[28]

19K 1.6K 74
                                    

TIDAK SEPERTI BIASANYA, keadaan kastil Walrus tampak lebih hidup sekarang.

Pelayan-pelayan lalu lalang tanpa henti--sebagian menyiapkan apa yang Walrus perintahkan pada mereka sementara sisanya melakukan pengosongan kastil karena setelah ini mereka tidak akan tinggal di tempat yang sama.

Demikian juga dengan para penyihir. Mereka juga bergegas dari gudang persediaan senjata menuju tempat perkumpulan dengan membawa senjata andalannya masing-masing.

Anak panah dan busur, pedang, tongkat sihir, pisau, belati walaupun ada yang tidak membawa apa-apa. Alias, hanya tangan kosong.

Di sebuah kamar, angin semilir menghembuskan rambut putih wanita itu. Rambutnya--yang kini sepanjang bahu--tampak beterbangan mengikuti arah angin berembus.

Ia duduk dengan melipat kedua lututnya di depan dada dan menaruh kedua tangannya di atas lutut, lalu menyandarkan kepalanya di atas lengan. Pandangannya sendu mengarah ke jendela.

Jendela itu tampak begitu dekat dengannya. Namun, walaupun ia mengerahkan seluruh tenaganya untuk menggapai jendela yang terbuka lebar itu, ia tak akan bisa menggapainya.

Elra, ialah wanita itu. Setelah cukup puas membuat setiap celah tubuhnya babak belur, di sinilah ia dipindahkan. Berada di dalam kamar yang indah, tetapi tak memiliki kuasa atasnya.

Hampir setiap jamnya, cairan wolfsbane dalam dosis kecil selalu disuntikkan dalam tubuhnya. Awalnya, ia merasa panas. Akan tetapi, bukan itu yang Elra khawatirkan. Sungguh, Elra benar-benar takut jika Mare akan melemah dan ia berharap jiwa setigalanya cukup kuat. Elra tidak bisa kehilangan Mare, tidak ketika ia baru saja bertemu dengannya.

Carius memang orang yang memindahkannya ke kamar ini--atas perintah Wayline--tetapi bukan berarti ia bisa berkeliaran ke mana pun yang ia suka.

Ia dikurung di dalam sel berukuran kecil--hanya setinggi dirinya. Selain karena tenaga Elra benar-benar sudah di ambang batas, ia juga tidak bisa menyentuh besi-besi yang mengungkungnya ini. Wolfsbane jelas sekali menjadi teman seumur hidupnya.

Singkatnya, tempat ia berada sekarang tak ada bedanya dengan sel penjara bawah tanah yang gelap itu. Satu persamaan lainnya, ia sama-sama dikurung, dipenjara, dan disiksa--apalagi yang harus ia tambahkan?

Ah, Elra berharap ia bisa bertemu Raziel secepatnya. Ia bahkan ragu akan mendapatkan kesempatan itu. Bagaimana jika ritual itu berhasil sebelum Raziel datang? Bagian terburuknya, bagaimana jika Raziel tidak menemukannya?

Satu-satunya hal yang bisa membuat Elra sedikit tenang (sekaligus marah) adalah ada jendela besar yang tak jauh dari tempatnya. Jadi, ia masih bisa melihat hamparan hutan, rangkaian pegunungan, dan cahaya bulan atau matahari.

Air matanya menetes. Menelusuri pipi, membuat riak sungai di sepanjang wajahnya. Ia meringis karena rasa perih.

Kepalanya tidak pernah berhenti untuk membuat ia mengingat momen dimana Wayline datang bersama Carius. Sungguh, Elra bahkan masih ingat seberapa gilanya ia memberontak sekalipun pergelangan tangannya yang membiru akan berakhir putus. Setelah itu, seperti yang sudah ia duga, Carius bermain dengannya.

Lagi. Lagi. Lagi.

Carius menempelkan cambuknya ke pipi kiri Elra. Menimbulkan bunyi seperti terbakar. Alhasil, pipi kirinya meninggalkan luka bakar akibat wolfsbane. Hingga hari ini, luka itu sepertinya belum hilang mengingat pipinya itu masih perih karena air matanya yang tak pernah berhenti menetes.

Ia menangis deras dalam diam. Bahunya bergetar hebat mengingat hal itu. Meskipun lelah mengeluarkan air mata, tapi ia sungguh tak sanggup jika diminta untuk memendam semuanya.

Bagaimana jika Raziel melihatnya nanti? Apa yang akan dikatakan pria itu ketika melihat keadaannya saat ini? Apa ia akan meninggalkannya? Apa laki-laki itu akan jijik melihat lukanya yang belum tersembuhkan? Rasanya Elra tidak peduli lagi jika Raziel memandangnya rendah asalkan pria itu tidak meninggalkannya.

CKLEK!

Pintu kamar terbuka. Elra mengangkat kepalanya, melihat sosok Wayline dan Carius kembali datang. Waylime tampak sumringah melihat keadaan dirinya yang mungkin terlihat menyedihkan.

Namun, ada yang aneh. Dan Elra melihatnya pada Carius. Laki-laki itu terlihat berbeda. Elra tidak tahu apa yang membuat Carius tampak seperti bukan dirinya, tetapi itulah yang ia tangkap.

"Lihat tahanan kita," desis Wayline. Dia berjalan mengitari kerangka besi Elra dengan senyuman mencemooh. Perempuan itu memandang Elra layaknya barang langka yang memiliki harga jual yang tinggi.

"Ck, ck, ck," decak wanita itu. "Apa yang terjadi padamu? Ada apa dengan tubuhmu? Kenapa kau dipenuhi luka dan lebam? Siapa yang melakukan ini padamu?" Wayline berkata penuh cemas dan khawatir yang jelas dibuat-buat.

Tawa wanita penyihir itu meledak. Ia tertawa terbahak-bahak.

"Aku yakin laki-laki bodoh itu akan menolakmu seperti apa yang Carius lakukan dulu jika melihat keadaanmu sekarang!"

Tawa Wayline kembali berderai.

Pintu besi dibuka oleh Carius. Elra sempat dilanda kebingungan karena pria itu tampak tidak terganggu dengan wolfsbane yang melapisi besi. Ia pikir Carius memakai pelindung di tangannya, tetapi setelah melirik telapak tangannya melepuh, Elra semakin terheran-heran.

Mengabaikan Carius, Elra kembali waspada. Wayline melenggang masuk ke dalam sel. Ia berjalan mendekati diri Elra yang hampir melotot tapi jelas tidak bisa berbuat apa-apa.

Wayline memegang dagu Elra dan mencengkramnya erat. Mengangkat wajahnya agar matanya dan mata Elra bisa menatap. "Kau yakin dia masih mau menerimamu? Menyayangi dan mencintaimu seperti sebelumnya? Sebelum kau kembali padanya dengan tubuh penuh luka?" tanya Wayline merendahkan.

Sebisa mungkin Elra berusaha memalingkan wajahnya. Namun, di saat ia akan menyerah, ia melihat tatapan Carius. Laki-laki itu, menatapnya lekat-lekat. Tatapannya ... lagi-lagi aneh. Elra tidak mengerti.

Elra membelalakkan matanya. Kalimat-kalimat yang Wayline ucapkan tak terdengar dalam telinganya. Hanya sekedar lewat. Ia memperhatikan bibir Carius. Berbicara tanpa suara.

Bertahanlah.

Itulah yang Carius katakan.

Apa?

Elra berusaha bertanya melalui sorot matanya. Namun, Carius memalingkan wajahnya. Menutup matanya sebentar, lalu membukanya lagi. Raut wajah laki-laki itu berubah. Kembali menyiratkan kejam dan dingin meski Elra masih bisa menemukan emosi yang ia coba redam.

"Wayline," panggil Carius.

"Cih." Wayline melepaskan cengkramannya. Membuang wajah Elra ke arah lain kemudian menampar pipi kirinya--yang terdapat luka bakar. Wayline menarik lengan kanan Elra agar bangkit dari duduknya,"Angkat tubuhmu, Sialan."

Susah payah Elra bangkit. Kedua kakinya seakan tak memiliki tulang. Ia yakin seandainya Wayline melepaskan cengkraman pada lengan kanannya, mungkin ia akan jatuh kembali.

"Cepatlah! Aku tidak ingin membuang waktu."

Wayline menyeret Elra agar mengikutinya berjalan. Tepat ketika mereka di luar sel, Wayline berkata pada Carius. "Cepat tutup pintunya. Kau tidak ingin menyaksikan betapa serunya rencana utama kita saat terjadi, huh?"

Setelah Carius menutup pintu besi dan menguncinya, merekaㅡWayline dan Carius pun pergi dengan Elra yang mereka bawa dalam cengkraman masing-masing. Sementara perempuan itu sendiri mati-matian menahan rasa sakit akibat cengkraman keduanya.[]

Chain LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang