Mimpi

522 48 0
                                    

"Kamu sudah bertemu dengannya Kei?"

Kei menoleh dan menajamkan pandangannya. Abimanyu?

Cowok itu sedang berdiri sembari menggenggam sebuah busur. Ia mengulas senyum terbaiknya.

"Hei, kamu ke mana aja? Kamu pergi nggak pamit. Apa kamu tahu aku benar-benar kehilanganmu. Aku merindukanmu ..."

Abimanyu masih saja diam dan tersenyum ke arah Kei. Seolah ia tak pernah mendengar ucapan gadis itu.

Namun, tiba-tiba saja bayangan tubuh Abimanyu memudar perlahan-lahan. Seperti tembus pandang dan lama-kelamaan menghilang saat angin berembus kencang, menerpa ke arahnya. Daun-daun kering beterbangan bersama hilangnya sosok itu.

"Hei, tunggu!"

***

Kei melenguh panjang. Ia mengentakkan pulpen di tangannya ke atas meja dengan paksa demi melampiaskan segenap kekesalan hatinya. Mimpi semalam benar-benar menyebalkan. Pasalnya Kei sudah tidak berharap bisa bertemu lagi dengan Abimanyu meski dalam mimpi sekalipun. Ia tidak mau mengingat tentang cowok itu dan segala kenangan manis yang pernah ia tinggalkan. Karena hal itu akan cukup melukai hatinya.

"Kamu nggak pa pa, Kei?" Sandra berdiri di depan meja Kei dan heran melihat tingkah polah gadis itu.

"Iya," sahut Kei terbata. Ia benar-benar kehilangan konsentrasi sampai-sampai tak menyadari kehadiran Sandra di ruangannya. "Aku baik-baik aja."

"Oh iya, kamu sudah tahu Bim kan?" tanya Sandra segera beralih topik. "Kamu disuruh Bos untuk menemaninya meninjau restoran pertama." Bos yang dimaksud Sandra adalah papa Kei.

Hah?!

Kei melotot mendengar ucapan Sandra. Benarkah papa menyuruhnya untuk menemani Bim meninjau restoran? Jadi, papa benar-benar serius dengan ucapannya? Mustahil! Kenapa bukan papa saja yang menemani Bim? Kenapa mesti Kei?

"Kenapa mesti aku?" protes Kei kesal. "Kenapa bukan papa aja sih?"

Sandra mengangkat kedua bahunya. Ia tak punya jawaban pasti tentang pertanyaan Kei. "Mungkin karena kamu kelamaan libur, jadi sekarang kamu yang mesti bekerja keras, Kei." Senyum yang terkembang di bibir Sandra seperti sedang mengejeknya. "Lagian enak kan, bisa bebas dari kantor. Bisa sekalian cuci mata. Sekalian bisa melihat suasana di luar kantor juga. Di dalam kantor terus kan bosen, Kei?"

"Ya, kalau itu kamu," celutuk Kei. "Aku lagi malas keluar, tahu nggak? Eh, tolong gantiin aku dong," pinta Kei setengah memohon.

"Nggak, nggak," tolak Sandra mentah-mentah. Ia mengangkat kedua tangannya ke udara.  "Ampun deh. Aku nggak mau. Aku sudah kenyang meninjau restoran selama kamu liburan. Capek tahu nggak, Kei? Lagian aku nggak berani mengambil alih tugas kamu. Ntar kalau Bos nanya bagaimana?" cerocosnya beralasan.

Huh.

"Kei! Bim udah di lobi, tuh." Suara papa mendadak terdengar menghentikan percakapan kedua gadis itu.

Kei seperti tersihir ucapan papa dan segera bangkit dari kursinya. Ia bergegas menyambar tas serta smartphone miliknya dan tanpa babibu lagi, Kei segera keluar dari ruangannya dan menuju lobi. Bim sedang menantinya di sana seperti kata papa.

"Hei." Bim langsung menyapa Kei  begitu ia melihat gadis itu sampai di lobi. Cowok itu tidak sedang memakai batik hari ini dan melempar senyum pada Kei.

"Udah lama nunggunya?" Kei berbasa-basi ringan, namun tak bisa menampilkan wajah ramah seperti yang Bim lakukan.

"Nggak, kok," sahut Bim terlihat santai. "Aku baru aja nyampek."

"Kita berangkat sekarang?" tawar Kei tak ingin membuang waktu. Ia malas jika harus memperpanjang basa-basi dengan cowok itu.

"Oke," sahut Bim menurut.

Mereka melangkah beriringan menuju ke tempat parkir. Tanpa perbincangan berarti.

Sepuluh menit kemudian mereka telah berada di jalanan. Lalu lintas tak begitu padat dan cuaca cukup cerah.

"Apa restonya masih jauh?" tanya Bim mengisi keheningan.

"Nggak juga," jawab Kei sembari fokus pada kemudinya. "Kamu udah lama tinggal di sini?"

"Baru setahun," jawab Bim. "Aku menyewa sebuah rumah kecil di dekat kampus, kebetulan adik perempuanku kuliah di sini," paparnya tanpa ditanya.

"Oh," Kei bergumam pendek. "jadi, kalian tinggal berdua aja?" tanya gadis itu lebih lanjut.

"Iya," jawab Bim sambil mengembangkan senyum. "Kalau kamu mau, kamu boleh mampir kok. Adikku pasti menyukaimu. Karena kalian mirip."

"Oh ya?" Kei mengerutkan keningnya. Masa sih, ada orang yang mirip dengan dirinya? Atau jangan-jangan itu hanya modus Bim saja untuk mendekati Kei. "Memangnya mirip dalam hal apa?"

"Cara kalian berpenampilan. Mungkin," ucap Bim sedikit tidak percaya pada penilaiannya sendiri.

Kei tersenyum. Apa itu cara seorang cowok untuk menarik perhatian dari seorang gadis? Mencari-cari kesamaan dengan saudara atau orang yang dikenalnya hanya untuk memancing obrolan sampah.  Mungkinkah Bim menaruh hati padanya? Tapi apa secepat itu? Lantas apa yang menarik dari diri Kei? Ia tak pernah merasa dirinya istimewa atau menarik sehingga bisa memikat Bim secepat ini.

10 Februari 2017 / Revisi 20 Oktober 2019

ABIMANYU # TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang