[30]

19.6K 1.7K 122
                                    

"KELUAR!"

Wayline menarik Elra keluar dari benda yang mengurungnya itu. Ia membuka borgol yang menahan kedua tangan dan kaki Elra kemudian menarik rambut wanita itu dan menjatuhkannya di antara dua pohon yang ada di pinggir tebing tanpa takut wanita itu melarikan diri.

Lagipula, Wayline selalu memastikan jika wolfsbane selalu mengalir pada pembuluh darahnya. Jadi, sudah dipastikan Elra tidak mempunyai tenaga--bahkan jika itu hanya untuk berdiri di atas kedua kakinya sendiri.

Selanjutnya, Wayline merapalkan mantra. Tiba-tiba tubuh Elra terangkat. Ia berdiri dengan sendirinyaㅡhingga kakinya tak menapak dengan tanahㅡdan rantai muncul dari kedua pohon. Lagi-lagi kedua tangan dan kakinya--yang baru saja bebas--terkunci. Elra pun menyadari ada sebuah cermin tergantung di salah satu pohon.

Elra yang masih disorientasi sontak terkejut tatkala mendengar bisikan tepat di sebelah telinganya, "Bagaimana rasanya?"

Suara itu. Elra tahu Walruslah yang berada di belakangnya saat ini. Namun, ia memilih diam karena sangat lelah sekaligus tidak mengerti apa maksud ucapan dari Walrus.

"Bagaimana hidupmu selama ini? Apakah kau puas hidup bersama caci maki dan siksaan? Kurasa itu cerita yang bagus nantinya," kata Walrus. "Kau pasti lelah, 'kan? Tenang saja, aku akan segera mengakhiri semuanya."

Walrus menunjuk ke arah bulan purnama yang bersinar terang. "Nantinya, saat bulan itu berwarna merah keemasan, kau akan tahu kalau itulah waktu terakhirmu untuk bernapas."

Lalu Walrus melanjutkan, "Dan ketika semuanya selesai ... aku akan membuangmu ke dasar lautan lepas di bawah sana. Berharap jika ikan-ikanㅡ"

"Ayah." Wayline menyela. Walrus menoleh dan melihat Putrinya menunjuk ke arah seseorang. "Dia sudah menyelesaikan tugasnya."

Walrus mengalihkan pandangannya dan melihat seorang pria yang tengah memegang bahunya yang berdarah. Ia yakin kalau itu luka akibat bola api dari white witch karena buktinya luka itu tak kunjung sembuh.

Walrus mendekati laki-laki itu. Lalu menepuk pelan bahunya yang tidak terluka. "Kerja bagus, Carius. Kau memang rekan yang sangat penurut. Tenang saja, setelah ini, semuanya selesai. Kita hanya tinggal menunggu purnama itu muncul beberapa saat lagi."

Carius mengangguk. Perlahan, ia merasa luka di bahunya disembuhkan. Ia yakin kalau yang menyembuhkan adalah Walrus. Laki-laki itu kemudian menengok ke arah belakang Walrus. Seseorang yang menarik perhatiannya.

"Ah, ya. Lihatlah, dia tawananmu dulu! Kau tidak ingat dia melarikan diri darimu setelah kau menolaknya?" Walrus memanas-manasi walaupun tahu mereka sempat bersenang-senang saat di istana. "Tidakkah kau mau melepas rindu dengannya, Carius? Aku mengizinkanmu melakukan apapun padanya. Sungguh."

Carius memandang Elra datar. Perempuan yang tergantung disana itu masih sama. Elra masih merasakan kesakitan dan kesengsaraan walaupun sempat terbebas darinya. Namun, Carius tahu itu bukan kesalahannya. Elra merasakan semua itu karena anugerah yang dimiliki perempuan itu sendiri.

Semua fisik perempuan itu masih sama. Tidak berubah. Masih seperti yang ia ingat saat terakhir kali melihat perempuan itu.

Fisik?

Ah, berbicara soal fisik, Carius merasa penasaran dengan sesuatu.

Sebuah niat muncul di benaknya.

.

"Kemana perginya mereka?"

Raziel dan Sebastian masih menyusuri hutan lebat yang berada tak jauh dari lokasi pertempuran. Sepanjang perjalanan mereka menyusuri hutan itu diisi dengan ocehan Sebastian yang tak henti-hentinya menanyakan sesuatu.

Chain LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang