Demam

560 44 0
                                    

Kei berlindung di balik selimut tebal berwarna biru muda kesayangannya untuk menyembunyikan seluruh tubuhnya yang menggigil karena serangan demam pagi ini. Padahal sepulang dari rumah Bim kemarin ia masih sehat dan tampak baik-baik saja. Entah virus apa yang telah menjangkiti gadis itu sehingga menyebabkan suhu tubuhnya tinggi. Apa Bim yang telah menularkan virus itu ke tubuh Kei? Ah, bodoh!

Kei bahkan tak membuka matanya. Ia hanya terpejam menikmati demam tingginya. Cuma mama yang sedikit panik dan bingung. Pasalnya wanita itu tahu jika Kei jarang sekali terserang penyakit meski tubuhnya lemah. Ia sering makan tidak teratur dan tidak pernah berolahraga, tapi sistem imunnya cukup bagus. Namun, entah kenapa mendadak ia terserang demam seperti ini.

Mama menempelkan plester penurun panas pada kening Kei meski pada awalnya gadis itu menolak. Karena ia merasa plester penurun panas semacam itu terlihat kekanak-kanakan. Tapi paling tidak benda itu ada gunanya, kan? Mama juga sudah memberinya obat penurun panas. Tinggal menunggu reaksinya. Jika panas tubuhnya tidak berkurang maka Kei harus dibawa ke rumah sakit.

Mama sudah menyuruh Kei untuk makan, tapi gadis itu sama sekali belum menyentuh makanannya. Bubur di atas meja masih utuh, irisan buah pepaya juga belum bergeser dari tempatnya. Ia hanya meminum sedikit teh yang mama buatkan tadi pagi. Itupun untuk membantunya menelan obat.

"Kemarin kamu nggak hujan-hujanan kan, Kei?" Mama bertanya seraya membenahi letak selimut yang membentang di atas tubuh putrinya.

Duh, mama ini, batin Kei. "Kemarin kan nggak hujan Ma," gumam Kei lirih.

"Oh iya, mama lupa." Mama menepuk jidatnya sendiri. "Apa kita ke rumah sakit aja?"

"Mama nggak usah panik begitu, Kei nggak pa pa, kok. Ntar juga sembuh sendiri," ucap Kei sembari membuka matanya. Ia melihat mamanya duduk di sebelah tempat tidur dengan wajah cemas.

"Bagaimana mama nggak cemas, kamu jarang sakit, sekalinya sakit nggak tahu sebabnya," ujar mama terdengar sedikit mengeluh.

Kei tak menyahut. Gadis itu  memejamkan matanya kembali dan tertidur. Sedang mama beranjak dari tempat duduknya lalu pergi ke dapur.

Kei baru terjaga dari tidurnya saat hari menjelang siang. Telinganya nenangkap suara derit pintu kamar yang terkuak. Rupanya mama datang sambil membawa nampan berisi sup dan segelas jus jambu. Eh, tapi wanita itu tidak datang sendiri. Seseorang muncul dari balik punggung mama.

Abimanyu KW 2?

Kei melotot. Bagaimana bisa makhluk itu mengunjunginya di saat seperti ini? Siapa yang memberitahunya jika Kei sedang demam? Papa? Mama? Duh, Kei jadi salah tingkah.

"Bim datang mengunjungimu, Kei," beritahu mama sambil meletakkan nampan di tangannya ke atas meja. "Katanya dia ke kantor kamu tadi, tapi papa bilang kamu lagi sakit," ungkap mama menjawab segenap kegelisahan di hati Kei.

Papa ini ...

Kei mengeluh dalam hati. Gadis itu memang sedang tak berdaya sekarang, tapi ia berjanji akan membuat perhitungan dengan papa setelah ia sehat nanti.

"Mama tinggal dulu, ya."

Mama juga? batin Kei tercekat. Bagaimana mungkin mama meninggalkan dirinya berdua saja dengan orang yang baru saja mereka kenal? Apa mama ikut bersekongkol dengan papa untuk memuluskan perjodohan terselubung ini?

"Papamu bilang kamu lagi demam, jadi aku ke sini," ujar Bim setelah mama Kei menghilang di balik pintu. Cowok itu melangkah mendekat dan duduk di kursi yang tersedia tak jauh dari tempat tidur.

Kei berusaha untuk bangun dan bersandar pada kedua bantal yang ia tumpuk di belakang punggungnya. Ia bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana wajahnya sekarang. Pasti pucat dan sangat memalukan! Eh, tapi kenapa ia jadi peduli soal penampilan di depan Bim? Penting, ya?

"Makasih udah datang." Melontarkan basa basi seperti itu saja rasanya sulit untuk keluar dari mulutnya. Kei mendadak jadi kikuk setengah mati di depan Bim. Getar-getar aneh itu datang kembali menjalari dadanya.

"Jujur, aku agak cemas tadi." Bim menggaruk tengkuknya. Tingkahnya juga tampak serba salah. Kikuk. Kaku. Malu-malu kucing. Salah tingkah. Komplit!

Oh, Kei menggumam pelan. Kenapa juga Kei merasa senang saat Bim mengatakan bahwa ia mencemaskannya? Gilakah dirinya?

"Aku baik-baik aja, kok," sahut Kei agak canggung.

Bim mengembangkan senyum terbaiknya. Dalam sekejap atmosfer di ruangan itu berubah. Seperti ada bunga-bunga yang berjatuhan dari atas plafon. Ih, itu sangat berlebihan!

"Oh, iya. Maaf, aku nggak sempat bawa apa-apa tadi," ujar Bim kemudian.

"Nggak pa pa," sahut Kei.

"Bener?" tanya Bim tidak terlalu yakin. "Sebaiknya kamu makan sesuatu agar demammu cepat turun."

Kei hanya mengangguk kecil.

"Maaf, ya," ujar Bim sejurus kemudian. "Aku harus pergi sekarang. Aku harus siap-siap, soalnya nanti malam aku balik ke Jogja. Ada pekerjaan yang mesti aku urus di sana."

"Kapan balik?" tanya Kei cepat. Seperti gerak refleks, tanpa terencana sebelumnya. Tapi sedetik kemudian ia menyesal bertanya seperti itu. Kenapa ia berubah jadi sok peduli pada Bim?

"Belum tahu sih, mungkin juga dua atau tiga hari lagi. Kenapa?"

Nah!

Kei terjebak ke dalam lubang yang ia gali sendiri. Ia harus berpikir sejenak untuk mencari jawaban dari pertanyaan Bim.

"Nggak pa pa," sahutnya lagi. "Cuma nanya aja. Kali aja ada yang nungguin kamu di Jogja, kasihan kan?"

Bim meledakkan tawanya. Ucapan Kei malah menunjukkan keingintahuannya tentang status Bim. Jomblokah ia?

"Iya, orang tuaku yang nungguin aku." Bim masih tertawa. "Aku belum menikah, Kei," beritahu Bim blak-blakan.

Syukurlah.

Hah, kenapa Kei mengucap syukur dalam hati. Ia juga merasa senang mengetahui cowok itu masih single. Lalu apa hubungannya status Bim dengan dirinya?

"Oh," Kei mengangguk kecil. "ntar bawain oleh-oleh, ya."

"Oke," sahut Bim cepat. "Kamu cepet sembuh ya."

Beberapa detik lamanya mereka saling melempar tatapan. Tanpa kata. Tapi chemistry di antara mereka begitu kuat. Seperti ada sebuah ikatan tak kasatmata yang tiba-tiba terjalin begitu saja di antara Kei dan Bim. Itukah ikatan yang disebut sebagai jodoh?

"Aku pulang dulu," pamit Bim setelah tersadar dari alam khayalannya. Ia melempar senyum dan melangkah pergi dari hadapan Kei. Meninggalkan berbagai kesan dalam hati gadis itu.

Saat ia datang dan menawarkan rasa nyaman, aku tak berkutik. Aku tak bisa menolak kehadirannya. Cinta!

11 Februari 2017 / Revisi 20 Oktober 2019

ABIMANYU # TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang