Selesai sudah acara terkutuk yang melelahkan itu. Sekarang aku disini, dikamar pengantin, menggapai apa saja yang tersisa. Aku bahkan masih mengingat dengan sangat jelas bagaimana antusiasnya Roy memilih dekorasi kamar pengantin ini dan berkata "bukankah menakjubkan? Bagaimana bisa aku harus seantusias ini memilih dekorasi kamar yang bahkan aku sendiri tak yakin kita akan benar-benar menikmati keindahannya saat malam pertama" sambil mengerling jahil padaku dan aku menimpali kalimat itu dengan cubitan di pinggangnya.
Nah Roy, mahakaryamu sekarang sedang aku nikmati. Jadi setidaknya, usahamu memilih-milih dan bersungut-sungut saat ada yang salah terbayar sudah. Karna kau dengan sangat luar biasanya menjadikan ini hadiah termengenaskan dihari pernikahan ku.
Aku membanting badanku ke atas kasur dan perlahan menutup mata. Hoh, jangan bertanya bagaimana acara malam pertama. Siapa yang inginkan itu sekarang? Aku bahkan masih berduka. Disela-sela lelah, aku melirik jariku yang tersemat cincin pipih pertanda aku sudah menikah. Ahahahah, aku tertawa nelangsa mengingat satu kata itu. Aku sudah menikah. Ya menikah. Ah sial.
Aku menarik cincin itu dan melihat inisial 2 nama dibaliknya. Salahkanlah Roy yang tak ingin inisial namanya dibuat dengan huruf 'R' dan lebih memilih inisial 'L'. Waah permainan takdir memang luar biasa. Sungguh, jantungku bahkan seperti ditusuk sembilu. Ngilu. Hingga tanganku bergetar. Inisial 'LA' yang ada pada cincin itu kini mengabur. Ah, Roy. Sejelas itukah kau melihat kematianmu? Lihat, inisial yang tadinya adalah Leroy dan Abigael, sekarang menjadi Leander dan Abigael. Luar bisa.
Aku kembali terisak, sedang telingaku masih sanggup mendengar pengajian untuknya dibawah sana. Roy, apa aku menyusulmu saja? Bagaimana bisa seperti ini? Aku sangat bahagia pastinya jika kau membawaku. Kau tega sekali meninggalkanku disini bersama kakakmu. Lihatlah, dia bahkan menghilang setelah acara tadi selesai. Tidak bertanya apa aku baik2 saja, tidak pula mengatakan kemana dia akan pergi. Dia hanya membisu, tak menatapku malah.
Bukannya aku berharap lebih Roy. Hanya saja, aku berharap kami akan saling menguatkan. Aku yang kehilangan calon suamiku, dan dia yang kehilangan adiknya. Ah, sepertinya kau benar Roy. Sekalipun dia terkesan cuek terhadapmu, tapi dia tetap menyayangimu. Terbukti dengan dia menjalankan permintaanmu. Tapi itu tidak pernah berarti bahwa dia juga akan menyayangiku, setidaknya sebagai seorang adiknya juga. Dia memang menjalankan permintaanmu untuk menikahiku, tapi itu juga bukan berarti dia akan memenuhi permintaanmu untuk menjagaku.
Aku tak tau bagaimana sikapnya kedepan terhadapku. Jelas-jelas kami berdua adalah 2 orang yang saling asing satu sama lain. Sungguh, bahkan dari pertama kali aku melihatnya dirumahmu, tak sedikitpun dia menghiraukanku. Apa aku setak kasat mata itu? Hingga dia selalu berlalu begitu saja ketika bertemu denganku dulu. Aku sering ingin menyapanya, karna walau bagaimanapun juga dia calon kakak iparku. Tapi dia sama sekali tidak memperdulikanku.
Jadi, akan seperti apa hidupku Roy? Mama berpesan agar aku mencoba membuka diri dan mengikhlaskan. Oh yang benar saja. Yang mana yang harus aku ikhlaskan Roy? Kepergianmu? Atau pernikahanku? Sungguh, aku sudah kelelahan. Berkali-kali aku menelaah, kesalahan model apa yang pernah aku lakukan hingga hidupku nelangsa begini? Tapi aku benar-benar belum menemukan jawabannya.
Aku memasang cincinku kembali. Tentu saja, cincin ini tidak boleh hilang. Setidaknya aku masih merasa membawamu kemana-mana. Roy, apa yang harus aku lakukan jika hidup ini menjadi lebih berat kedepannya?
***
Aku terbangun karena cahaya matahari mulai menusuk-nusuk sela mataku. Ah sudah jam berapa ini? Mulai bangkit dari tempat tidur malam pertama ku, ck, bergerak menuju cermin diujung sana. Perlukah aku jelaskan kamar milik siapa ini? Tepat. Kamar Roy. Acara pernikahan ku memang diadakan di rumahku, namun saat acara selesai kami pulang ke rumah Roy.

KAMU SEDANG MEMBACA
Your Revenge
Romance"Kesalahanku hanya satu. Membiarkan kau berbalik" ucap Lio sebelum melumat bibir El tanpa ampun. El sesak nafas. Bukan hanya karena efek terkejut, tapi juga karna tuntutan dari bibir yang tengah melumatnya untuk segera membalas lumatan tersebut. Pik...