Part 10

1.5K 57 0
                                    

“kau membuatku gila!!” suara inilah yang menjadi alarm yan menarik El kembali dari alam tidurnya dan membuka mata perlahan setelah ia mendengar pintu yang dibuka dengan tak sabaran.

El mengangkat pandangannya sebentar, lalu kembali menggelung badannya dan mengapit bantal guling hingga gaunnya sedikit tersingkap keatas. Lean mati-matian menarik selimut El menutupi tubuhnya sementara tubuh yang ingin ditutupinya itu malah menindih sebagian besar selimut itu.

“bangun El. ini sudah siang dan aku butuh penjelasan kenapa mobilmu terparkir rapi di club malam sia....” ucapannya terhenti ketika El tiba-tiba menegakkan tubuhnya.

“kenapa? Kau takut aku menggagalkan misimu untuk mencari pengganti wanita ONS mu karna wanita yang kau bawa sebelumnya sudah kau usir?” tanya El sama-sama tak ingin kalah dengan kekesalan Lean.

“kau benar-benar sudah gila. Kau kira aku masih punya gairah setelah aku melihatmu keluar dengan baju yang....” ucapannya terpenggal lagi mengingat apa yang dikenakan El dibalik gaun tidurnya.

“terkutuklah kau El. bartender itu bahkan mengira aku berubah menjadi penguntit gila yang ingin memperkosa seorang gadis baik-baik sehingga ia melarikan diri ketika aku todong dengan kelaminku. Apa kau tau penderitaanku? Bartender gila itu membuatku harus menyembunyikan mukaku karna dia bersuara lantang meneriaki gigolo gila untuk mensterilkanku. Sedangkan manusia yang membuatku menderita malah enak-enakan tidur disini? Kau benar-benar terkutuk”

“pffff..... bahahhhahhaaaaaa” tawa El meledak begitu saja membuat Lean terperangah bukan kepalang.

“tunggu sebentar. Maafkan aku. Tapi..... pfffff bahahhaaha”

“wanita seperti apa kau sebenarnya hah? Tertawa melihat suamimu pulang siang karna mencari istrinya yang gila?” ucap Lean lagi setelah melihat El tak bisa menghentikan tawanya. Lean berdiri dengan mencondongkansedikit badannya kedepan menatap El yang duduk bersimpuh di kasurnya.

“suami? Istri?” kata El dengan senyum geli, tapi pandangan matanya menyiratkan hal yang berbeda.

El mengangkat pandangannya menatap mata Lean yang masih kentara sekali akan kekesalannya. Kemudian ia bangkit berdiri, bergerak perlahan kearah Lean dan merentangkan tangannya di depan Lean.

“peluk aku sekali ini saja Lin” ucapnya sendu. Tanpa menunggu Lean untuk bergerak, tanpa menunggu persetujuan laki-laki itu, El terlebih dahulu memeluk Lean dengan kuat.

Kembali Lean terperangah dengan kelakuan El. namun,ketika melihat guncangan kecil dibahu El, Lean mengangkat tangannya dan membalas pelukan El.

“maaf” gumam El serak. Ia menangis, entah untuk apa. Dia minta maaf entah untuk apa dan untuk siapa. Yang dilakukan Lean adalah membawa El kembali duduk di kasurnya, sedangkan Lean duduk dipinggir kasur.

“aku bersumpah pada adikku bahwa aku akan menjagamu El. bisa kau bayangkan bagaimana dia dengan teganya membuatku bersumpah akan hal itu?” racau Lean yang hanya dibalas dengan sesegukan wanita yang ada di pelukannya

“tubuhmu sangat menggiurkan El. percayalah, mati-matian aku mengutuki pedang perkasaku agar tidak terbuai ketika kau melorotkan gaun sialanmu di hadapanku” sambung Lean. Ia merasakan pergerakan di pelukannya, dan mendengar dengusan halus pertanda orang itu tengah menahan tawanya lagi.

“jangan rusak suasana sentimentil ini El” ucap Lean dan El mengangguk-angguk di dalam pelukannya.

“aku tak akan pernah menyentukmu El. tidak. Aku berjanji untuk menjagamu. Aku tak ingin memaksa dan dipaksa untuk melakukannya denganmu. Ah, jangankan itu, terkutuklah sumpahku bahwa aku akan menjagamu seperti aku menjaga mobil kesayanganku dari lecet. Bedanya, aku tak akan menjamah, meraba, membuka, memakai apapun itu dari tubuhmu El. tidak akan pernah”

El mengangkat pandangannya “sumpah seperti apa itu. Kau menikahiku karna ingin menjagaku? Bukan karna ingin mendapatkan hakmu sebagai suami?”

“aku menikahimu karna kau satu-satunya yang dipercayakan adikku kepadaku. Dulu, ia bahkan tak pernah mau mempercayakan robotnya untuk ku pinjam sebentar. Ia lebih memilih meminta mama membelikan ku robot baru dengan tabungannya” ucap Lean sambil tersenyum

“jadi aku adalah barang yang akhirnya adikmu percayakan padamu begitu?”

“bukan barang El. kau lebih dari itu” jawab Lean

“tapi tidak sebesar yang aku kira Lean. Nyatanya, ia punya wanita lain yang sedang mengandung anaknya” ucap El menelan kepahitannya. Air mata kembali merebak dipelupuk matanya. Lean mengusap-usap puncak kepala El dan tak mengalihkan pandangannya dari El.

“maafkan dia El. aku tau mungkin aku kedengaran jahat. Aku tahu, sangat sulit berada diposisimu, tapi yakinlah adikku juga menderita El. maafkanlah dia. Aku tau kau wanita yang baik” senyum tulus nan menenangkan mengembang di bibir Lean. Hal itu menular pada El sekalipun air matanya tetap terjun bebas beberapa kali.

“kau menyayanginya” ucap El

“tentu saja. Kau kira karna aku dan dia jarang sekali bercakap-cakap itu artinya aku tidak menyayanginya?” ucap Lean pura-pura tersinggung.

El terkikik geli kemudian berujar “dia juga sayang padamu”

“aku tahu” ucap Lean.

Hening beberapa saat. El sibuk dengan menata hatinya kembali dan berterimakasih pada Tuhan karena setidaknya kebahagiaan baru saja kembali menyentuhnya. Lean didatangkan padanya walaupun dengan jalan yang sangat aneh, namun inilah yang bisa dilakukan Lean, kembali membuatnya mengingat hidup tak serumit itu.

El kembali mengangkat pandangannya dan menatap wajah Lean. “apa sekarang aku boleh memanggilmu Lin?”

Lean diam sejenak, kemudian membalas tatapan El “tidak”

“kenapa?”

“pokoknya tidak boleh”

“boleh”

“tidak”

“aku keluargamu”

“siapa bilang”

“kau”

“tidak pernah”

“Lin”

“aku bilang tidak boleh El”

“Lin”

“kepala batu”

“Lin.. Lin.. Lin.. Lin...”

“berhentilah El, dasar wanita gila. Mandi sana, kau bau sekali”

“kau jahat sekali Lin” balas El namun bangkit berdiri.

Lean menggeleng-gelengkan kepalanya ketika El mencari-cari pakaian di lemarinya

“berhenti menungging-nungging kearahku El. aku bisa melihat baby pink mu dari sini”

El menoleh kearah Lean dengan garang memarahi Lean “kau bilang akan menjagaku. Tapi mata dan mulut mesummu itu tak menjagaku sama sekali”

“kau yang memberikaku siaran langsung disini. Siapa yang salah heh?” tantang Lean.

“keluar kau sana. Kau juga bau dasar bajingan tua”

“aku belum tua El. aku masih 29 tahun”

“kau sudah tak semuda yang kau kira tahu” ucap El dengan mata melotot.

Lean hanya tertawa kecil dan bergerak keluar dari kamar El menuju kamarnya. Namun sebelum sampai dikamarnya, El kembali bersuara.

“Lin, sebenarnya kau menganggapku sebagai apa?”

Lean memutar badannya menghadap kearah El dan berujar sambil bertolak pinggang “adik perempuan kecilku yang tak pernah aku miliki”

Mendengar hal itu, ada yang aneh dari perasaan El. ia tak mengerti apa yang dirasakannya. Hanya sedikit, aneh. Tapi mempengaruhi.

Melihat Lean tersenyum tulus, membuat El perlahan mengangkat kedua ujung bibirnya dan ikutan tersenyum. “karna itu kau membuat kamarku seperti ini” ucap El

Dan senyum Lean semakin melebar “seleraku tak buruk kan?” kemudian setelah melihat El mengangkat kedua jempolnya, ia melangkah masuk ke dalam kamarnya. Mereka berdua butuh mandi. Ya mandi. Benar-benar mandi. Mandi yang sesungguhnya tentu saja.

***
Tugas kampus bener-bener nyiksa huhu, jadi kangen Abigael jahaha

Your RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang