[10]

39.9K 3.5K 85
                                    

ELRA TERBANGUN DENGAN NAPAS terengah-engah dan keringat yang membasahi dahi juga lehernya.

Ia tidak menyangka jika akan mengalami mimpi seburuk itu padahal ia tidak pernah mengingat-ingat kembali memori mengerikan itu.

Memandang sekeliling, Elra tahu dengan pasti jika ia berada di dalam ruangan yang berbeda. Ini kamarnya. Benar-benar kamarnya yang layak pakai.

Tidak ada rantai panjang yang membelitnya, dan tidak ada juga borgol yang menahan kuat pergelangan tangan dan kakinya.

Ia tahu itu, dan ia sadar.

Namun, sekuat apapun Elra memaksa pikirannya untuk segera sadar, sekuat itu juga alam bawah sadarnya memberontak. Alih-alih semua memori mengerikan itu lenyap, mereka justru semakin terlihat nyata.

Elra bahkan sekarang melihat kedua tangannya diberi borgol lengkap dengan rantai yang berpusat ke kaki-kaki ranjang.

Elra berdesis. Ia merasakan rasa perih yang menyengat di punggungnya. Begitu ia melihat ke belakang, teriakan histerisnya tak lagi bisa ia tahan. Pakaian tidurnya yang berwarna putih itu terlihat mengerikan karena banyaknya darah yang merembes.

Air mata entah sejak kapan membasahi wajah Elra, pun dengan ia mencoba berontak tetapi semuanya seakan tak ada gunanya.

"Elra! Elra!"

Panggilan itu cukup keras, tetapi Elra masih belum bisa menyadari halusinasinya. Pandangannya seakan tertutup oleh ketakutannya sendiri.

"Elra!" Raziel-yang datang dengan rasa cemas dan terkejut bukan main sampai-sampai ia mendobrak pintu kamar Elra yang terkunci-kembali memanggil Elra. Berharap perempuan itu bisa sadar. "Elra! Ini aku, Raziel! Kau baik-baik saja!"

Jack yang memerhatikan semuanya, seperti terbius dalam kacaunya suasana.

Bisa ia lihat jika perempuan di atas ranjang itu terus berteriak, meraung, dan menjerit dengan histeris. Air matanya tak berhenti bercucuran, begitu pun dengan keringatnya. Tenaganya seakan tak habis-habis untuk memberontak pada hal yang tidak nyata.

"Aku bisa membiusnya jika kau menginginkannya," ucap Jack pada akhirnya.

Raziel menggeleng. Ia menahan Elra yang tak berhenti meronta untuk dilepaskan dengan membawa perempuan itu dalam pelukannya. Elra. "Dengarkan aku. Ikuti suaraku. Ini aku, Raziel. Aku bukan laki-laki jahat itu."

Perlahan namun pasti, Elra berhenti meronta. Tak lagi terdengar suara histeris yang memekakkan telinga itu. Meski air matanya masih belum berhenti mengalir.

"Tenangkan dirimu, oke?" Raziel mengusap lembut punggung Elra secara teratur, membawa ketenangan dirinya kepada Elra. "Tarik napas dalam-dalam, dan keluarkan. Lakukan perlahan-lahan, Elra."

Dalam hati, Jack bertanya-tanya mengapa Raziel bisa mengetahui sesuatu seperti itu? Mereka makhluk abadi yang bahkan tidak bernapas dan sang Tuan mampu membuat seorang perempuan bernapas tenang dengan aba-aba bernapas darinya. Bukankah ini sedikit aneh?

Napas Elra mulai teratur dan tenang. Raziel tersenyum tipis. Ia semakin mengeratkan pelukannya terhadap Elra, tidak peduli jika aroma perempuan itu begitu menggodanya.

"Bagus. Teruskan seperti itu."

Elra berangsur-angsur kembali seperti semula. "Maaf," ucapnya nyaris seperti bisikan.

"Tidak apa-apa," tutur Raziel. "Jangan merasa bersalah. Aku tidak keberatan melakukannya untukmu."

"Maafkan aku. Aku aku tidak sadar apa yang aku lakukan."

"Kubilang, aku tak masalah dengan itu, Elra," tegas Raziel. "Jack sudah mengatakan padaku jika memang kemungkinan kau akan mengalami hal seperti ini. Maafkan aku yang melupakan hal itu. Beruntunglah pendengaran kami tajam dan walau dalam jarak cukup jauh, aku bisa mendengar teriakanmu."

Chain LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang