[2]

50.5K 4.1K 112
                                    

ELRA TERBANGUN SAAT MERASAKAN rasa sengatan luar biasa di kedua pergelangan kakinya. Ia meringis, yakin jika baru saja borgol itu dilapisi cairan wolfsbane lagi. Gadis itu merasa jika sang Alpha hendak membuatnya tidak hanya terjebak di sini, tetapi jika borgol itu dilepas, kedua kakinya akan tetap terasa sulit untuk digunakan.

Kedua netra violetnya menunduk ke bawah, memerhatikan tiap inci tubuhnya yang berkulit kecokelatan padahal tak sekalipun ia pernah terpapar sinar matahari secara berkepanjangan. Surainya yang berwarna sama menjuntai ke bawah, terlihat kaku dan kasar-jelas karena tak pernah sekalipun ia rawat sungguh-sungguh.

Pikirannya melayang, teringat akan mimpi yang hampir seminggu ini terus menghampirinya. Di mana di dalam mimpi itu, ada seorang wanita cantik yang tersenyum padanya, mengusap lembut rambutnya, dan berkata dengan penuh kasih sayang. Ucapan wanita itu selalu sama, tidak pernah sekalipun berbeda. Hal itulah yang membuat Elra bingung. Apakah itu benar-benar hanya bunga tidurnya?

'Tentu saja bukan. Yang kau temui itu adalah Dewi Bulan.'

Elra terlonjak, kedua alisnya mengerut. Tatapannya langsung menyisir ke sekeliling, tetapi tak ada siapapun di dalam ruangan ini kecuali dirinya. Lagipula, ini masih pagi dan tidak mungkin sang Alpha sudah mengajaknya berbicara walau dari balik pintu. Laki-laki tidak waras itu hanya datang ketika matahari sudah berada di tempat tenggelamnya.

'Aku yang berbicara. Di dalam dirimu.'

Untuk kedua kalinya, Elra kembali terkejut. Apakah tingkat kewarasannya sudah berada di tingkat yang sangat parah sampai ia mendengar suara dari dalam dirinya berbicara pada dirinya?

Tunggu sebentar, Elra mengingat sesuatu dari kalimat terakhir yang wanita cantik dalam mimpinya ucapkan.

'Bangunlah, jiwa serigalamu telah terbangun'

Mungkinkah suara ini adalah jiwa serigalanya? Elra berpikir.

'Hm. Aku jiwa serigalamu.'

'Astaga, kau nyata?'

'Tentu saja. Kau melupakan siapa jati dirimu sebenarnya? Kau werewolf, tentu saja kau memiliki jiwa serigalamu. Dan itulah aku.'

'Kenapa kau baru muncul sekarang?'

'Entahlah. Selama ini yang kulihat hanyalah kegelapan dan aku merasakan aku dikurung di suatu tempat, tidak diizinkan terbangun di waktu yang seharusnya kau mendapatkanku.'

'Maksudmu, kau--jiwa serigalaku, terlambat muncul?'

'Ya, hal itu karena Dewi Bulanlah yang melarangku. Omong-omong, bisakah kau berhenti menjawab seperti itu? Aku berbicara di dalam kepalamu, maka jawablah dengan cara yang sama. Ini mudah, seperti telepati.'

'Seperti ini?'

'Kau belajar dengan cepat. Siapa namamu? Setidaknya aku harus mengetahui nama tubuh manusiaku.'

'Elra.'

'Hanya Elra?'

Elra tersenyum sedih. 'Kurasa, ya. Lantas siapa namamu?'

'Aku tak mempunyainya.'

'Lalu bagaimana aku memanggilmu nantinya?'

'Hmm, baiklah. Ayo pikirkan sebuah nama untukku,'

Gadis itu terdiam. Pikirannya melayang, mengingat nama-nama yang berada di buku-buku yang pernah ia baca. Tidak masalah jika Elra memberi nama serigalanya dari nama tokoh terkenal, bukan?

'Kurasa aku menemukannya. Bagaimana dengan Mare? Hanya itu satu-satunya nama yang kukira pantas untukmu.'

Terdengar hening sejenak dari dalam sana. 'Mare. Baiklah, aku adalah Mare, jiwa serigalamu. Dan aku teramat tidak sabar mengetahui siapa yang akan menjadi mate kita nantinya.'

Chain LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang