mama tak menggubris kalimat Kei dan kembali hanyut dalam cerita serial itu seolah tak pernah mendengar ucapan putrinya.

Kei bosan. Ia menatap jam dinding sekilas. Harusnya papa sudah pulang jam segini, tapi kenyataannya pria itu belum juga muncul.

Kei nyaris tertidur saat papa yang ditunggunya sudah pulang.

"Kok nggak istirahat di kamar sih, Kei?" Papa mencium kening Kei lalu duduk di sebelah putri kesayangannya itu. "Kamu udah merasa enakan?"

"Udah kok, Pa. Lagian Kei bosan di kamar terus," sahut Kei sambil membenahi posisi duduknya. "Apa Bim menelepon papa?"

Hei! Papa dan mama saling berpandangan usai mendengar pertanyaan putrinya. Mereka kompak mengedikkan bahu masing-masing.

"Kok, kamu jadi nanyain Bim?" Papa mengerutkan dahi. Heran dengan tingkah Kei. "Jadi, pada akhirnya kamu menyukai Bim? Begitu?" delik pria itu mencurigai putrinya sendiri.

"Papa ini," Kei menyahut dengan cepat dan sewot. "dia kan relasi papa. Kei kan nggak bisa ke kantor, kali aja ada kerjaan yang berhubungan sama dia." Ah, alasan Kei terlalu dibuat-buat. Dan tampak palsu.

"Papa nggak bisa dibohongi anakku," ucap papa menirukan logat bicara aktor dalam serial drama yang sedang ditonton mama. "Bagaimana Ma, apa kita nikahkan saja putri kita dengan Raden Mas Abimanyu? Mama setuju, kan?" Papa langsung menoleh pada mama masih dengan gaya ala seorang aktor amatiran. Meminta persetujuan istrinya.

Mama seketika meledakkan tawanya melihat akting papa. Wanita itu bahkan sampai terpingkal-pingkal dibuatnya.

"Papa ini, jelek banget aktingnya." Kei ikut tergelak melihat tingkah papa yang super lucu. Tapi ia juga malu karena  ketahuan menyukai Bim. Salah sendiri Kei!

"Tapi beneran kan, kamu menyukai Bim? Apa papa bilang ..." ujar papa sedikit membusungkan dada karena terlalu bangga dengan pemikirannya untuk menjodohkan Kei dengan Bim akhirnya berjalan dengan mulus.

"Kei belum yakin sih, Pa," ungkap Kei jujur sejujurnya. "Lagipula Kei belum lama kenal dengan Bim."

"Ya, papa mengerti. Kamu masih galau, kan?" Papa bermaksud menggoda. "Kamu jalani saja dulu. Papa dan mama hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk kamu."

"Mama kan udah bilang, kalau Tuhan sudah menakdirkan kamu untuk jatuh cinta, ya jatuh aja," ulang mama mengungkit kalimat yang pernah diucapkannya beberapa waktu lalu. "Lagipula mama lihat Bim orangnya sopan kok. Dan sepertinya dia nggak neko-neko."

"Pinter lagi," imbuh papa menyanjung Bim. "Setahu papa dia pernah kuliah di Amerika. Papa nggak tahu dengan jelas sih, karena Bim orangnya nggak suka cerita-cerita tentang dirinya," paparnya lagi.

Kei melongo mendengar uraian papa. Ternyata dibalik sikapnya yang polos dan lugu itu, Bim menyimpan otak yang bisa diandalkan. Jadi, Bim sengaja menipu Kei atau Kei saja yang terlalu melihat cover cowok itu. Ah, haruskah ia menyalahkan baju batik Bim atau kacamata minusnya yang menutupi kelebihan cowok itu. Makanya Kei, jangan melihat orang dari tampilan luarnya saja, batinnya.

Kei tak menanggapi kali ini. Ia pamit pada mama dan papa untuk kembali ke kamar. Kepalanya sedikit berdenyut saat berpikir tentang Bim tadi. Mungkin dengan beristirahat sebentar kepalanya akan membaik.

Bim dan segala rahasia tentangnya. Huh.

12 Februari 2017/ Revisi 20 Oktober 2019

ABIMANYU # TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang