Senja

619 58 1
                                    

Senja kali ini cuaca tak seperti biasa. Gumpalan awan berwarna kelabu tampak menggantung gelisah di langit. Angin berembus kencang dari arah pegunungan membawa kabar pada penduduk di sekitar tempat itu bahwa hujan akan turun sebentar lagi.

Secangkir cokelat panas dan sirup leci dingin terhidang di atas meja ditemani kacang atom sebagai pelengkap menikmati senja yang mulai diwarnai gerimis ringan. Kei dan Abimanyu duduk sedikit lebih jauh, namun memandang ke sudut yang sama. Ke arah pintu depan yang terbuka dan menampilkan pemandangan gerimis. Hawa dingin perlahan mulai menyebar ke sekeliling ruangan.

Kei menyesap cokelatnya dengan hati-hati. Ia takut lidahnya terbakar jika menyesapnya tanpa perhitungan. Gadis itu mengambil kacang atom kesukaannya dan menoleh ke arah Abimanyu yang juga mulai menyesap minumannya. Sirup leci dingin favoritnya semenjak ia tiba di tempat itu.

"Aku selalu berpikiran kalau aku nggak percaya jodoh," ucap Kei memecah suasana hening yang menghuni ruangan. Ia tak begitu memperhatikan ekspresi yang ditunjukkan Abimanyu setelah mendengar pengakuannya.

"Kenapa?" Abimanyu menatap Kei dengan mimik serius. "Apa karena kamu sering dikecewakan?" tebaknya.

Kei tersenyum pahit. Ia mendesah panjang.

"Iya," sahut Kei jujur. "Aku selalu berusaha jujur dan setia dalam menjalani sebuah hubungan, tapi akhirnya aku yang dikhianati. Aku nggak tahu apa yang salah dengan diriku. Apa aku nggak boleh bahagia seperti yang lain?" Kedua mata Kei berkaca-kaca dan nada suaranya bergetar. Gadis itu benar-benar berbeda dari biasanya. Ia tampak jujur dan apa adanya di depan Abimanyu senja ini. Mungkin ia terbawa suasana gerimis di luar sana.

Abimanyu menyunggingkan senyum simpati.

"Apa karena itu kamu bersembunyi di sini?" tanya Abimanyu beberapa saat kemudian. Hujan kian rapat intensitasnya.

Kei menggeleng pelan.

"Bukan bersembunyi," kilah gadis itu. "Aku hanya ingin menenangkan diri untuk sementara waktu. Itu aja," tandasnya membela diri.

"Kei," Abimanyu memperbaiki letak duduknya sehingga ia bisa menatap Kei dengan jelas. "jodoh itu adalah sebuah takdir. Kamu tahu, setiap orang punya takdirnya sendiri-sendiri. Bagaimanapun caranya, di manapun tempatnya, jodoh akan menemukan jalannya sendiri. Semua itu sudah menjadi ketetapan takdir," papar Abimanyu menasihati. Dengan bahasa yang lembut dan kalem.

"Tapi, aku sudah lelah."

"Aku tahu," sahut Abimanyu cepat. "Aku tahu kamu akan bilang seperti itu. Tapi, kamu mestinya bersyukur dengan kondisimu sekarang. Tidak ada hidup yang sempurna, Kei. Orang yang sudah menikah akan menghadapi masalah berkali-kali lipat jumlahnya ketimbang orang yang belum menikah. Jadi, nikmati saja masa-masa seperti sekarang. Di saat kamu bisa duduk santai seperti ini, menikmati hujan dan secangkir cokelat hangat, tanpa beban dan tanpa tanggungan. Tidak ada suara bayi yang mengganggu pendengaran, hanya air hujan yang berjatuhan dari langit. Nyaman, bukan? Jadi, nikmati dan syukuri apapun yang kamu miliki sekarang. Karena ada saatnya nanti kamu akan merasakan apa yang mereka rasakan sekarang, dan pastinya kamu lebih siap menghadapi kondisi seperti itu," papar Abimanyu lebih panjang dari sebelumnya.

Kei diam dan hanya menerawang ke arah hujan. Mencerna kalimat Abimanyu perlahan-lahan.

"Takdir punya jalannya sendiri, Kei," lanjut Abimanyu lagi. "Hanya saja terkadang kita menilai hidup dari sisi yang lain dan tidak mengambil hal-hal yang baik dari segenap permasalahan yang ada. Makanya kita selalu mengeluh dan gampang menyerah."

Kei tersenyum mendengar penuturan Abimanyu.

"Kok, kamu pinter sih?" puji Kei sekaligus ingin menggoda cowok itu. Memaksa Abimanyu untuk tersenyum.

"Aku hanya ingin membuka pikiranmu," ujarnya. "Agar kamu memandang hidup dari sisi baik, kamu biasa menyebutnya apa?"

"Positif."

"Iya, itu dia," sahut Abimanyu cepat.

Kei merenung sejenak. Bagaimanapun cara orang menyampaikan nasihat tetap saja itu merupakan suatu cara untuk memberi dukungan padanya. Itu menandakan masih ada yang peduli padanya dan ikut merasakan apa yang ia alami sekarang.

"Makasih," ucap Kei tulus.

Abimanyu mengangguk mendengar ucapan terima kasih yang dilontarkan Kei. Ia senang jika pikiran Kei mulai terbuka berkat ucapannya.

"Mulai sekarang aku akan lebih menghargai hidup dan semua yang kumiliki. Dan aku juga akan menjalani waktu dengan sebaik-baiknya," ujar Kei. Ia melebarkan senyumnya.

"Itu bagus. Aku turut senang mendengarnya."

"Hei, aku punya sebuah ide bagus dan kamu pasti akan sangat menyukainya," ucap Kei tiba-tiba. Sebuah ide cemerlang melintas cepat di kepalanya.

"Apa?" tanya Abimanyu bingung.

"Gimana kalau besok kita jalan-jalan ke kota?" usul Kei dengan wajah riang. "Aku mau nunjukin duniaku sama kamu, sebagai rasa terima kasih karena kamu udah datang dalam hidupku dan memberi pencerahan. Gimana? Setuju?"

Abimanyu mengerutkan keningnya, berpikir sebentar lalu mengangguk pelan. Ide Kei mungkin bagus untuk dirinya.

2 Feb 2017 / Revisi 17 Oktober 2019

ABIMANYU # TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang