“jadi ada apa denganmu pagi ini?” tanya El pada Lio yang mengemudi disampingnya
“ada apa memangnya denganku pagi ini?” tanya Lio balik
“selalu seperti ini. Kau menjawab pertanyaanku dengan pertanyaan”
“aku tidak merasa ada yang salah dengan ku pagi ini Aby, karena itu aku tidak bisa menjawab pertanyaan konyolmu”
“ya terimakasih Pak. Sebaiknya kugunakan waktu sebijak mungkin dan tidak bertanya lagi padamu” balas El ketus
“hmm...” gumam Lio tidak menghiraukan El dan kembali sibuk mengemudi
El yang merasa sangat kesal karena tiba-tiba pria yang berada disampingnya ini membangunkannya dengan sedikit kurang manusiawi. Ia memasang headset dan menyetel lagu untuk didengarnya dan berharap moodnya membaik.
El sesekali melirik kearah Lio dan menebak-nebak kenapa dia harus ikut-ikutan dibangunkan pagi-pagi begini. Ia menyandarkan kepalanya kesandaran kursi dan tetap memandangi penampilan rapi Lio disampingnya.
Kau sangat menarik. Batin El. ia masih saja menatap kedalaman mata kelam Lio dan kembali berseru di dalam hati ‘dan mata itu sepertinya akan menjadi mata favoritku’
Merasa bosan dengan musik yang diputarnya, akhirnya ia mematikan pemutar musiknya, namun tidak menanggalkan headset yang menyumbat kedua lubang telinganya.
Perhatiannya teralih dari Lio ke jalanan sebentar dan kemudian kembali menatap Lio karena pria itu mulai kembali berbicara. “setidaknya pakaianmu cukup layak untuk di bawa ke kantor polisi” ucapnya tanpa menolehkan kepalanya untuk melihat El
El mnggerutu didalam hati, karena merasa pakaian dan penampilannya bahkan jauh sekali dari kata layak untuk keluar dari rumah. ‘dasar pria tak manusiawi’ dengusnya dalam hati
“kau akan memberikan beberapa pernyataan yang dibutuhkan polisi dan sekalian kita akan menjemput kopermu” tambahnya lagi dan kali ini El memejamkan matanya sejenak menyerapi kata-kata yang dilontarkan Lio.
‘artinya kami ke kantor polisi untuk kasus bulan lalu.. hahhhh’ batin El. ternyata ia cukup lama memejamkan mata dan bertepatan pula pada saat ia memejamkan mata , Lio menoleh padanya
“bagus. Ternyata dia sudah kembali tidur. Jadi aku berbicara pada siapa barusan. Dasar tidak sopan” gerutu Lio terdengar tepat sebelum El membuka kembali kelopak matanya
Melihat peluang yang ada, El tetap betah menutup kelopak matanya.
‘siapa yang tadi dia bilang tidak sopan? Jadi tindakannya tadi pagi dengan langsung menggendongnya menuju mobil dengan sikat gigi dan handuk berada di genggamannya adalah sebuah hal yang sopan?’
Ingin sekali rasanya El menggerutu kepada Lio, namun sadar diri bisa saja Lio tiba-tiba menendangnya kluar dari mobil yang sedang melaju dijalanan seperti ini. Bukan hal yang mustahil untuk dilakukan Lio mengingat terkadang Lio begitu dingin dan tak berperasaan.
***
“kenapa kita disini? Kau ketahuan meniduri anak pejabat?” tanya El pura-pura tidak tahu
“kau gila? “
“aku waras, kau yang dipertanyakan. Mana ada orang yang datang ke kantor polisi sepagi ini, kecuali....”
“kecuali apa?” tanya Lio mulai kesal
“kau habus tercyduk tengah telanjang bersama anak pejabat disalah satu kamar hotel” jawab El enteng dan berlalu melewati Lio menuju pintu masuk kantor polisi
Lio menyugar rambutnya kebelakang dan menghembuskan nafas keras, kemudian memilih untuk mengikuti El yang sudah melangkah memasuki kantor polisi.
Didalam kantor polisi, Lio menyeret El kesana kemari mengurus hal-hal yang sengaja diabaikan El, kecuali jika Lio sudah melotot padanya untuk segera merapat.
Sepanjang interogasi, yang dilakukan El hanya menunduk menatap pakaiannya yang sangat-tidak-pantas untuk dikatakan layak dipakai saat interogasi korban penculikan.
“yang benar saja Paak.. saya baru sampai di Kalimantan, dan dengan sangat malangnya saya malah diculik di bandara dan langsung dibawa kerumah besar itu dengan cara... err saya tidak tahu, saya tidak sadar. Yang penting, sewaktu didalam rumah itu saya dalam keadaan terikat dikursi” bantah El setelah terus-terusan ditanyai oleh polisi mengenai lokasi ia disekap
“tapi nona, saya bisa menjamin bahwa rumah itu atas nama anda”
“pak, sungguh saya tidak pernah membeli satu rumahpun sebelumnya, bahkan saya tidak pernah ke Kalimantan. Kalaupun saya membeli rumah, seharusnya saya membelinya di Jakarta bukan Kalimantan....” El memalingkan muka kusutnya kearah Lio dan memulai aksi merengeknya “Lio, bisakah kau katakan kepada polisi ini, aku masih waras untuk mengingat rumah itu tidak pernah aku beli”
Lio yang sedari tadi hanya diam dan mengamati mulai angkat bicara, “pak bisakah saya melihat rekap surat rumah itu? Atau mungkin bapak bisa melihat, dari siapa rumah itu? Atau kapan tepatnya rumah itu beralih tangan?”
“tertanggal 25 Agustus 2002. Tepatnya 15 tahun yang lalu. Sepertinya ini memang dibeli atas nama anda nona, tidak ada pengalih tanganan. Ini jelas dibeli dari awal atas nama anda, atau mungkin ini adalah warisan dan ada surat warisannya? Kami juga tidak yakin”
Mendengar penjelasan itu membuat El duduk tegang seperti pohon disamping Lio. “25 Agustus?” gumam El
“benar”
Lio yang merasakan aura kelabu yang berasal dari sebelahnya memaksa ia berpaling demi memandangi wajah El yang benar-benar seperti awan kelabu saat ini. Pucat dan gelap.
“ada apa Aby?”
El menggeser duduknya menghadap Lio. Ia membuka dan menutup mulutnya kemudian membuka kembali hanya untuk bergumam “Lio....” dan menggenggam baju Lio dibagian lengan atasnya
“ada apa? Kau kenapa?”
“itu.. tanggal k......kematian ayah kandungku” ucapnya makin melunak diakhir kalimatnya.
“artinya memang benar rumah itu milik anda dan mungkin memang diwariskan oleh ayah anda kepada anda. Dari awal kemungkinan surat ini memang atas nama anda, dan selama anda masih belum cukup umur, surat-surat masih ada di pengadilan atau pada pengacara anda” ucap polisi itu tanpa memperdulikan perasaan El yang masih berantakan.
“Aby, jujur padaku. Apa kau mengenal orang yang menculikmu? Dulu aku pernah menanyakan hal ini tapi kau mengatakan tidak. tapi setelah tahu itu adalah rumahmu, aku yakin orang yang menculikmu memang mengenalmu atau keluargamu, atau malah kau mungkin mengenal orang itu?” tanya Lio padanya sambil mengguncang bahu El yang merosot semakin kebawah.
“benar, mungkin anda memang mengenal penculik itu?”
“aku.... aku tidak mengenal orang yang membawa ku kesana...” jawab El sambil mengangkat pandangannya
“tapi...” sambung Lio, karena merasa bahwa El masih belum melengkapi kalimatnya
“tapi aku mengenal orang yang satunya, yang menggoreskan pisau dileherku”
El tersentak karena Lio kembali memutar badan El menghadap padanya “kenapa kau tidak jujur waktu itu?” tanya Lio berang
El membalas kemarahan pria itu dengan tundukan dalam “aku sangat tidak ingin mengenalnya Lio”
“tapi faktanya kau mengenalnya El..”
“maaf” hanya itu yang digumamkan El untuk terakhir kalinya. Selebihnya hanya Lio dan polisi yang berbicara.
Saat diboyong keluar dari kantor polisi, El hanya berjalan mengikuti Lio didepannya. Didalam mobil pun El hanya diam dan hanyut pada pikirannya sendiri. Hingga mobil berhentipun ia masih hanyut dalam dunianya hingga Lio harus mengguncang badannya lagi untuk menyadarkan El dari lamunannya.
Saat El sudah menatap Lio, ia mengedikkan bahu dan menyuruh El turun.
“rumah sakit? Sekarang kenapa lagi kita harus kesini? Dan aku... dengan aku seperti ini, lebih baik aku menunggu dimobil saja”
“oh, awan kelabumu sudah menghilang” ucap Lio dengan nada ejekan
“apa?” tanya El tidak mengerti
“kau”
“kenapa dengan ku?”
“kita belum sarapan. Apa kau tidak lapar?”
Uh sial, itu benar sekali. Setelah dirasa-rasa perutnya memang sudah bergejolak sedari tadi.. kemudian El terkesiap
“apakah.... err”
“ya, perutmu mengganggu sekali selama perjalanan dengan bunyi guruhnya”
“kau bohong”
“seperti kau bisa mendeteksi kebohongan saja”
“mana mungkin perut muliaku bisa melakukan hal memalukan itu”
“astaga.. apa ini penting sekarang? waffle disini sangat enak. Jika kau tidak juga turun, aku akan meninggalkanmu untuk sarapan” ucap Lio dan membalik badannya membuka pintu mobil bagiannya. Kemudian ia memutar badannya kembali menghadap El “dan jangan salahkan aku jika kau tak akan makan seharian ini karena aku tak ingin berada dirumah hari ini"
Debaman pintu didepannya membuat El mengerang panjang, "apa dia kira aku tak bisa membeli makanan sendiri jika dia tidak dirumah?" Namun El tetap memilih turun dari mobil demi menghindari adu mulut lainnya bersama pria keras kepala nan egois didepannya itu. “setidaknya aku tidak harus rugi dua kali” gumamnya
“aku ingin waffle dengan karamel yang banyak dan dua tumpukan es ceram diatasnya. Bisakah Lio?”
“terserah” jawab Lio
“bagus” jawab El dan tersenyum sumringah dan berlari menuju caffetaria.
Yang dilakukan Lio di meja makan hanyalah menyesap kopinya sambil melakukan beberapa panggilan. Terdapat beberapa kali di beberapa kesempatan ia menyebutkan kata obgyn yang membuat El mengerutkan keningnya. Meskipun El terlihat hanyut dalam lahapaan demi lahapan makanannya, tapi ternyata dia ia masih sempat mencuri dengar pembicaraan yang dilakukan Lio.
Setelah Lio mematikan sambungan teleponnya, El segera bertanya “kenapa kau perlu ke obgyn?”
“kau tau obgyn?” tanya Lio balik
El mendengus dan menjawab dengan nada kesal “kau kira aku adalah manusia tak berpendidikan yang tidak mengetahui istilah umum seperti itu?”
“ah, aku kira tadi sudah bisa menyembunyikan maksudku dengan tidak terang-terangan menyebutkan dokter kandungan di hadapanmu. Ternyata kau mengenal istilah itu”
“jadi kau benat-benar berniat ingin menutupinya? Kenapa? Kau malu?”
“untuk apa aku malu?”
“mungkin kau punya kelaianan? Emmm impotensi?”
“kau gila?” teriak Lio yang menghasilkan semburan tawa dari lawan bicaranya. Reaksinya yang berlebihan malah menarik perhatian hampir seluruh pengunjung caffetaria rumah sakit pagi itu.
“jangan salahkan aku jika mereka mengira kau benar-benar impoten” sambar El sambil menyembunyikan gelak tawanya dengan menggembungkan pipi
“tentu saja itu salahmu”
“mereka tidak akan terlalu mendengarkan kita jika saja kau tidak berteriak”
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Revenge
Romance"Kesalahanku hanya satu. Membiarkan kau berbalik" ucap Lio sebelum melumat bibir El tanpa ampun. El sesak nafas. Bukan hanya karena efek terkejut, tapi juga karna tuntutan dari bibir yang tengah melumatnya untuk segera membalas lumatan tersebut. Pik...