Berlatih

736 69 5
                                        

"Tumpukan kekuatanmu di sini," ucap Abimanyu seraya menepuk lengan Kei dua kali. "Pusatkan pandanganmu ke depan. Ingat, jangan menyerang lawan dengan emosi dan amarah. Kamu harus tetap tenang dan konsentrasi pada musuh," tutur Abimanyu seraya menautkan kedua tangannya di belakang tubuh dan berjalan mondar-mandir. Sepasang matanya menatap ke arah Kei. Lagaknya persis seperti seorang pelatih bela diri dalam film kungfu.

Kei mencamkan ucapan Abimanyu baik-baik. Gadis itu mencengkeram sebatang kayu di tangannya dengan erat dan memusatkan segenap konsentrasinya seperti perintah Abimanyu. Sementara matanya menatap lurus ke depan.

"Serang!"

Kei mengibaskan batangan kayu di tangannya ke kanan lalu kiri. Begitu berulang-ulang.

"Kamu harus mengerahkan semua tenagamu Kei!" teriak Abimanyu lantang, berusaha menyemangati 'murid' barunya.

Kei mendengus kesal. Ia bahkan sudah habis-habisan mengeluarkan segenap energinya. Buktinya, keringat mengucur deras di kening dan punggungnya telah basah. Kurang apa lagi?

"Hei! Aku sudah mengerahkan semua kekuatanku," celutuk Kei mengutarakan kekesalan hatinya. Dari awal ia sudah mengikuti perintah Abimanyu dengan serius. Kei juga mengerahkan segenap kekuatannya.

Tuk.

Tanpa diduga, Abimanyu malah memukul kepala Kei dengan sebatang ranting kering yang baru saja ia pungut dari atas tanah.

"Dalam mempelajari ilmu kanuragan, ada peraturan-peraturan yang harus ditaati. Peraturan yang pertama adalah murid dilarang membantah perkataan seorang guru. Atau kamu akan didepak keluar dari tempat latihan," ujar Abimanyu.

Kenapa jadi seserius ini?
Aku cuma mau menukar sirup leci dengan ilmu bela diri.
Syukur-syukur bisa menghajar cowok-cowok yang sudah meninggalkanku...

"Iya, iya. Bawel banget sih," gerutu Kei geram.

"Peraturan nomor dua, dilarang menggerutu dan memaki pada  gurunya sendiri ..."

"Baik, Guru." Kei menundukkan kepalanya, berusaha mematuhi perkataan Abimanyu. Hanya untuk kali ini saja. Setelah latihan usai, maka ia tidak perlu menundukkan kepala pada cowok itu.

Kei meneruskan latihannya sampai matahari nyaris berada di atas kepala. Panas dan gerah. Mereka berhenti dan istirahat setelah latihan untuk hari ini dirasa cukup. Waktunya sekarang menikmati minuman dingin beserta aneka cemilan.

"Kapan kita akan belajar menggunakan busur dan panah?" tanya Kei ketika mereka berdua melepas lelah di teras sambil menikmati makanan dan minuman. Gadis itu menyeka habis seluruh keringat yang menggenang di dahinya dengan menggunakan sehelai handuk kecil.

"Sabar," sahut Abimanyu kalem. Ia meneguk sirup lecinya perlahan sampai habis tak bersisa. "Lagipula permainan pedangmu masih payah."

Wow! Kei hanya nyengir kuda mendengar komentar Abimanyu.

"Masa segitu payah?" gumamnya tak percaya. Padahal ia sudah mengerahkan segenap kemampuan dan tenaga untuk latihan. Tapi, di mata Abimanyu masih saja tampak payah.

Abimanyu mengangguk.

"Kamu perlu banyak latihan," ucap Abimanyu seraya mencomot sekeping kukis cokelat dari dalam stoples kaca. "Tubuh kamu lemah, Kei. Kamu harus sering menggerakkan tubuhmu agar tidak cepat lelah. Napasmu juga pendek."

"Aku tahu," gumam Kei bermaksud membenarkan. "Makanya, kamu harus mengajariku sampai bisa dan jangan pergi tiba-tiba tanpa pamit. Aku kan masih perlu banyak latihan."

"Aku tidak bisa janji untuk pamit saat akan pergi nanti. Karena aku tidak tahu kapan aku akan pergi. Bisa saja aku tiba-tiba pergi, kan? Bukankah aku juga tiba-tiba ada di depan rumahmu?"

"Iya, aku paham. Tapi, jangan pergi dalam waktu dekat ini," ucap Kei.

"Kenapa? Aku merasa kamu sedang memaksaku," Abimanyu heran. "Apa kamu ingin aku tinggal lebih lama di sini? Apa kamu menyukaiku?"

Hah?!

Kei mati gaya. Gadis itu mulai menggaruk kepala dan berusaha mengalihkan wajahnya dari pandangan Abimanyu.

"Kapan aku bilang aku menyukaimu? Nggak pernah kan?" sangkal Kei sewot.

"Aku barusan mendengarnya, kok," bela Abimanyu. "Hatimu yang bilang."

"Apa iya?" Dalam sekejap pipi Kei berubah merah. "Emangnya kamu bisa mendengar suara hatiku?"

"Mm ...,"Cowok itu mengangguk. "tapi, ada satu hal yang harus kamu ingat. Aku tidak bisa jatuh cinta lagi."

"Iya, aku tahu," potong Kei secepat mungkin. Gadis itu menghela napas dan membuang tatapan kecewa ke tempat lain. Dunia mereka berbeda. Dan Kei sadar jika tidak selamanya Abimanyu bisa tetap tinggal di sisinya. Ia pasti akan pergi suatu hari nanti. Entah kapan. "Aku juga nggak bakal mengharap yang tinggi-tinggi, kok. Aku mau mandi dulu, " pamit Kei sembari bangkit dari tempat duduknya dan bersiap meninggalkan teras.

"Cuci juga rambut kamu!" teriak Abimanyu sebelum gadis itu masuk ke dalam rumah.

"Oke!"


29 Jan 2017 /Revisi 17 Oktober 2019

ABIMANYU # TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang