[34]

16.8K 1.5K 216
                                    

"APA YANG MAU KAU lakukan?!" Meredith tidak bermaksud untuk membentak, tetapi dia sedikit kesal dengan sifat Elra yang keras kepala. "Kau pikir kau bisa membantu? Kalau kau berlari ke sana, aku yakin kau sadar sepenuhnya itu hanya akan berakhir dengan kematian."

Elra menghela napas. Meredith mengatakan hal yang benar. Ia bahkan tidak bisa menggunakan kakinya dengan baik.

"Sekarang, katakan padaku. Sejak kapan ukiran itu ada di sana?"

"Aku tidak tahu. Bahkan aku baru mengetahuinya saat kau mengatakannya tadi," jawab Elra. Tentu saja ia mengatakan hal yang sebenarnya. Lagipula, sebelumnya dia ditawan oleh Walrus dan kawanannya, mana mungkin dia memiliki waktu untuk becermin? Elra hanya bisa tahu letak-letak lukanya yang lumayan parah.

Meredith terdiam. Jika begitu, ada kemungkinan bahwa ukiran itu baru saja muncul, pikirnya. Kemudian ia kembali mengelana dalam pikirannya. Lantas apa hubungan ukiran ini? Meredith tidak pernah memikirkan hal ini sebelumnya. Semua orang hanya berpikir bahwa keberadaan tanda itu menandakan bahwa seseorang merupakan wadah baru Xavierra.

Tunggu sebentar. Meredith menemukan apa yang ia lewatkan. Inilah kuncinya. Bagaimana bisa dia melewatkan hal sepenting ini?!

"Aku paham sekarang!" Meredith berseru tiba-tiba hingga membuat Elra menoleh padanya.

Elra merasakan binar tak biasa dari matanya. "Apa?"

Meredith menggenggam tangan Elra kuat-kuat. "Kita bisa mengirim iblis itu kembali ke neraka!"

.

Ini adalah rasa sakit terparah yang pernah Raziel rasakan.

Sulur-sulur panjang merambat dari dalam tanah. Warnanya bukan kehijauan, melainkan hitam pekat. Menembus permukaan tanah dan dengan cepat meilit masing-masing pergelangan kaki juga tangan Raziel.

Apa hanya ini batasku? Raziel merasa familiar dengan sulur-sulur ini. Setelah mengingat-ingat, dia sadar bahwa Elra pernah diserang seperti ini dulu ketika berada di danau bersama Astrid.

Pada akhirnya, Raziel memang sedikit kehilangan kepercayaan dirinya. Raziel tidak akan berbohong kalau dia putus asa dan dia sedikit malu karena tidak menyangka dia akan berakhir dengan posisi seperti ini–berlutut di hadapan musuhnya sendiri. Rasa lelahnya sudah melampaui batas hingga ia kewalahan. Pandangannya pun berubah menjadi kabur dan berkunang-kunang. Raziel tidak ingat apa dia pernah seperti ini sebelumnya.

Ia sudah berusaha dengan seluruh kemampuan yang ia miliki untuk menghindar dari semua serangan yang dilayangkan oleh iblis di depannya ini. Ia bahkan telah kehabisan cara untuk mencari celah guna memberikan serangan balasan. Sekuat apapun tekad yang ia bangun di dalam dirinya, tubuhnya menolak untuk bangkit.

Tidak. Aku tidak boleh berhenti sekarang.

Ini semua karena ia tidak cukup cepat dalam menghindari Xavierra yang nyaris melukai dirinya dengan kuku-kuku tajamnya. Raziel memang tidak terkena serangannya–jelas ia pun tidak ingin mati karena kehabisan darah, tetapi ketika ia menebas pedang yang ia genggam sekuat tenaga, serangan sihir Xavierra menghujaninya tanpa henti. Semua elemen digunakan oleh iblis itu dan dari semua elemen itu, yang terkuat adalah sihir berwarna hitam pekat. Raziel yakin itu adalah sihir hitam karena Walrus beserta putrinya memiliki sihir yang sama.

Bangun! Untuk Elra! Kau harus mengembalikan iblis ini ke asalnya! Diri Raziel bersikeras dalam menyemangatinya bagaikan seruan perang. Sayangnya, tubuhnya sudah menyerah.

"Sialan!" Raziel memaki ketika sulur-sulur itu kian erat melilit tubuhnya meski ia sudah berusaha memberontak sekuat tenaga. Semakin kencang hingga tulangnya terasa akan remuk seketika. Apa yang ia lakukan tidak membuahkan apapun. "Lepaskan aku," desisnya.

Chain LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang